13

579 128 20
                                    

Shin Woo terseret sekitar 3 meter dari tempat berdirinya semula. Syukurnya mobil tidak sedang berlari kencang. Namun bukan berarti Shin Woo tidak terluka. Begitu jatuh dia masih bisa memanggil ibunya walau tidak dengan suara keras. Menandakan kesadarannya masih bagus.
"Eommaa..."
"Shin Woo-ya..." Shin Hye memburu dan langsung memeluknya.
"Eomma..." suara Shin Woo semakin kecil dan akhirnya pingsan.
Shin Hye menjerit melihat kepala anaknya terkulai di dalam dekapannya.
"Andwee... Shin Woo-ya! Andweee...!"
Yong Hwa yang baru tiba diantara mereka berusaha melihat kondisi anak itu. Tubuhnya tidak berdarah-darah, hanya luka lecet dan memar di beberapa bagian. Namun tidak menjamin kondisinya baik-baik saja sebab Shin Woo kehilangan kesadaran.
"Kita harus segera membawanya ke RS. Cepat bangun, Shin Hye-ya!" perintahnya seraya berusaha membangunkan Shin Hye yang bersimpuh di aspal sambil memeluk Shin Woo.

"Bagaimana ini, Yong Hwa-ssi? Apa dia akan baik-baik saja? Barusan masih memanggilku." dengan sangat panik Shin Hye menatap Yong Hwa.
"Untuk mengetahui kondisinya kita harus membawanya ke RS. Ppalli-yo!"
"Tapi bagaimana ini...? Apa dia...? Andwe! Jangan, Yong Hwa-ssi!" Shin Hye lalu menangis.
"Jangan panik, Shin Hye-ya! Kau tidak akan bisa menolongnya kalau panik. Tarik napas! Ayo kita bawa ke mobil!" Shin Hye mengikuti saran itu, dia menghela napas, lalu bangun dari duduknya. Yong Hwa kemudian membimbingnya ke dalam Jeep.

Sedang Yoo Na yang rupanya juga kaget, hanya bisa terdiam di posisi terakhir ia menghentikan mobilnya. Ia tidak sadar akan yang telah dilakukannya, tapi ia tahu mobilnya telah menabrak seorang anak kecil. Melihat Yong Hwa menaikan Shin Hye ke dalam mobilnya ia hanya bisa melihat tanpa bisa melakukan apa-apa. Siapa yang telah ia tabrak itu? Apa anaknya Shin Hye? Syukurlah bukan anak orang lain. Kalau anak orang bisa berabe. Dirinya bisa berurusan dengan polisi. Ia lalu melajukan lagi mobilnya memasukan ke dalam garasi.

Dengan tangan gemetar Shin Hye mendekap Shin Woo membawanya ke RS. Matanya tidak henti meneteskan air. Sedang Yong Hwa pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak lama mereka tiba di ruang emergensi sebuah RS. Shin Woo langsung mendapat penanganan tim medis. Selama Shin Woo dalam penanganan, Shin Hye tak henti menangis. Anak itu memang tidak berdarah-darah, karena tidak ada luka luar. Tapi di sekitar dadanya tampak membiru akibat benturan keras. Dan menurut pemeriksaan dokter Shin Woo mengalami patah tulang rusuk yang menyebabkan robeknya paru-paru dan terjadi perdarahan cukup hebat. Untuk itu diperlukan tindakan pembedahan segera.

Shin Hye hampir pingsan mendengarnya. Untungnya ada Yong Hwa di sisinya yang senantiasa menguatkannya. Yong Hwa sendiri pilu mendengar kondisi Shin Woo, dan hatinya mengutuk keras Yoo Na. Ia juga merasa bersalah, jangan-jangan Yoo Na tega melakukan itu akibat marah terhadapnya. Ia sengaja membalasnya kepada Shin Woo. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Hal yang bisa ia lakukan sekarang adalah bertanggung jawab membuat Shin Woo kembali seperti sediakala. Meski, bila bukan dirinya yang menjadi penyebab pun, ia akan melakukan segala cara untuk membuat anak itu sehat kembali. Sebab hatinya menyayangi Shin Woo dari palung kalbunya yang terdalam. Bahkan ketika Shin Woo terluka seperti ini, rasanya tubuhnya pun turut sakit.

Detik itu juga Shin Woo dibawa ke ruang bedah. Untuk dibuka dadanya dan dijahit paru-parunya, lalu tulang rusuknya yang patah itu pun disambungkan kembali, sehingga perdarahannya terhenti. Shin Hye tidak sanggup mendengar saat dokter bedah menjelaskan rencana tindakannya. Hanya Yong Hwa yang memperhatikan dengan seksama. Begitu pun saat duduk di ruang tunggu kamar bedah, wajah Shin Hye pucat tak berdarah. Tangannya dingin dan matanya terus saja membasah.
Baru beberapa jenak Shin Woo di dalam, seorang suster menghampirinya.
"Maaf, Tuan. Karena golongan darah Park Shin Woo termasuk golongan darah langka, kami perlu melakukan tes golongan darah kepada orangtuanya, juga anggota keluarga yang lain, untuk mencari golongan darah yang sama sehingga bila dibutuhkan nanti tidak sulit mencari." jelasnya. "Selain Anda berdua, apa ada yang bisa dihubungi lagi untuk diambil sample darahnya?" lanjutnya.
"Tidak ada. Kami saja dulu, Suster." Yong Hwa yang menjawab.
"Nde. Silakan ikut saya!"
Yong Hwa menuntun tangan Shin Hye mengikuti perawat.

Syukurnya sampai pembedahan selesai, tim medis di dalam tidak meminta tambahan darah dari mereka. Dari ruang bedah, Shin Woo lalu dipindahkan ke PICU. ICU-nya untuk anak. Shin Hye dan Yong Hwa menunggu di luar. Shin Hye tampak lebih tenang setelah mendengar dari dokter bahwa operasi terhadap Shin Woo berhasil. Tapi air matanya yang sempat kering menetes lagi melihat tubuh buah hatinya ditempeli alat-alat medis. Pada jam seperti ini biasanya mereka sedang bertengkar. Shin Hye menyuruh tidur, Shin Woo masih ingin bermain games di smartphone. Kadang-kadang masih teleponan dengan Yong Hwa. Dan sekarang anak itu tak berdaya terlentang diatas pembaringan. Kalau boleh memilih, ia memilih Shin Woo bertingkah nakal dan ia tidak akan memarahinya, ia akan membiarkan apa yang diinginkannya. Ia tak peduli. Dari pada melihatnya tak berdaya seperti itu dengan harapan hidup yang sangat menggelisahkan hatinya. Shin Hye juga menyalahkan dirinya sendiri, sore tadi itu kenapa ia tidak menjemput Shin Woo. Kenapa membiarkannya pulang sendiri. Andai ia menjemputnya ke taman, mungkin saat ini ia bisa memeluknya di atas tempat tidur mereka seperti biasa. Dibalik kaca PICU ia menatap buah hatinya dengan air mata yang terus berderai.

Langit sudah sangat gulita. Tanpa sadar sudah hampir tengah malam. Yong Hwa memberikan coat-nya melihat Shin Hye mendekap tubuhnya sendiri karena dingin.
"Aku akan mencari minuman hangat, kau tunggu sebentar!"
"Tolong jangan lama!" pinta Shin Hye.
"Ani, supaya kau tidak kedinginan."
Yong Hwa beranjak. Tidak lama ia kembali sambil tangannya membawa 2 cup coklat panas.
"Minumlah! Kau dari tadi tidak makan dan minum apa pun."
Shin Hye mengambilnya. Lalu menghirupnya perlahan sambil terdengar bicara.
"Gomowo." ucapnya. "Untuk tetap temaniku. Aku tidak akan sanggup bila tidak ada kau, Yong Hwa-ssi." tambahnya.
"Jangan sungkan, kita ini teman bukan? Dan aku tidak akan diam melihatmu kesusahan sendirian." tukas Yong Hwa.
"Tapi kau harusnya tidur nyenyak di kamarmu malam ini, bukan berada disini menahan dingin."
"Aniya, aku tidak akan dapat memejamkan mata bila pun berada di dalam kamarku malam ini. Sementara aku tahu anakmu harus tidur di RS dan merasakan sakit akibat alat-alat medis itu. Aku terlalu menyayanginya, Shin Hye-ya."
"Noum gomowo, Yong Hwa-ssi! Semoga Tuhan menyelamatkannya. Aku sungguh tidak sanggup bila harus kehilangannya." mata Shin Hye membasah lagi.
"Tidak. Dia anak yang kuat, dia pasti bisa melewati ujian ini. Dia masih ingin bertemu dengan ayahnya, dan aku tahu dia tidak akan menyerah untuk itu." kali ini mata Yong Hwa pun berkaca.

Hatinya perih, anak sekecil itu harus menerima ujian hidup sehebat ini. Apa sebetulnya yang sedang Tuhan rencanakan untuknya?
"Terima kasih, Yong Hwa-ssi, sudah peduli dan mau menyayangi Shin Woo. Dia memang begitu ingin bertemu ayahnya..." Shin Hye tersedu. Hatinya getir, bagaimana bila akhirnya Shin Woo tidak sempat tahu dan bertemu ayahnya?
Yong Hwa spontan mengusap-usap punggung Shin Hye, lalu merengkuh pundak Shin Hye ke dadanya. Membiarkan tangis Shin Hye di dadanya.
Walau ia baru bertemu dengan mantan suami Shin Hye, tidak etis untuk membahasnya dalam suasana duka seperti itu. Dan lantaran ia tahu, No Min Woo tidak merindukan anak Shin Hye seakan Shin Woo bukan darah dagingnya. Mungkin atas alasan itu Shin Hye pun tidak pernah mau mempertemukan mereka. Beberapa jenak Shin Hye tersedu di dada Yong Hwa. Namun segera ia hentikan tangisnya, dan merenggangkan tubuh dari pria itu.

TBC

One Fine DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang