18

696 145 20
                                    

Apa Yong Hwa pun mengetahui itu seperti mencurigai Shin Woo darah dagingnya? Lalu sejak kapan dia diam-diam melakukan penyelidikan?
"Aku tidak akan memaksa, keputusan ada padamu." tambah Yong Hwa semakin menunjukan taringnya.
"Aku tidak ingin dipisahkan dengan anakku, jadi aku akan ikut kemana pun Shin Woo pergi." putus Shin Hye akhirnya kesal tak terkira.
"Nde, baiklah."

Lebih baik ia dimusuhi paman, bibi dan sepupunya, daripada harus dijauhkan dengan buah hatinya. Lebih baik ia mati dari pada jadi gila.
Dan masa bodoh dirinya akan jadi benalu di dalam rumah tangga Yong Hwa dengan Yoo Na bila mereka menikah nanti. Shin Hye mulai membereskan barang-barangnya untuk dibawa pulang. Kemudian siang itu mereka pun meninggalkan RS.

Shin Woo bingung saat Yong Hwa menghentikan mobilnya di halaman sebuah rumah yang bukan tempat tinggalnya. Ia bahkan tidak segera turun kala Yong Hwa membukakan pintu mobil untuknya.
"Sudah sampai, ayo turun!"
"Igeo eodiyeyo?" tanyanya memendar pandangan.
"Rumah Shin Woo yang baru. Mulai hari ini, Shin Woo akan tinggal di rumah ini. Ayo turun!" Yong Hwa mengulurkan tangannya.
"Ini rumahku, Samchun?" Shin Woo tidak percaya.
"Eoh, rumah Shin Woo. Kita akan tinggal bersama di rumah ini mulai sekarang."
"Wheo?"
"Karena kita harus tinggal bersama."
"Jeongmal?"
"Iya." jawab Yong Hwa sambil kali ini menarik tangan Shin Woo ke arahnya lalu digendongnya.
"Eomma juga tinggal disini?" lanjut Shin Woo.
"Eoh."

Yong Hwa memangku Shin Woo sampai memasuki rumah. Di pintu mereka disambut Yoon Park~asisten sekaligus sahabat Yong Hwa, yang tampak sangat penasaran terhadap Shin Woo.
"Aigo, inikah Jung Shin Woo-ssi?" sambutnya kepada Shin Woo.
"Masmidha, Yoon Samchun. Kasih salam Samchun!" Yong Hwa yang menjawab.
Anak itu menganggukan kepalanya tapi melanjutkannya dengan protes.
"Jung Shin Woo aniya, Samchun. Ireumi Park Shin Woo-ismidha." jelasnya meralat.
"Geurae...? Park Shin Woo? Jung Shin Woo aniya?" senyum pria kepercayaan Yong Hwa itu.
"Nde."
"Shin Woo belum paham, nanti akan Appa jelaskan! Ayo kita lihat kamar Shin Woo! Yang mana, Samchun?" Yong Hwa sambil masih menggendongnya mencari kamar yang akan ditempati buah hatinya.
"Ini dia, ayo ikut Samchun!" tukas Yoon Park sambil mendahului melangkah.

Sedang Shin Hye hanya berdiri speechless di teras, setelah menurunkan semua barang bawaannya dari mobil. Ia tidak akan menjadi nyonya di rumah itu, sehingga merasa tidak punya hak apa-apa atas rumah itu. Iya, sebab statusnya bukan istri pemilik rumah. Walau mereka tinggal seatap. Tugas Shin Hye mengasuh putra pemilik rumah itu selayaknya seorang ibu. Sebab memang dia yang melahirkannya. Tapi bukan istri dari pemilik rumah. Ah, bahkan cerita di dalam drama saja tidak ada yang seperti kisahnya. Memilukan. Tapi tidak bisa apa, selain harus menerimanya sampai batas waktu yang entah kapan?

"Agashi!" seorang wanita paruh baya menyapanya. "Silakan masuk! Tuan menyuruh Agashi menempati kamar di samping kamar Tuan Muda. Mari saya antar!"
"Kamsahamnidha, Ajhumma." Shin Hye mengikutinya.
Kamarnya persis di samping kamar Shin Woo. Kamar yang sama besar dengan bed besar, lemari pakaian besar pula. Ada sofa dan kaca rias. Sedang kamar Shin Woo pun sama. Bed besar, padahal hanya untuk tidur anak kecil, lemari pakaian dan lantai dipasangi karpet berbahan karet tapi empuk. Ada juga rak dan keranjang berisi mainan. 2 buah kursi kecil serta mejanya.

Di ruang tengah rumah ini, terpajang sofa besar, lemari wine. Dan di sudut ruangan berdiri sebuah piano dengan kursi di depannya. Shin Hye tidak merasa heran mengapa ada piano? Sebab Yong Hwa pandai memainkannya. Shin Woo pun mulai bisa memainkannya, bakat dan kesukaannya mendengarkan musik, Shin Hye tahu turun dari Yong Hwa. Juga kecintaannya terhadap automotif, sama dengan ayahnya itu. Meski Min Woo pun berprofesi sebagai musikus, tapi dia bukan pecinta automotif. Min Woo malah lebih suka dengan supir pergi kemana pun. Dan tidak punya keinginan menjajal mobil-mobil sport. Dia hanya suka dengan 1 merk mobil saja yang sekarang mengantarnya kemana-mana.

"Karena aku tidak paham kebutuhanmu, jadi untuk isi lemarimu, kau bawa saja pakaian lamamu. Nanti ajhussi sopir akan mengantarmu membawa barang-barang penting dari rumah pamanmu. Sekalian kau pamit pada mereka. Paham, Shin Hye-ya?" tatap Yong Hwa.
"Nde."
"Hanya barang yang penting saja yang kau butuhkan, arrachi? Bukan semua barangmu."
"Eoh."
"Dan ingat, kau juga buat surat pengunduran diri ke kantormu. Mulai besok kau tidak harus bekerja." perintah Yong Hwa.
"Lalu bagaimana aku memenuhi segala kebutuhanku bila aku tidak bekerja?" balas Shin Hye.
"Nanti aku akan memberimu uang bulanan, jangan khawatir. Sebagai upah kau mengasuh anakku." tandas Yong Hwa yang terasa mengejek.
Shin Hye menggeretakan rahangnya menahan marah. Tapi tidak bisa apa.

Mengikuti perintah Yong Hwa, siang itu Shin Hye pergi ke rumah pamannya untuk mengambil sebagian barangnya dan berpamitan kepada Harmeoni juga kepada bibinya, bahwa ia dan Shin Woo akan pindah dari sana. Tentu saja mereka tidak paham. Dari mana Shin Hye punya uang hingga mampu menyewa sebuah rumah? Tapi Shin Hye tidak ingin bercerita. Ia katakan, kalau bibinya itu cerewet bertanya, lebih-lebih melarangnya, maka ia akan menyeret Yoo Na ke kantor polisi atas kecelakaan yang terjadi terhadap Shin Woo. Shin Hye tidak ingin lagi urusannya diatur oleh paman dan bibinya. Meski demikian ia menangis saat pamit kepada Harmeoni. Menyesal tidak bisa tetap mematuhi amanat ibunya untuk selalu dekat dengan neneknya itu. Tapi ia janji akan sering menengoknya. Dan meminta ajhumma untuk segera memberitahu bila ada apa-apa dengan Harmeoni.

Mendengar ancamannya untuk menyeret Yoo Na supaya mempertanggung-jawabkan perbuatannya secara hukum, bila rewel dan banyak tanya. Ibunya Yoo Na tidak cerewet. Ia sangat menjaga sikap dan mulutnya. Walau hatinya sangat penasaran dari mana Shin Hye mendapat uang. Ia memilih diam dan mengijinkan Shin Hye pergi dari runahnya. Sebab suami dan putrinya tidak ada, ia jadi tidak memiliki keberanian.
Namun saat suaminya ada, ia menceritakan semuanya termasuk kecurigaannya terhadap Yong Hwa, yang sudah pamit untuk pindah lebih dulu. Walikota itu pun bingung sebab Shin Hye menyerahkan surat pengunduran diri hari itu.

Untuk statusnya yang masih magang, tidak sulit memang bila hendak berhenti bekerja. Tidak ada aturan kedinasan yang mengikatnya, sebab memang masih belum sebagai pegawai tetap. Berbeda bila sudah menjadi pegawai pemerintah. Akan ada sederet aturan yang mengikatnya. Dan karena walikota sedang tidak berada di kantor tadi siang, maka dia tidak sempat bertemu dengan keponakannya itu. Sehingga kepindahan Shin Hye dari rumahnya tetap menjadi teka-teki, dari mana Shin Hye mendapat uang? Dan Yong Hwa memang satu-satunya yang dicurigai yang memberikan uang kepada Shin Hye, sebab dia juga yang menanggung biaya perawatan Shin Woo selama di RS.

Padahal sang walikota mengira, Yong Hwa mengambil tanggung jawab terhadap Shin Woo, karena merasa sebagai kekasih Yoo Na. Kekasihnya menyebabkan kecelakaan itu maka ia bertanggung jawab menggantikannya. Tapi apa artinya bila setelah itu mereka justru pergi bersama dari rumahnya? Apa yang kemarin Yong Hwa lakukan, bertanggung jawab terhadap Shin Woo bukan karena Yoo Na? Atau ada sesuatu diantara mereka?

Mereka yang penasaran tidak mendapat jawaban, Shin Hye kembali dengan tidak terlalu mengindahkan perintah Yong Hwa. Sebab ada beberapa barang milik Shin Woo yang dibawanya. Yaitu boneka anak harimau teman tidurnya. Shin Woo harus selalu memeluk boneka itu bila tidur, juga selimut kucelnya.
"Aigo, barang kayak gini dibawa." omel Yong Hwa saat Shin Hye meletakannya di kamar Shin Woo.
"Itu benda kesayangan Shin Woo yang tidak boleh tidak ada, jadi aku membawanya."
"Buang saja, ganti dengan yang baru!" perintah Yong Hwa.
"Andwe! Andwe-yo, Samchun!" tiba-tiba Shin Woo menyeruak dari luar dengan mata melotot kepada ayahnya.

TBC

One Fine DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang