12

554 139 14
                                    

"Tn Jung, jika tujuanmu menemuiku hanya untuk menghakimi perceraian aku dengan Shin Hye serta sikapku menelantarkan Shin Woo, sungguh tidak perlu. Kecuali bila itu atas permintaan Shin Hye. Oleh sebab itu aku akan anggap kita tidak pernah bertemu. Dan seperti sebelumnya kita tidak punya urusan." ujar Min Woo sambil berdiri. Dia bersiap untuk pulang karena malam pun semakin larut.
Yong Hwa tidak bisa berkata-kata. Ia hanya menatap, tidak bisa pula untuk mencegah. Jika diibaratkan mereka sedang bermain catur, Min Woo men-skak mat Yong Hwa. Dan Yong Hwa tidak bisa lagi berkutik.
"Kalau begitu aku pamit. Selamat malam!" sambil meraih tasnya Min Woo membungkuk kemudian berlalu menuju pintu tanpa menoleh lagi. Yong Hwa menjatuhkan kepalanya ke sandaran kursi seraya meremas rambutnya.

Apa-apaan tadi itu? Pada akhirnya ia tetap tidak mengetahui apa-apa tentang kebenaran pernikahan mereka, juga tidak bisa merubah apa pun yang telah terjadi. Shin Woo tetap tidak bisa bertemu ayahnya. Lantas kesepakatan apa yang mereka buat? Apa sebenarnya Min Woo berjanji akan kembali kepada Shin Hye setelah apa yang dicita-citakannya tercapai? Demi menggapai cita-citanya itu sekarang ia seperti pria tidak bertanggung jawab terhadap istri dan anaknya. Dan Shin Hye harus menerima hal itu. Apa seperti demikian isi kesepakatan mereka? Yong Hwa memejamkan mata. Tapi lantas matanya terbuka lagi karena mendengar suara Jung Soo.
"Apa pembicaraan kalian telah selesai?" tanyanya.
"Eoh, Hyung. Nde."
"Kalau begitu, ayo kita pulang, Yong Hwa-ya!"
"Eoh. Mari, Hyung!" Yong Hwa bangkit dari kursi. Mengikuti Jung Soo melangkah ke luar.

Yoo Na tidak kembali ke Seoul awal pekan, sebab ia tidak bertemu Yong Hwa di rumahnya selama pulang. Sialnya Yong Hwa pun mengabaikan panggilan teleponnya. Maka tidak ada cara untuk memperjelas semuanya selain dirinya harus menunggunya di rumah diawal pekan. Tidak mungkin Yong Hwa tidak datang seperti dirinya mangkir dari pekerjaan, sebab Yong Hwa pasti merindukan Shin Hye dan anaknya.
Namun mungkin Yong Hwa tidak akan mampir ke rumah melainkan langsung pergi ke lokasi proyek. Itu sebabnya setelah makan siang Yoo Na pergi ke kantor Yong Hwa.

Benar saja, Yong Hwa tengah sibuk berdiskusi dengan seorang arsitek dan beberapa pegawainya yang lain saat Yoo Na datang. Dan dia tampak terkejut dengan kedatangan Yoo Na itu.
"Yoo Na-ya, apa kau tidak pergi ke Seoul?" tanyanya dengan ekspresi wajah yang tidak terlalu suka.
"Aniyo, aku juga mangkir kerja hari ini." tukas Yoo Na melangkah semakin dekat ke arahnya.
Beberapa orang yang sedang diskusi itu langsung membubarkan diri meninggalkan ruangan Yong Hwa.
"Wheo? Kenapa kau tidak kerja?"
"Kau bertanya kenapa? Kau sungguh tidak tahu penyebabnya atau hanya pura-pura tidak tahu?" balas gadis itu sengak.
"Kalau tahu tentu aku tidak akan bertanya, kau ini aneh."
"Penyebabnya itu kau, 2 hari kemarin kau tidak mengangkat teleponmu. Itu penyebabnya, apanya yang aneh?"
"Aigo... Aku bahkan akan pulang ke rumahmu."
"Iya, tapi karena aku di Seoul jadi meski kau pulang ke rumahku, kita tetap tidak bertemu. Dan yang setiap hari kau temui akhirnya sepupuku." Yoo Na menjawab emosi.
"Kau ini kenapa jadi membawa-bawa dia?"
"Karena memang dia sumber masalahnya asal kau tahu."
"Sumber masalah apa?"
"Kau bahkan tega berbohong padaku karena dia."
"Aku berbohong padamu?" Yong Hwa mengernyitkan kening.
"Saat kau kutelepon 2 hari lalu kau katakan sedang makan siang sendiri,  padahal kau sedang bersamanya. Kau jangan berusaha berbohong lagi, sebab dia yang mengakuinya sendiri." tandas Yoo Na.
Yong Hwa memejamkan mata.

"Lalu apa salahnya bila aku makan siang dengan temanku?" tatap Yong Hwa.
"Kau membohongiku, itu yang aku permasalahkan. Kenapa kau harus berbohong bila tidak menutupi sesuatu?"
"Aku tidak berbohong, aku memang sedang sendiri saat kau meneleponku."
"Babo-ya? Bukan saat kutelepon yang kumaksudkan. Tapi kau makan siang dengan siapa? Tanpa malu kau katakan sendirian padahal kau dengan Shin Hye. Kalian ini memang tidak tahu malu. Sama-sama tinggal di rumahku dan sama-sama menusukku dari belakang." semprot Yoo Na tanpa ampun.
"Jika itu yang kau jadikan masalah, jangan khawatir, aku akan segera pindah dari rumahmu. Jika perlu hari ini juga aku akan pergi."
"Sekarang kau akan mengecewakan kedua orangtuaku. Bagus, Jung Yong Hwa! Demi membela janda itu, kau bahkan tega mengecewakan orangtuaku."
"Aku sama sekali tidak memahamimu, Yoo Na-ya. Jadi apa sebenarnya maumu?" emosi Yong Hwa tak urung terpancing.
"Aku tidak suka kau dekat dengan sepupuku, kenapa kau masih bertanya?"
"Dia itu temanku, sama dengan kita. Apa salahnya aku hanya mengajaknya makan?"
"Teman? Kita hanya teman katamu?" Yoo Na memekik histeris.
"Menurutmu kita bukan teman?" tatap Yong Hwa.

Mata Yoo Na terbelalak lebar, tanpa bisa berkata dia berdiri lalu membalikan badan dan melangkah menuju pintu.
"Dasar brengsek!" umpatnya marah.
"Jadi menurutmu hubungan kita ini apa bila bukan teman? Apa kau pernah mendengar aku menyatakan cinta padamu?" susul Yong Hwa. "Atau apa aku pernah mengatakan iya setiap kali kau menyatakan perasaanmu padaku?" tambahnya berteriak.
Yoo Na membanting pintu sekeras yang ia bisa. Dengan langkah cepat ia meninggalkan kantor Yong Hwa. Wajahnya memerah menahan marah sedang kepalnya membulat kiri dan kanan. Apa harus dengan segamblang itu dia berkata tidak mencintainya? Jadi segenap kebaikannya selama ini tidak ada artinya sedikit pun untuk merubah sedikit saja perasaan Yong Hwa terhadapnya? Justru dengan mudahnya dia katakan, memilih pindah saja ketimbang mencoba mencintanya. Yoo Na menggeretakan rahang. Nampaknya ia harus membuat sesuatu yang akan disesali Yong Hwa karena telah bertindak arogan kepadanya.

Sambil berjalan menuju tempat parkir benaknya berputar memikirkan hal apa yang akan membuat pria itu menelan kembali ucapannya tersebut. Kurang ajar!

Yoo Na membawa mobilnya meninggalkan arena Resort dengan kecepatan tinggi. Kepalanya terasa panas karena menahan emosi. Untuk mendinginkannya ia harus pergi ke klub. Biar alkohol yang meredam gejolak di kepalanya itu. Atau ia akan menggila.
Tiba di klub ia memesan minuman paling keras, semakin cepat mabuk semakin cepat kepalanya kosong dari perasaan kesal. Dan tidak sampai tandas 1 botol, juga tidak membiarkan diri sampai hilang kesadaran, ia pulang. Sebentar lagi Yong Hwa pun pulang. Ia ingin melihat, benarkah Yong Hwa akan pergi dari rumahnya malam ini juga? Jika tidak lekas pulang, khawatir ia tidak bisa melihat pria itu pergi dari rumahnya.

Ia membawa lari mobilnya sempoyongan, pengaruh alkohol yang telah menguasai otaknya. Berulang-kali hampir bertubrukan dengan mobil lain. Syukurnya masih selamat. Namun saat hendak menuju pintu garasi rumahnya, dan mata mabuknya menangkap Jeep Wrangler di belakangnya. Mobilnya yang sedang berjalan lurus itu tiba-tiba berbelok ke pinggir dan bampernya menyambar tubuh seorang balita yang sedang menunggu mobilnya lewat untuk menyebrang. Di sebrang jalan persis samping pintu garasi, ibunya sedang menunggu balita itu. Namun melihat tubuh anaknya yang ditabrak sedan merah itu, diikuti oleh teriakan kerasnya, seketika ia pun menjerit histeris sambil berlari memburunya.
"Shin Woo-yaa...! Aniya... Andweee! Shin Woo-yaaa..."

Sementara Jeep Wrangler yang menempel di belakangnya, langsung berhenti. Yong Hwa pengemudinya keluar dari mobil. Dari kejauhan ia sudah melihat Shin Woo sedang berjalan di pinggir jalan untuk pulang, dan menjelang pintu garasi anak itu sengaja berhenti mempersilakan mobil lebih dulu memasuki garasi. Posisi berdirinya sama sekali tidak mengganggu, malah sangat minggir khawatir terserempet. Setelah mobil Yoo Na masuk, Yong Hwa bahkan berencana akan mengajaknya menaiki mobil membawanya menyebrang sampai di dalam garasi. Tapi saat matanya hanya fokus pada balita itu yang sudah berani main sendiri di taman, tiba-tiba mobil Yoo Na melaju ke arahnya dan bampernya tanpa dapat ditahan menyeret tubuh kecil itu sampai menjatuhkannya agak jauh.

TBC

One Fine DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang