31

846 169 26
                                    

Shin Hye dengan gerakan sangat lamban melepas seat belt lalu bersemu malas turun dari mobil.
"Ayolah cepat! Mereka pasti sudah menunggu di dalam." ajak Yong Hwa yang sudah menuntun Shin Woo siap melangkah ke pintu.
"Aku takut."
"Kenapa harus takut? Ada aku bersamamu. Ayo cepat! Jangan membuat orangtuaku menunggu."
Setelah menghela napas dalam Shin Hye meraih buket bunga yang akan diberikannya kepada ibunya Yong Hwa lalu menutup pintu mobil dan mengikuti Yong Hwa serta Shin Woo melangkah ke pintu rumah besar itu.

Benar saja, seorang pelayan pria sengaja berdiri di depan pintu guna membukakan pintu mempersilakan mereka masuk. Dan di dalam, tepatnya di ruang keluarga sudah duduk menunggu Tuan dan Ny Jung.
"Ayo masuk! Halabeoji dan Harmeoni sudah menunggu." ucap Yong Hwa pada anaknya.
Beriringan kemudian mereka melangkah masuk, lurus ke tempat dimana kedua orang tua itu duduk menunggu.
"Kalian datang!" sapa Tn Jung.
Sedang Ny Jung menatap tajam Shin Hye dan Shin Woo bergantian. Membuat Shin Hye sangat rikuh.
"Nde, kasih salam Halabeoji dan Harmeoni! Annyong-hasesoyo!" Yong Hwa mencontohi anaknya.
"Annyong-hesesoyo!" Shin Woo mengikuti sambil membungkuk dalam dan meletakan kedua tangannya di atas perut.
"Geurae. Ireumi?" senyum Tn Jung kepada anak itu.
"Park Shin Woo-raguamidha, Halabeoji." sahutnya.
"Jung Shin Woo-raguamidha, Halabeoji." Yong Hwa meralatnya.
"Nde."
Yong Hwa lalu menuding Shin Hye, segera Shin Hye pun melakukan hal yang sama dengan anaknya. Juga memperkenalkan diri seperti Shin Woo.
"Annyong-hasesoyo, Park Shin Hye-raguamidha." ucapnya.
"Geurae, anj-a!" Tn Jung menunjuk sofa.
"Kamsahamnidha!" angguk Shin Hye. "Saya membawa ini untuk Nyonya, semoga berkenan." sebelum duduk Shin Hye meletakan buket bunga yang dibawanya di atas meja.
"Eoh, gomowoyo." tukas Ny Jung singkat.

"Ini, Shin Woo Halabeoji. Ireumi-ga Jung Halabeoji. Dan itu Shin Woo Harmeoni, ireumi-ga Jung Harmeoni."
Yong Hwa memperkenalkan ayah dan ibunya kepada Shin Woo setelah semua duduk.
Shin Woo menatap wajah Tuan dan Ny Jung bergantian. Dengan tatapan yang tajam. Tn Jung membalas tatapan mata bening cucunya itu dengan kuluman senyum. Tatapannya seperti menyelidik, apa dia akan mengenalinya tanpa brewok dan pakaian lusuh?
"Annyong, Shin Woo-ya! Apa kabar?" sapa Tn Jung.
"Aku baik, Halabeoji juga?" Shin Woo balas bertanya.
"Nde, Halabeoji sehat. Senang bisa bertemu dengan Shin Woo."
"Kamsahamnidha." dia menganggukan kepala.
"Harmeoni tidak disapa?" Yong Hwa mengingatkan bahwa hal sama pun harus dilakukan Shin Woo kepada neneknya, seraya membetulkan kerah jaket Shin Woo yang terlipat ke dalam.
"Harmeoni-ga, eotteoke jinae?" dia menatap Ny Jung dan bertanya seperti orang dewasa.
"Harmeoni sangat baik. Apa Shin Woo mau duduk sama Harmeoni?" Ny Jung mengulurkan tangannya kepada cucunya itu.

Sejak melihatnya dari pintu ia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan balita itu. Posturnya sehat, wajahnya tampan, pakaian yang dikenakannya tampak rapi dan up to date meski tidak branded. Rambutnya sedikit godrong, mengenakan jaket bermodel coat dengan tali pada pinggangnya. Lucu sekali. Refleks anak itu turun dari sofa lalu mengikuti perintah wanita paruh abad yang sangat berkelas itu. Ia melangkah menghampirinya. Ny Jung langsung mendudukan Shin Woo di atas pangkuannya. Tercium wangi parfume balita dari pakaiannya dan wangi shampo bayi dari rambutnya.
"Aigo... Apa Shin Woo makannya banyak? Berat sekali." ucap Ny Jung seraya memeluknya.
"Nde, banyak Harmeoni. Kalau begitu aku duduk sendiri saja." dia rupanya tidak enak hati dengan ucapan neneknya.
"Aniya, andweyo! Harmeoni gwenchana. Harmeoni suka kok." tepis Ny Jung sambil mengeratkan pelukannya.
"Tapi Harmeoni berat nanti."
"Ani. Harmeoni kuat gendong Shin Woo."
"Geurae?"
"Eoh."
"Tapi lama-lama Harmeoni pasti pegal."
Wanita berpenampilan anggun itu mengurai senyum dalam.
"Coba kita lihat, akan kuat berapa lama Harmeoni gendong Shin Woo?" tantangnya.
"Pasti tidak akan lama." senyum anak itu pula.

Keduanya langsung cair. Shin Woo langsung dekat dengan neneknya. Sebaliknya Shin Hye merasa ngeri takut ditinggalkan anaknya pula bila dia dapat beradaftasi dengan begini cepat di dalam lingkungan keluarga ayahnya.
"Abeoji sengaja meminta kalian datang kemari, sebab Abeoji ingin kenal dengan cucu dan ibu yang melahirkannya. Syukurlah kalian bisa datang sekarang. Sebelum kita berbicara banyak, apa kalian sudah makan?" Tn Jung menyampaikan maksud mengundang mereka ke rumahnya.
"Shin Woo baru pulang sekolah saat aku ajak tadi, jadi kami belum makan, Abeoji." Yong Hwa yang menjawab.
"Kalau begitu kita makan dulu. Yeobo, siapkan makan siang untuk kita!" Tn Jung menoleh istrinya.
"Geurae. Shin Woo duduk sendiri dulu, Harmeoni akan membantu Ajhumma menyiapkan makan siang." Ny Jung menurunkan Shin Woo dari pangkuannya.
"Apa saya boleh membantu, Nyonya?" tanya Shin Hye mencari celah supaya tidak mati gaya duduk diantara mereka yang dirinya tahu tidak terlalu menghendakinya. Mungkin juga tidak menyukainya.
"Kau ini tamu, tidak harus repot." tolak Ny Jung.
"Shin Hye pasti merasa tidak enak bila hanya duduk sementara Eommoni turun ke dapur. Kecuali Eommoni tetap duduk bersama kami." Yong Hwa memahami apa yang dirasakan Shin Hye.
"Benar, padahal saya terbiasa dengan pekerjaan dapur." Shin Hye mengamini sebab ia merasa lebih baik sok sibuk daripada mati gaya.
"Ajak saja, Yeobo. Sekalian supaya kalian bisa lebih dekat." Tn Jung yang mengetahui Shin Hye sangat kikuk mendukung agar mereka lebih cair.
"Baiklah kalau begitu, ikutlah denganku!"
"Nde, aguesmidha." Shin Hye berdiri dan melangkah ke dapur.

Sementara setiap mendengar ayah Yong Hwa berbicara, benak Shin Hye bekerja keras mengingat suara itu dimana ia pernah mendengarnya? Seperti familiar. Rupanya apa yang ia pikirankan itu juga yang dipikirkan Shin Woo, hanya anak itu mudah mengingatnya. Maka ketika melihat ada sebuah piano di sudut ruangan, Shin Woo langsung ingat dengan pengakuan kakeknya yang mengatakan tidak ada piano di rumahnya.
"Piano-ga, Appa." tunjuknya ke sudut ruangan.
"Eoh, Shin Woo mau main piano?" tawar Yong Hwa.
"Punya siapa piano itu?" tanyanya.
"Appa."
"Halabeoji geojimal..." sungutnya mengagetkan ayah dan kakeknya.
"Bohong kenapa?" kakeknya tidak terima. Yong Hwa pun menatap lekat anaknya, apa maksud dia kakeknya berbohong?
"Halabeoji bilang di rumah Halabeoji tidak ada piano. Itu ada..."

Sekarang keduanya kaget mendengar itu. Tn Jung kaget sebab rupanya anak itu mengenalinya meski lepas dari penyamaran. Dan Yong Hwa terkejut, anaknya seperti berhalusinasi. Tapi mungkin bukan halusinasi, melainkan fakta bahwa mereka betul-betul pernah bertemu.
"Shin Woo kapan memang bertemu Halabeoji?" kernyit Yong Hwa.
"Di dalam mimpi barangkali... Shin Woo bermimpi tentang Halabeoji." sambar Tn Jung coba mengelak dari fakta.
"Ani, Halabeoji waktu itu datang ke rumah kita, Appa. Ada rambutnya di dagu, jelek." tukas Shin Woo seraya turun dari sofa.
"Mworagu...?" Yong Hwa menatap Shin Woo tapi lalu menatap wajah ayahnya yang ekspresinya tampak kikuk.
"Apa aku boleh bermain piano itu, Halabeoji?" pinta Shin Woo.
"Eoh, keuroum. Ayo kita buka pianonya." Tn Jung buru-buru berdiri dan menuntun cucunya menghampiri piano. Syukur Shin Woo segera membuatnya menghindari tatapan Yong Hwa yang agaknya mencurigainya.

Bagaimana pun kelakuannya menyamar untuk memata-matai sungguh bukan sikap terpuji dan pengecut. Tn Jung malu dengan kelakuannya yang tidak punya integritas itu bila ketahuan Yong Hwa. Tapi nampaknya Yong Hwa memang sudah curiga, sebab ia turut berdiri dan mengikuti menghampiri piano.
Shin Woo sudah duduk di depan piano, jemarinya mulai menekan tuts piano dengan sembarang hanya untuk mengecek bunyinya.
"Appa ingin aku membawakan lagu apa?" tanyanya bagai musisi profesional.
"Yang biasa Shin Woo mainkan saja, biar Halabeoji mendengar."
"Lagu itu Halabeoji sudah tahu, waktu ke rumah kita." lagi jawabnya ringan.
Yong Hwa spontan menatap wajah ayahnya, begitupun Tn Jung menatapnya. Mereka saling tatap, ada senyum kecil di bibir Tn Jung.
"Geurae...?"
"Eoh."
"Kalau begitu lagu apa saja yang Shin Woo bisa."
"Nde..." Shin Woo mulai menekan tuts tapi lantas berhenti lagi. "Aniya, aku tidak bagus seperti Appa memainkan lagu itu." keluhnya.

TBC

Mianhe, yeoreobun! Update-nya putus2 lagi... Kt betul2 tdk akan bs melawan kuasa Alloh.

Kusdh melakukan upaya tuk jaga kondisi tetap fit, tp ada kalanya kt lengah... hingga yg kt hindari tetap menghampiri.

Hikmahnya 2 hr kmrin kubisa tidur siang dgn pulas tanpa gangguan... Alhamdulillah😁

One Fine DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang