5

589 140 12
                                    

"Lalu bagaimana kalau dia ingin tahu dan bertanya siapa ayahnya?" Yong Hwa menatap tajam.
"Saat usianya sudah cukup dewasa untuk memahami apa yang terjadi dengan pernikahan orang tuanya, baru akan kuberitahu tentang ayahnya."
Baru Yong Hwa diam dan langsung paham, bahwa kisah tentang perpisahan Shin Hye dengan suaminya sangat menyakitkan. Shin Hye tidak mau anaknya turut terluka.

Jadi mungkin semua yang diceritakan Yoo Na itu juga benar adanya. Yong Hwa ingin saja bertanya apa yang menyebabkan mereka bercerai, Yoo Na mengatakan : Min Woo menceraikan Shin Hye dengan sebuah kemarahan. Namun khawatir Shin Hye akan terluka kembali bila harus membuka lembar kelam dalam kehidupan rumah tangganya yang gagal total. Akhirnya ia hanya menghela napas dalam.
"Apa kalian sudah cukup jajannya?" tanyanya melihat Shin Woo yang tampak asik bermain dengan sesama anak kecil lain.
"Nde, sudah cukup." angguk Shin Hye.
"Apa tidak akan membekal untuk di rumah? Anakmu tampak sangat menyukai kue ikan." tawar Yong Hwa.
"Tidak usah terima kasih, Yong Hwa-ssi! Makanan kecil yang aku sengaja bikin di rumah untuknya juga belum habis. Biar dia habiskan makanan itu." tolak Shin Hye.
"Memang kau membuat makanan apa di rumah untuknya?" Yong Hwa seperti tidak percaya.
"Aku membuat gorengan sayuran kesukaan Shin Woo."
"Apa kau sekarang pandai memasak setelah jadi Eomma?" goda Yong Hwa.
"Aku berusaha untuk bisa memasak, minimal buat anakku. Tapi hanya makanan sederhana saja."
"Lain kali undang aku makan di rumahmu, aku ingin mencicip masakanmu. Eoh?"
"Nde. Nanti bila ada kesempatan seperti ini lagi." senyum Shin Hye.

Shin Woo tidur di dalam mobil saat pulang. Seakan ingin menegaskan betapa nyamannya kendaraan itu hingga membuatnya tertidur. Dia jarang bepergian selain ke sekolah. Dia bahkan tidak pernah diajak pergi berlibur oleh Shin Hye, kalau pun pernah pergi ke Kebun Binatang atau Taman Bermain, itu acara sekolahnya. Shin Hye selalu menunggu sekolah yang mengajaknya untuk mengunjungi tempat-tempat rekreasi. Sekali-kali paling ia mengajaknya ke pasar atau mengantar neneknya ke klinik. Shin Hye benar-benar tidak bisa menghamburkan uang hanya untuk memanjakannya. Kebutuhan Shin Woo akan lebih besar seiring dengan pertumbuhannya. Tidak terdengar suaranya Shin Hye lalu menolehnya, dan ia menemukan pria kecilnya itu tumbang, pasti karena kelelahan dan kekenyangan. Ia lalu menatapnya, tangannya kemudian membelai rambut hitamnya. Dari kaca spion diam-diam Yong Hwa memperhatikan yang dilakukan Shin Hye. Pemandangan itu membuatnya terenyuh, Shin Hye benar-benar seorang ibu.

Sejak itulah Yong Hwa menjadi dekat dengan Shin Woo. Karena Yong Hwa pun tidak lagi mengabaikan anak itu. Mereka bahkan sering saling bertelepon. Dan Shin Woo tahu kapan waktu yang boleh dan tidak boleh melakukan sambungan telepon dengan Yong Hwa. Saat weekend bila ada Yoo Na, atau saat di kantor jam sibuk bekerja, itu waktu yang dilarang ibunya menelepon Yong Hwa. Selebihnya Shin Hye mengijinkan. Begitu pula Yong Hwa, kalau merasa bosan dan tahu Shin Woo ada bersama ibunya, ia akan menelepon anak itu. Lama-lama mereka seperti ayah dan anak, yang kadang saling merindukan.

Yong Hwa tiba di kantor sudah ditunggu oleh tamu. Setelah melakukan pembicaraan sebentar, tamu itu pun meminta diperlihatkan sejumlah dokumen sebagai bukti perijinan mendirikan bangunan. Oleh pengacaranya apa yang diminta tamu tersebut dipenuhi. Dan akhir dari pemeriksaan kelengkapan dokumen yang dilakukan oleh Dinas Perijinan itu, salah satu dokumen yang dibutuhkan masih belum ada.
"Karena masih dalam proses di kantor walikota, Tuan." jawab pengacara.
"Oke, untuk sementara kelengkapan berkas dianggap lengkap, tapi segera setelah selesai mohon salinan dokumen yang masih di tandatangani walikota itu segera disusulkan ke kantor kami, Tuan. Dan pembangunan boleh dilanjutkan." pinta sang petugas tegas.
"Nde, aguesmidha." angguk pengacara.
Setelah itu tamu pun pergi.

Pengacara lalu bersiap akan pergi ke kantor walikota untuk mengecek sudah sampai dimana dokumen yang mereka butuhkan itu diproses.
"Eodiga?" tatap Yong Hwa melihatnya merapikan beberapa buku penting ke dalam tasnya.
"Kantor walikota. Aku akan melihat dokumen itu, Gwajang-nim."
"Biar aku saja yang pergi, sekalian aku akan makan siang diluar." larang Yong Hwa.
"Geurae-yo?"
"Eoh."
"Baiklah." dia duduk lagi di kursinya dan mengeluarkan lagi buku-buku itu.
Ganti Yong Hwa yang mematikan laptop sebab akan ia tinggalkan. Sambil menyambar coat yang tergantung sambil pula menjinjing tasnya. Ia lantas pergi.

Sambil berjalan menuju garasi tangannya menekan nomor kontak pada smartphone-nya. Lalu menempelkan di telinga.
"Yobseyo!" terdengar sahutan dari ujung telepon.
"Shin Hye-ya, apa kau sedang sibuk?" tanyanya.
"Biasa saja, wheo?"
"Aku akan menuju kantormu. Istirahat kantor, kau mau makan siang denganku?"
"Siang ini?"
"Iya, siang ini."
"Mm..." Shin Hye tidak segera menjawab.
"Wheo? Sierro?"
"Bukan begitu.. Ini di kantorku, bagaimana kalau ada yang melihat?"
"Memang kenapa kalau ada yang melihat? Kita ini teman lama. Wajar sesama teman makan siang bersama bukan?"

Shin Hye pasti ketakutan seseorang melihat mereka dan menyampaikan kepada pamannya atau ada yang melaporkannya kepada Yoo Na.
"Eotteyo?"
"Biar aku lihat nanti."
"Aku ini sudah di dalam mobil menuju kantormu. Katakan dengan tegas, ya atau tidak!" desak Yong Hwa.
"Ya." jawab Shin Hye akhirnya.
"Bagus! Sebentar lagi aku sampai."
"Eoh."
"Geuno."
Sambungan pun terputus.
Benar, tidak harus khawatir sebab mereka teman lama. Kalau dirinya menunjukan kekhawatiran justru akan membuat orang curiga ada apa-apa diantara mereka. Atau tepatnya ada apa-apa di hati Shin Hye terhadap kekasih sepupunya itu.
Padahal kalau pun iya, kejadiannya sudah lama sekali. Ketika mereka SMA.

Yong Hwa tiba tak lama setelah itu. Terlebih dahulu ia menyelesaikan urusan kedinasannya, tidak lupa menemui walikota untuk menyapa. Bukan untuk meminta Tn walikota segera menandatangani berkas yang dibutuhkannya, sebab untuk hal itu ia mengikuti birokrasi yang harus ditempuh. Meski ia tinggal di rumah walikota dan setiap hari bertemu, tapi urusan pekerjaan dan pribadi jelas berbeda.
Lelaki sepantar ayahnya itu menyambut hangat kedatangannya. Walau pula setiap hari bertemu di rumah, gayanya seperti yang lama tidak bertemu.
"Aigo... Yong Hwa-ya. Senang sekali kau datang. Sebentar lagi jam makan siang, kita makan bersama!" ajaknya.
"Terima kasih banyak, Sijang-nim. Sayangnya sudah ditunggu klien untuk makan siang. Aku datang hanya untuk menyapa sekalian ada beberapa hal yang harus diurus." elak Yong Hwa.
"Begitu?"
"Mohon maaf sekali!"
"Ya sudah, lain kali saja kalau begitu."
"Nde, kamsahamnidha Sijang-nim!" Yong Hwa membungkuk senang.

Ia sudah berjanji akan pergi makan siang dengan Shin Hye. Sekaligus ingin berbicara dari hati ke hati dengannya. Shin Hye selalu berpikir Shin Woo merasa cukup hanya dengan memilikinya. Bila ayahnya tidak mencarinya anak itu bahkan tidak perlu kenal siapa ayahnya. Itu sungguh pemikiran yang keliru. Sebab jauh di lubuk hatinya, Shin Woo tetap mempertanyakan tentang ayahnya. Dia bertanya kenapa dirinya tidak sama dengan teman-temannya, kenapa dia tidak punya seseorang yang dia panggil "appa"? Sehingga harus selalu ibunya yang mengantar atau menjemputnya sekolah. Selalu ibunya yang hadir untuknya.

Saat mengantar ke pintu setelah makan bersamanya kemarin sore, Shin Woo mengisyaratkan betapa ia sangat merindukan ayahnya. Dan ini sangat menggelitik hati Yong Hwa.
"Lusa aku tidak mau sekolah, Samchun." selorohnya.
"Wheo?"
"Lusa para ayah akan datang ke sekolah untuk menceritakan pekerjaan mereka di depan kelas. Tapi aku tidak, karena aku tidak punya ayah." ucapnya merengut.
"Kalau bukan ayah yang datang siapa yang boleh ganti?" tatap Yong Hwa.
"Eomma, tapi aku bosan selalu Eomma yang datang."
"Shin Woo ingin Appa yang datang?" tohok Yong Hwa.
"Nde."
"Shin Woo tahu Appa berada dimana sekarang?"
"Aniyo. Eomma tidak pernah menceritakannya. Eomma tidak ingin aku merindukan Appa, Samchun." keluhnya.
"Geuraeyo?"
"Mm... Apa Samchun tahu urri Appa?" tatapan matanya yang tajam seperti menembus ke jantung Yong Hwa.

TBC

One Fine DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang