(14) Story IG

31 4 0
                                    

Jakarta,23/12/2017
Vote&coment💯

⤵⤵⤵

"Heksa pulang lah ke rumah"

Heksa terdiam mendengar nya, ia tidak ada minat untuk kembali ke rumah itu "Untuk apa saya kembali kesana"

Wijaya mengusap wajahnya gusar anaknya memang keras kepala seperti dirinya "Sudah cukup kaburnya"

"Saya pergi karena ulah anda"

"Heksa jaga ucapan mu" Geram Wijaya

"Memang benar, anda mementingkan pekerjaan dan meninggalkan istri anda yang sedang sekarat di rumah sakit"

Wijaya menatap Heksa tajam "Jangan asal bicara, kamu tidak tahu apa-apa" Hardik Wijaya

Heksa berdecih "Cih memang benar itu kenyataan nya"

"Itu tidak benar"

"Sangkal saja terus" Ucap Heksa tersenyum sinis

"HEKSA" Bentak Wijaya karena sudah sangat emosi

"Saya tidak akan sudi kembali ke sana dan berhenti mengirimkan saya uang, waktu anda sudah habis saya permisi" Heksa berjalan meninggalkan taman

"HEKSA PAPAH BELUM SELESAI" Teriak Wijaya namun ia tidak bisa mencegah anaknya karena jantung nya terasa nyeri, ia memegang dada nya dan menghirup udara untuk menetralkan rasa sakit. Menghadapi Heksa membuat tensi darah nya naik

⤵⤵⤵

Saya menghela nafas gusar karena belum menemukan keberadaan Esa, saya sudah kembali ke dalam GOR namun Esa juga belum terlihat. Ini yang terakhir saya mencarinya jika tidak ketemu juga saya akan menyerah mencarinya, saya berjalan menuju belakang GOR namun ketika hendak melangkah menuju taman saya melihat dua orang yang sangat saya kenal

Yaitu coach Wijaya dan Esa, sepertinya mereka sedang berbicara serius. Saya berjalan hati-hati dan mengumpat di sisi tembok untuk menguping pembicaraan mereka

Pembicaraan mereka terdengar samar-samar, saya melihat dari ekspresi kedua wajah mereka sepertinya sedang bersitegang. Mata saya membulat kala mendengar ucapan coach Wijaya jadi selama ini Esa adalah anak dari coach Wijaya. Pantas saja mereka saling menatap ketika bertemu saat Esa mengantar saya ke GOR, saya melihat Esa yang berjalan ke arah sini buru-buru saya merapatkan diri ke tembok agar ia tidak melihat saya

Saya menetralkan mimik wajah saya agar terlihat biasa saja di hadapan Esa setelah itu berjalan menyusul Esa

"ESA" Saya berteriak kencang karena sedari tadi ia saya panggil tidak menoleh.
Berhasil Esa membalikan badannya menghadap saya

"Di panggil juga dari tadi" Gerutu saya kesal

"Sorry"

"Hhh dari mana aja Sa" Tanya saya berbasa-basi padahal saya sudah tahu

"Nyari angin"

Saya mengangguk "Sa makan yu, lu belum makan kan?" Dengan memajukan box nasi yang saya pegang

"Belum"

Setumpuk RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang