Jenius

621 67 1
                                    

Pada saat penting itu, Krystal meraih pot kecil dari meja di belakangnya dan menghancurkannya di kepala Jongin.

Dengan suara tabrakan itu, gerakan Jongin terhenti , seluruh tubuhnya membeku.

Mengambil keuntungan dari kebingungan sesaatnya, Krystal melarikan diri dari genggamannya dan menjauh darinya.

"Krys, apakah kau benar-benar....memukulku?" Jongin tertawa dingin, dengan tatapan marah di matanya.

"Semuanya terjadi karena kau, Jongin. Di sana....tidak ada cinta di antara kita, jadi tidak ada kebencian juga. Kau telah memperlakukanku dengan sangat baik selama beberpa tahun terakhir, dan aku tidak berutang apapun padamu, karena aku telah melakukan yang terbaik untuk membalas kebaikanmu."

"Kau tidak berhutang apapun padaku? Krystal, ketika aku mencoba memenangkanmu, aku membelikanmu banyak barang. Bukankah aku yang memastikan kau tidak kedinginan dan dirawat dengan baik? Bagaimana bisakah kau mengatakan hal-hal ini? Tidakkah kau memiliki hati nurani, huh? Apakah anjing memakannya, apakah kau wanita tidak tahu terima kasih?" Jongin menutupi dahinya yang bengkak, mencibir sinis.

Krystal mempertahankan sikap tenangnya, tatapan yang dia gunakan untuk melihat Jongin sekaranh rumit, dengan tambahan kasihan.

"Benar, kau memang membelikanku banyak barang waktu itu, tetapi biaya gabungan semua hal itu mungkin kurang dari enam puluh tiga juta rupiah. Aku memberimu seratus dua puluh enam juta rupiah yang telah aku simpan untukmu digunakan sebagai uang muka apartemen. Apartemen itu dibeli dengan namamu sendiri, dan karena aku tidak menginginkan uang lagi, kau bisa memilikinya. Pada akhirnya, menurutmu siapa yang benar-benar berhutang budi pada yang lain?"

"Baik, jadi bahkan jika kau tidak berhutang padaku dari perspektif keuangan, bagaimana dengan emosional? Dapatkah kau memberikan nilai moneter untuk itu? Dapatkah kau menebus semua upaya emosional yang telah aku berikan selama berthaun-tahun ini?" Jongin meraung.

Krystal tersenyum samar setelah mendengar kata-katanya.

"Jongin, mengingat sudah berapa lama kita saling kenal, kau harus tahu bahwa aku bukan orang yang perhitungan. Tapi karena kau sudah mengungkitnya, aku mungkin akan mengatakan yang sebenarnya. Jujur saja, kau sudah sangat baik bagiku beberapa tahun terakhir ini, tetapi aku juga tidak memperlakukanmu dengan buruk. Aku sering mengunjungi orang tuamu, dan ketika kerabatmu datang ke rumah sakit untuk perawatan, tidak hanya aku yang menarik koneksi untuk mendapatkan mereka kamar rumah sakit, aku juga mengawasi dan merawat mereka sepanjang malam. Semua ini untukmu, dan yang paling penting....Jongin, aku meminta padamu, jika kau tidak memilikku, apakah kau akan selesai pada seperti saat ini? Apakah kau pikir kau akan berhasil menjadi dokter di Rumah Sakit ini?"

"Kamu...apa maksudmu?" Jongin jelas merasa marah.

"Maksudku sudah jelas. Dengan nilaimu, kau tidak akan pernah lulus dari sekolah kedokteran. Aku adalah orang yang menulis tesismu, dan karena tesismu tentang teknik dalam Oftalmologi sangat luar biasa, Departemen Oftalmologi Rumah Sakit Pertama membuat pengecualian dan diterima. Dan bahkan setelah itu, selama bertahun-tahun kau telah bekerja, setiap kali kau harus menulis tesis atau laporan, aku adalah orang yang menuliskannya untukmu. Bukankah itu cukup? pada saat ini,  apa yang harus aku bayar?"

Setelah Jongin selesai mendengarkan Krystal berbicara, dia tidak bisa berkata-kata...

Jika Krystal tidak mengingatkannya, dia hampir akan membodohi dirinya sendiri dengan berpikir bahwa dia adalah dokter mata yang luar biasa.

Tapi semuanya dilakukan oleh Krystal atas namanya, karena nilai-nilainya selama sekolah kedokteran sangat biasa-biasa saja.

Saat itu, ketika dekat dengan kelulusan, dia merasa terlalu tertekan dan sering tidak masuk kelas hanya untuk bermain game dengan teman sekamarnya.

Pada akhirnya, dia hampir tidak bisa lulus. Bahkan komponen yang paing penting dalam kelulusannya, tesisnya, ditulis oleh Krystal.

Dan karena tesis yang sangat bagus itu, dia diberi kesempatan untuk bekerja di Rumah Sakit Pertama.

Sejak itu, setiap kali rumah sakit melakukan evaluasi karyawan, ia akan meminta Krystal untuk membantunya mempersiapkan diri.

Dia menikmati hasilnya, merasa seolah reputasinya sebagai dokter jenius dibenarkan. Namun, apakah dia benar-benar jenius?

Tentu saja tidak, orang lain yang jenius, tetapi mereka tidak tahu itu.

"Jadi apa yang kau inginkan? Apakah kau akan melaporkanku ke rumah sakit? Tidak ada yang percaya, bagaimanapun juga...tidak ada bukti," kata Jongin dengan puas.

Mata Krystal dipenuhi dengan kekecewaan setelah mendengar apa yang dia katakan. Dia tidak tahu bahwa seseorang bisa menjadi sangat terlihat hina setelah putus.

"Bukti? Tentu saja, aku punya bukti."

"Benarkah? Aku tidak percaya. Kau sangat mempercayaiku, jadi tidak mungkin kau akan meninggalkan bukti apapun." Jongin tetap pantang menyerah, tetapi pikirannya menjadi cemas.

Masa Mudaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang