XIV

153 22 0
                                        

Seungwoo duduk di depan kemudi sambil tersenyum. Entah mengapa hatiku sedikit khawatir melihat senyumnya itu. Pasalnya, ini pertama kali aku melihatnya menyetir.

"Kau yakin?" tanyaku.

"Sudah lama, tapi kurasa aku masih mengingatnya," gumamnya, kemudian mulai memacu mobil ke luar dari halaman rumahku.

Ia tampak tenang dan fokus melihat jalanan yang sudah semakin lengang. Aku menyandarkan diri di kursi, setidaknya perjalanan terasa nyaman sampai saat ini dan belum ada kendala yang berarti.

Aku melirik sosoknya yang masih tampak serius. Ia mengenakan topi dan kacamata, juga syal yang melilit di leher. Aku sedikit mendandaninya seperti Manajer Oppa, agar siapa saja yang tak sengaja melihat mobil ini mengira aku sedang pergi bersama Manajer Oppa. Meski aku sendiri juga sudah menutup wajah sedemikian rupa agar tak dikenali.

"Kakimu ...."

"Aku sudah beristirahat sejak tampil terakhir kali, jadi tidak apa-apa."

"Dokter bilang apa?"

"Aku hanya terlalu banyak berlatih." Ia melirik sejenak sambil tersenyum.

"Baiklah, aku percaya," ujarku sambil menghela napas.

Seoul di malam hari terlihat cukup sepi. Entah ke mana ia membawaku pergi, tapi rasanya aku tak akan menolak meski ia tak membawaku kembali lagi. Ah, selemah itukah aku padanya?

Tiba-tiba, Seungwoo membelokkan mobil dan memarkirnya di sebuah lahan kosong dekat pantai Gyongpo. Ia membuka sabuk pengaman dan bercermin di kaca spion sebelum turun dari mobil.

Aku yang terkejut masih terdiam di tempat dan hanya memperhatikannya. Pantai? Untuk apa kami ke pantai malam-malam begini?

Seungwoo membuka pintu mobil di sampingku dan membukakan sabuk pengamanku tanpa berbicara sepatah kata pun.

"Mengapa kita ke sini?" tanyaku, tak tahan untuk segera bertanya.

"Aku melihat tempat ini dalam perjalanan tadi, dan ingin melihatnya bersamamu."

"Apa yang akan kita lihat malam-malam begini?"

Ia sedikit terkejut mendengar perkataanku. "Maafkan aku," gumamnya.

Aku terdiam sejenak melihat ia yang terus berdiri mematung, mungkin merasa bersalah.

"Baiklah, ayo kita melihat-lihat." Aku segera berjalan mendahuluinya memasuki kawasan pantai.

Kami bertemu dengan seorang lelaki tua penjaga pantai ini dan meminta izin untuk berjalan-jalan sebentar. Ia mengizinkan dengan syarat jangan terlalu lama dan tak boleh terlalu dekat dengan air karena sedang pasang.

"Aku hanya berpikir, rasanya menyenangkan jika berjalan di sini bersamamu saat musim panas." Seungwoo bergumam sambil menunduk.

"Tapi kita malah datang saat musim gugur, itu pun malam hari baru bisa berjalan dengan tenang."

"Aku senang, kok," ucapku sambil menyentuh tangannya yang sedari tadi terayun di sampingku.

Seungwoo menoleh dan tersenyum. Ia kemudian menggenggam tanganku dan memasukkannya ke dalam saku mantel. Hangatnya jadi dua kali lipat.

Kami berjalan menyusuri pasir yang lembab ditemani angin yang berembus cukup kencang. Suara desir ombak yang saling bersahutan, membuat suasana malam tak begitu sunyi meski hanya kami berdua yang berada di sini.

"Ayo duduk di sana," ajak Seungwoo sambil menunjuk ke sebuah bangku kayu.

Aku berlari mendahuluinya dan segera duduk di bangku itu sambil menyandarkan diri. Seungwoo tersenyum dan duduk di sebelahku, matanya menatap ke langit malam yang kosong. Hanya ada bulan sabit berdiri seorang diri di sana.

My Sexy Captain | Han SeungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang