30

794 162 19
                                    

"Aku tidak menyalahkanmu bila sekarang kau sedikit berubah daripada dulu. Kau menolak tegas perbedaan status sosial bagi calon mantu kita. Sebab siapa pun orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tapi aku sebagai ayah, lebih tidak mau melihat anak kita tidak bahagia hidup dengan pasangannya. Itu pasti akan membuat kita sangat berdosa, Yeobo. Begitu dasar pemikiranku mengapa aku nekat menyamar menemui wanita itu." imbuh Tn Jung membuat istrinya itu makin bungkam.

Ny Jung mencerna dalam-dalam yang dikatakan suaminya. Adalah benar dirinya memang dikenal rendah hati dan penyayang. Dirinya tidak pernah membedakan seorang itu kaya atau miskin, ajaran yang ditanamkan di dalam keluarganya. Dan notabene itulah dahulu yang membuat suaminya itu mabuk kepayang olehnya. Kecantikan yang dipancarkan dari keputihan hatinya. Lalu sekarang benarkah dirinya yang terlanjur mendapat image penyayang itu harus kehilangan anak semata wayangnya hanya karena gadis yang dipilihnya miskin. Rasanya tidak relevan dengan image-nya itu tadi. Meski bila dirinya sendiri menganggap sikapnya itu hanya untuk menggertak Yong Hwa. Dan hati kecilnya percaya Yong Hwa pasti lebih takut kehilangan orang tuanya daripada kehilangan gadis yang dicintainya.

Ny Jung tiba-tiba mengusap wajahnya. Perdebatannya dengan Tn Jung itu membuka matanya jika dirinya sekarang sudah berubah dari sikapnya dulu. Yaitu tidak suka membeda-bedakan orang berdasarkan status sosial. Sebab memang ia menolak mentah-mentah gadis miskin itu untuk menjadi pasangan hidup anaknya. Apa pun dalihnya, esensinya ia tetap menolak dan itu bertentangan dengan imagenya selama ini yang anti deferensiasi sosial atau tidak diskriminatif. Ia akhirnya menunduk dalam.
"Tolong pikirkan apa yang kukatakan dengan tenang, bila kau setuju denganku, kita harus panggil Yong Hwa supaya memperkenalkan wanita itu dengan anaknya pada kita. Eoh?" pinta Tn Jung. Ny Jung tidak menjawab, seperti tadi hanya diam.

Didorong oleh rasa penasarannya yang tinggi tentang gadis yang telah mencuri hati anaknya dan terutama penasaran terhadap cucunya, Ny Jung akhirnya setuju memanggil Yong Hwa supaya membawa anak dan wanita yang ingin dinikahinya itu ke rumahnya. Ganti Yong Hwa yang terkejut, tidak menduga sedikit pun dengan permintaan ibunya itu.
"Bagaimana, Eommoni?" tanyanya, bukan tidak paham tapi ingin lebih yakin saja bahwa telinganya tidak salah mendengar.
"Abeoji menyuruh kau datang ke rumah sambil ajak anakmu dan ibunya. Abeoji ingin kenal dengan mereka." pinta ibunya.
"Kapan? Sekarang, Eommoni?"
"Nde, kalau bisa sekarang. Kalau tidak kau segera luangkan waktu secepatnya."
"Jeongmal? Abeoji ingin bertemu dengan Shin Woo dan ibunya?" Yong Hwa masih saja sulit percaya.
"Apa Eommoni harus mengulangnya lagi mengatakan hal itu, Yong Hwa-ya?" ibunya jengkel.
"Ani. Aku mengerti. Tapi apa benar hanya Abeoji saja yang ingin bertemu dengan cucunya? Apa Eommoni tidak?" goda Yong Hwa.
"Ya, Eommoni juga."
"Geurae. Siang ini juga aku akan pergi ke rumah Abeoji membawa mereka. Sampai jumpa di rumah, Eommoni!" senyum Yong Hwa.
"Eoh."

Yong Hwa menutup teleponnya sambil bibir mengukir senyum.
"Abeoji menyuruhku pulang, Hyung. Jadi mohon maaf sekali kau harus melanjutkan pekerjaan sendiri." pamitnya kepada Yoon Park dengan wajah riang.
"Seingatku ini bukan yang pertama kau meninggalkanku dengan pekerjaan yang menumpuk. Nde, pergilah!" tukas Yoon Park senyum kecil mencium hal baik melihat wajah Yong Hwa ceria.
"Kamsahamnidha!" angguk Yong Hwa.

Pada jam itu Shin Woo saja masih di sekolah, tapi Yong Hwa tidak berniat mengganggunya dengan menjemput. Ia akan menunggu saja di rumah. Dan terang anak itu kaget saat tiba di rumah Yong Hwa sudah ada.
"Kenapa Appa sudah pulang? Apa sakit?" tanyanya memburu Yong Hwa yang duduk di sofa lalu tangan kecilnya meraba kening guna mengecek suhu.
"Aniyo. Appa sedang menunggu Shin Woo dan Eomma pulang." senyum Yong Hwa menanggapi tingkah anaknya.
"Kenapa menunggu kami?" Shin Hye pun mengernyit.
"Kalian tukar baju cepat. Pake pakaian yang paling baik. Kalau tidak ada dan perlu membeli yang baru, kita pergi beli." perintah Yong Hwa.
"Apa kita akan pergi?" tatap Shin Woo.
"Majja."
"Eodi?"
"Rumah Halabeoji. Appa pernah bilang bukan akan mengajak Shin Woo dan Eomma ke rumah Halabeoji? Ayo sekarang kita pergi kesana."
"Sebentar... maksudnya ke rumah...?" Shin Hye tidak segera tanggap, sebab seingatnya Yong Hwa baru saja mengatakan orang tuanya tidak menyukai dirinya.

"Eommoni tadi telepon menyuruhku pulang sambil mengajak kalian. Eommoni dan Abeoji ingin kenal dengan kalian." jelas Yong Hwa.
"Tapi bukankah...?" Shin Hye tidak lanjut.
"Aku pun sempat tidak percaya tadi, tapi kurasa setelah berpikir beberapa hari mereka berubah pikiran. Mungkin mereka jadi merestui kita, makanya sekarang ingin bertemu kalian. Dan memang tidak adil jika mereka tiba-tiba menolakmu tanpa mengenalmu lebih dulu." imbuh Yong Hwa.
"Benar mereka ingin bertemu denganku?" Shin Hye tetap ragu.
"Ibuku itu sebetulnya sangat baik. Kemarin dia tiba-tiba menolakmu tanpa ingin bertemu denganmu lebih dulu, sebab bila sudah bertemu khawatir dia tidak bisa menolakmu. Eommoni hanya ikut-ikutan Abeoji yang sudah menolakmu. Aku yakin begitu."
"Jeongmal?"
"Cepatlah sekarang ganti pakaian, kita secepatnya pergi ke rumah orang tuaku!" ajak Yong Hwa bersemangat.
"Nde."

Meski dengan hati berdebar Shin Hye mengikuti Yong Hwa. Duduk dijok belakang di dalam kendaraan Yong Hwa bersama Shin Woo di sebelahnya. Shin Woo tampak excited akan bertemu dengan kakeknya, sedangkan Shin Hye tak karuan rasa. Sebab sesungguhnya mereka itu sudah menolaknya. Itu sebabnya dia pun menolak membeli pakaian baru, apa jadinya sudah tampil habis-habisan tapi mereka tetap tidak menyukainya, dan pada akhirnya tetap menolaknya. Sebab baginya keinginan mereka mengenalnya bukan sinyalemen bahwa mereka akan menerimanya. Namun bisa saja hanya untuk semakin meyakinkan keputusan mereka menolak Shin Hye. Maka tidak ingin gede rasa. Cukup tampil dengan tidak mempermalukan Yong Hwa yang membawanya.

Sebaliknya Shin Woo, dia tidak tahu apa yang terjadi. Yang dia tahu dia bersama ayahnya melakukan perjalanan menuju Seoul, tempat yang pernah dijanjikan Yong Hwa akan membawanya. Jadi dia sangat bahagia. Mungkin ini pula perjalanan pertamanya dengan mengendarai mobil pribadi, sebab biasanya hanya naik bus sekolah. Acara jalan-jalan sekolahnya.
Sepanjang jalan keduanya tidak henti berceloteh. Shin Woo mempertanyakan setiap hal baru yang dilihatnya.
"Itu macet, Appa?" tunjuknya pada rentetan mobil menjelang gerbang tol. Dia mulai tahu bagaimana visual dari jalanan yang macet.
"Nde."
"Kenapa macet?"
"Mereka mau memasuki jalan tol."
"Jalan tol? Geuge mwoya?"
"Jalan tanpa hambatan. Tidak ada lampu merah. Larinya harus cepat dan tidak bisa berhenti sembarangan."
"Kapan kita bisa kesana? Ke jalan tol?" pasti dia penasaran lagi.
"Nanti kalau kita mau pergi keluar kota."
"Eonje?"
"Kapan-kapan." senyum Yong Hwa sambil melirik spion.

Kebalikannya dari Shin Woo yang tidak mau diam, Shin Hye justru seperti patung. Diam tak bergeming.
"Gwenchana?" tanya Yong Hwa melihatnya tegang.
"Ani, aku sangat gugup." tukasnya apa adanya.
"Tenang saja! Yang minta bertemu itu mereka, tidak ada yang harus dikhawatirkan."
"Tarik napas, Eomma! Lalu pejamkan mata. Eomma pusing mabuk perjalanan bukan?" nasehat Shin Woo sok tahu membuat Shin Hye menyunggingkan senyum kecil.
"Iya, Shin Woo benar. Tarik napas dan rileks ya? Tidak usah tegang." Yong Hwa mengamini.
"Eoh."

Dada Shin Hye semakin bertalu-talu kala Yong Hwa menghentikan mobilnya di depan sebuah pintu gerbang yang tertutup. Begitu melihat mobilnya, seorang security yang berjaga disitu membukanya serta mempersilakan Yong Hwa memasuki pekarangan rumah yang luas.
"Ige mwoya?" lagi terdengar suara Shin Woo bertanya. "Kita mau kemana, Appa?"
"Ke rumah Halabeoji. Ini dia rumah Halabeoji. Kita sudah sampai..." seru Yong Hwa sambil menghentikan mobilnya.
"Sudah sampai?" Shin Woo melihat ke sekeliling.
Halaman yang luas dan rumah yang besar. Bunga dan pepohonan yang tumbuh subur serta terawat. Sampai Yong Hwa membuka pintu disampingnya anak itu masih terpesona dengan suasana halaman. Yong Hwa kemudian melepas Seat belt yang melintangi tubuh Shin Woo lantas mengajaknya turun dari mobil.

TBC

One Fine DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang