Bab 1

10.8K 455 11
                                    

Hai hai ... aku kembali nih, dengan cerita baru. Banyak kejutan di cerita ini.

Semoga suka yak

.

Terasa embusan angin kali ini begitu panas menerpa wajah dan kulitku, padahal belum ada jam sepuluh pagi. Hari ini, aku ada janji bertemu dengan seseorang.

Samar, terlihat dari sini. Seseorang yang kutunggu sepuluh menit lalu itu akhirnya datang. Kemeja lengan pendek berwarna biru langit, dengan name tag Krisna Anjasmara itu kian mendekat. Lalu duduk di sampingku.

Namun, ada sesuatu yang mengganjal dalam hati ini. Kenapa wajahnya terlihat datar, tak biasanya dia seperti itu.

"Ada masalah di pabrik, ya, Mas?" Aku bertanya saat dia baru saja duduk.

Hening sesaat. Terdengar helaan napas kasarnya berulang kali. Pandangannya masih lurus ke depan. Entah sedang melihat apa.

Di taman kota yang sepi ini, hanya ada beberapa pengunjung saja. Sebagian hanya duduk sambil memainkan ponsel, sebagian lagi membaca buku. Sementara, aku duduk bersama Mas Krisna dengan hati yang sedikit was-was dan khawatir.

"Nggak," jawabnya singkat. Masih tak mau menatapku. "Ada apa? Aku tak punya banyak waktu."

"Aku cuma mau menyampaikan satu hal sama kamu, Mas," ucapku hati-hati.

Aku berniat untuk mengatakan yang sebenarnya tentang Zahra, anakku. Aku tak ingin menutupi keberadaan Zahra pada Mas Krisna terus menerus.

"Aku udah tahu apa yang ingin kamu sampaikan."

"A-apa, Mas?" Aku mulai resah. Sepertinya ada sesuatu yang akan meledak sekarang.

"Aku kecewa sama kamu, Din." Laki-laki yang sedang duduk bersebelahan denganku itu terlihat marah. Tangannya mengepal di atas paha.

"Maaf, Mas. Maksud Mas, apa?"

Mas Krisna tiba-tiba berdiri tegap di hadapan. Aku sampai mendongak menatapnya. Beberapa kali dia mengusap wajah kasar. Seperti frustrasi.

"Apa?!" bentakannya membuatku kaget. Sebelum ini Mas Krisna tak pernah berkata keras, apalagi sampai membentakku. "Kamu tega, Din!"

Aku menunduk. Tak mampu lagi melihat wajahnya yang memerah itu. Pandanganku mengabur, terhalang oleh air yang siap mengalir dari mata. Aku tak pernah melihatnya semarah ini.

"Nggak perlu alasan lagi, Din. Aku sudah tahu kebohonganmu selama ini. Ternyata kamu sudah punya anak."

Kuremas rok yang menutupi pahaku. Dada terasa sesak sekali. Bagaimana tidak, aku telah mengecewakan seseorang yang beberapa bulan ini baik dan perhatian padaku.

Akhirnya air mata yang sedari tadi kutahan lolos begitu saja.

"Dan aku tahu, dia tak punya ayah."

Mulut kututup dengan kedua tangan. Demi meredam isak yang semakin keras. Terasa ada yang meremas dadaku saat ini. Sakit.

"Maaf, aku harap kita tak akan bertemu lagi untuk kedepannya," lanjutnya lagi.

Punggungnya semakin menjauh lalu, menghilang dengan cepat. Aku hanya bisa menatapnya dari sini. Bulir bening yang mengalir seakan tak bisa menghentikan langkahnya untuk tetap bersamaku. Aku telah membuatnya kecewa.

Padahal hari ini, aku akan mengatakan yang sebenarnya. Mas Krisna, laki-laki yang beberapa bulan ini membersamaiku itu terlanjur kecewa. Aku tahu, mungkin ini memang salah besar. Namun, aku bisa apa?

Ayah Untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang