28

703 167 16
                                    

Tn Jung menyuap dengan lahap. "Kau membuat makanannya terlalu banyak, Agashi. Kalau untuk kalian berdua kau pasti tidak akan masak sebanyak ini." selorohnya.
"Saya sengaja membuatnya karena ada Ajhussi." senyum Shin Hye.
"Sudah diduga, kau pasti memasak semua makanan persediaanmu."
"Tidak apa. Tidak setiap hari rumah ini kedatangan tamu."
"Aku bukan tamu, tapi seseorang yang merepotkanmu."
"Aniya, Ajhussi. Anda tamu pertama kami."
Shin Hye suka melihat tamunya itu makan dengan lahap. Dan kala memperhatikan cara makannya, sangat rapi, seakan terbiasa makan di meja makan besar dengan lauk pauk mahal. Menu yang berbeda itu ia cicip satu persatu, tidak kemaruk~orang yang jarang biasanya kalap menemukan daging sapi premium yang harganya selangit itu. Shin Hye mengira orang tua ini mungkin pernah mengalami hidup sejahtera.

"Siapa yang sedang Tuan cari itu?" Shin Hye jadi ragu untuk tetap memanggilnya Ajhussi.
"Anak. Satu-satunya anak yang kupunya."
"Apa alamatnya kurang jelas sehingga sulit ditemukan?"
"Sepertinya begitu. Terakhir kali bertemu dengannya kami bertengkar, sejak itu lama kami tidak bertemu. Sekarang Ajhussi mencarinya, mungkin memang sebaiknya seorang ayah yang harus mengalah pada putranya." bebernya.
Shin Hye manggut-manggut. "Sayangnya saya pun baru tinggal di rumah ini, Tuan. Jadi tidak banyak tahu tempat ini."
Tn Jung terlihat melanjutkan makannya.

"Apa suamimu sedang pergi bekerja?" Tn Jung memancing sambil menatap wajah Shin Hye lekat.
"Bukan suami. Kami tidak menikah." senyum Shin Hye.
"Tidak menikah? Tapi kalian tinggal serumah?" kakek mengernyitkan kening.
"Benar."
"Apa kalian kumpul kebo?"
"Kami tidur di kamar yang terpisah. Anda lihat sendiri disini ada 4 kamar tidur."
"Aku tidak paham kenapa kalian tinggal bersama kalau tidak menikah?"
"Orang tua ayah Shin Woo tidak menghendaki saya untuk menikahi putranya. Itu masuk akal karena mereka chaebol dan saya orang miskin, Tuan."
"Tapi anak ini kau yang melahirkannya bukan?"
"Betul, atas kesalahan saya di masa lalu. Dan sebetulnya saya sudah sedemikian rapat menyembunyikannya, tapi agaknya Tuhan mendengar doa Shin Woo yang selalu ingin bertemu ayahnya. Maka saya tidak bisa lagi berkeras menyembunyikan Shin Woo dari ayahnya."
"Dan akan sampai kapan kalian hidup bersama tanpa ikatan seperti itu? Bagaimana bila kalian membuat lagi kesalahan seperti dulu sampai lahir adik Shin Woo?"
"Betul, saya juga sudah memikirkan itu, Tuan. Kesalahan yang dulu bisa saja terulang lagi disaat kami tinggal serumah seperti ini. Itu sebabnya saya merencanakan untuk keluar dari rumah ini. Saya hanya akan berada disini pada siang hari saja saat Shin Woo sendiri, sedang bila ayahnya pulang saya pun akan pergi." jelas Shin Hye ringan membuat kakek itu seketika bisu.

Diluar dugaannya sama sekali. Ia kira Shin Hye tidak akan mengalah seperti ini. Yong Hwa sudah jelas memilihnya dan dengan tegas meninggalkan orang tua, juga kesejahteraan yang meliputinya selama ini. Lalu apa alasannya, dia tidak mau menerima keputusan Yong Hwa? Tidak mungkin dia belum tahu bahwa Yong Hwa lebih memilihnya. Apa dia menolak karena Yong Hwa akan jatuh miskin bila meninggalkan orangtuanya, dan dirinya tidak mau hidup dalam kemiskinan? Maka dia lebih memilih tidak menikah tapi Yong Hwa tetap menghidupinya. Apa seperti itu? Atau dugaan klise kedua, Shin Hye tidak mau membuat pria yang dicintainya itu hidup dalam kemiskinan dan dibuang dari keluarga. Jadi lebih baik dirinya mengorbankan diri, tidak bersanding dengan ayah anaknya, namun ia akan berusaha tetap berada disisi anaknya. Yang mana yang paling mungkin?

"Apa kau akan baik-baik saja memilih cara itu? Nanti bagaimana bila ayah anakmu menikah dengan gadis lain?" tohok Tn Jung.
"Yang terpenting bagi saya, tetap bisa mengasuh anak saya, Tuan. Dan saya memilih mati bila dijauhkan darinya." tegas Shin Hye sangat tandas.
"Bagaimana bila ayah anakmu itu lebih memilih menikahimu walau resikonya dibuang keluarganya?"
"Sudah saya katakan kelahiran Shin Woo adalah mutlak kesalahan saya, tidak seharusnya ayahnya menerima penderitaan itu. Saya akan meyakinkannya betapa kehilangan orang-orang terkasih itu sangat menyakitkan, sebab saya sudah mengalaminya. Dia hanya terbawa emosi sesaat mengatakan akan memilih hidup dengan saya dan meninggalkan orangtuanya. Tapi saat dia bisa memikirkannya dengan jernih, dia pasti akan sangat menderita kehilangan semuanya. Saya tidak akan membiarkan itu. Sebab dia tidak seharusnya seperti itu." tutup Shin Hye membuat Tn Jung menatapnya tanpa kedip.
Dalam hatinya bertanya, tuluskah yang ia katakan itu? Atau Shin Hye keburu menyadari penyamaran yang dilakukannya? Buktinya panggilannya yang semula ajhussi berubah menjadi Tuan.

Tn Jung harus bergegas sebelum Shin Hye menemukan penyamarannya. Meski menyenangkan berinteraksi dengan mereka berdua. Shin Hye rupanya berbeda dari yang ia duga tentang sosok gadis miskin. Dia seumpama spesies baru di dalam koloninya. Dan Tn Jung sebenarnya ingin mengoreknya lebih dalam. Namun suara telepon tiba-tiba berdenyit dan Shin Woo yang berlari memburunya berteriak.
"Eomma, Appa telepon." beritahunya sambil dia menyahutinya.
"Eoh, Shin Woo jawab telepon Appa." balas Shin Hye.

"Kalau begitu Ajhussi mohon pamit, Agashi. Terima kasih banyak untuk jamuan makannya. Ajhussi jadi sangat merepotkan." pamit Tn Jung selagi Shin Woo bertelepon dengan ayahnya.
"Tuan akan pergi saja?"
"Eoh, Ajhussi sudah mendapat banyak kebaikan di rumah ini. Kamsahamnidha!" bungkuk kakek.
"Shin Woo-ya, Harabeoji akan pamit. Sebentar hampiri Harabeoji, Nak!" perintah Shin Hye kepada buah hatinya.
"Nde, Eomma." balas Shin Woo.
"Nugu-ya?" diujung sana Yong Hwa penasaran.
"Halabeoji. Ada Halabeoji di rumah kita, Appa."
"Halabeoji siapa?"
"Tadi berteduh di depan rumah, Eomma barusan membuat makanan untuknya. Sebentar aku akan memberi salam dulu, Appa. Harabeoji akan pulang."
"Mm, nde."
Anak itu meletakan begitu saja smartphone ibunya lalu berlari untuk menyalami sang kakek.

Kepada Tn Jung Shin Woo membungkukan badan memberi salam, begitu pula Tn Jung membalasnya sambil lantas mengusap kepala Shin Woo sesaat sebelum keluar dari rumah. Yang mengantarnya sampai pintu pagar hanya Shin Hye, sedang Shin Woo melanjutkan berbicara dengan ayahnya.
"Eomma membuat makanan apa memang untuk Harabeoji itu?" tanya Yong Hwa.
"Banyak. Bulgogi, sop ikan, sop ayam dan telor gulung." lapor Shin Woo.
"Sebanyak itu? Memang Eomma kenal dengan Halabeoji itu?"
"Aniyo, Eomma tidak kenal."
"Kalau tidak kenal kenapa Eomma sembarangan masukin orang ke rumah?"
"Bukan Eomma, aku yang suruh Eomma buka kunci pagar supaya Harabeoji masuk. Harabeoji-nya kasihan sekali, Appa."
"Geurae?"
"Nde."
"Lalu Eomma memasakan makanan untuknya?"
"Eoh."
"Seperti apa memang Harabeoji-nya?"
"Pakaiannya jelek, topinya sobek."
Yong Hwa termangu mendengar laporan itu. Tapi ia segera menepis pikiran jelek yang melintas di benaknya. Shin Hye pasti bisa membedakan pria itu orang jahat atau bukan.

Mengantar kepergian orang tua itu dari pagar rumahnya Shin Hye jadi berpikir keras tentang orang tua itu. Apa benar dia pria tua miskin? Pakaian dan topinya iya buruk dan lusuh, tapi seluruh tubuhnya tampak terpelihara walau wajahnya ditutupi brewok. Posturnya pun tampak tegap seperti postur-postur pria sejahtera yang sangat menjaga kesehatan. Cara berjalannya masih gagah, orang miskin biasanya digerogoti penyakit menjelang usia tuanya sehingga kadang berjalannya tercepuk-cepuk, diseret karena kakinya agak pengkor... Shin Hye malah merasa lewat sorot matanya, wajah itu pun tidak setua yang terlihat. Apa mungkin ada pria menyamar sengaja datang ke rumahnya? Untuk apa? Hanya imajinasi! Shin Hye geleng kepala seraya mengunci pintu pagar. Punggung pria tua itu hilang di balik belokan jalan.

Tidak jauh dari belokan itu terparkir sebuah mobil mewah yang lantas dinaikinya. Tn Jung gemas sebab Shin Hye masih saja berdiri di pintu pagar mengantar kepergiannya. Ia khawatir mobil mewahnya yang sengaja ia sembunyikan itu terlihat Shin Hye. Dan untuk menyembunyikan mobilnya itu terpaksa ia harus berjalan jauh, melewati belokan jalan. Membuatnya berkeringat. Setelah berada di dalam mobil serta merta ia mencabut brewok di wajahnya yang membuatnya semakin gerah saja. Aigo, drama apa yang baru saja ia mainkan itu?

TBC

Huahhh... aku pun turut m'hela napas. Alhamdulillah...!

One Fine DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang