14. Menyeka Sebuah Jejak Part (1)

19 1 0
                                    

Bag. 14 

Pagi tak cerah. Mungkin perasaanku yang menyebabkan rasanya begitu. Sejak pertengkaran dengan Cristie hari itu, hubunganku dan Cristie tidak lagi sebaik semula. Meskipun sebenarnya Cristie sudah pernah mengucapkan kata maaf, tapi tetap saja pertemanan kami terasa sedikit asing. Aku tidak nyaman lagi membahas permasalah pribadi dengannya. Apa lagi tentang Adila. Dia juga sama, tidak pernah lagi mempertanyakan permasalahan pribadi. Selama di lingkungan kerja, aku profesional. Tapi sebagai teman, aku sedikit membatasi.

Sehari setelah kejadian itu, Davit datang lagi ke butik kami. Dia datang dengan maksud meminta maaf dengan membawakan makan siang untukku dan Cristie. Dia berkata, niatnya datang ke sini hanya ingin berteman. Dia tidak berniat macam‐macam, apalagi masih menaruh harapan padaku. Aku tidak mempermasalahkan keinginannya berteman selama itu positif. Toh, tidak selayaknya aku memutuskan silaturahim. Selama dia tidak aneh‐aneh, tidak ada masalah.

Tidak terasa, sudah sebulan hariku di Malaysia. Rutinitas sebulan ini kuhabiskan untuk mencari di mana seseorang yang bernama Rania, sahabat Adila seperti yang Fatma katakan. Sempat aku mencoba menghubunginya lewat media sosial facebook, tapi massage‐ku tidak dihiraukannya. Profil di facebook‐nya juga terkunci, sehingga aku tidak bisa menemukan alamat atau nomor teleponnya. Ternyata benar, bukan perkara mudah menemukan seseorang bernama Rania
di kota ini. Bahkan bisa jadi Rania sudah tidak lagi di Kuala Lumpur.

Minggu lalu, aku kembali mengunjungi kampus mereka. Aku mendatangi bagian administrasi yang mengurus bagian data dan informasi. Aku berharap bisa mendapatkan sedikit informasi di sana. Namun ternyata tidak semudah yang aku pikirkan. Kampus tidak memberikan sedikit pun informasi seputar data pribadi mahasiswanya. Oh.., rasanya ingin menyerah. Cukup melelahkan karena aku masih tidak mendapatkan petunjuk apa pun. Aku berpikir, lebih baik aku bersabar dan berdoa. Mungkin ini sebuah ujian untukku. Pagi ini, sebelum berangkat ke butik, aku berencana untuk singgah di sebuah pusat perbelanjaan. Tentunya aku telah menghubungi Cristie terlebih dahulu untuk mengabarkan keterlambatanku. Sabtu depan, suamiku akan
berulang tahun. Rencananya dia akan pulang ke sini bersamaku.

Memang, sejak aku pindah ke sini, belum sekali pun dia mengunjungiku. Aku sudah sangat rindu padanya. Sebulan ini, dia tampak begitu sibuk dengan upayanya mengajukan mutasi ke Malaysia. Keinginannya membantuku sungguh‐sungguh serius. Dia bahkan rela mengupayakan segala cara agar bisa dipindahtugaskan di KL. Aku selalu berdoa semoga jalannya dimudahkan. Mobilku melaju menuju kawasan perbelanjaan di Bukit Bintang. Tujuan utamaku adalah Sungei Wang Plaza. Plaza ini merupakan pusat perbelanjaan favorit Cristie dan juga ratusan turis lainnya. Tempatnya indah dan menawan. Rasanya tinggal di KL belum lengkap jika tidak tahu tentang Sungei Wang Plaza. 

Sempat aku berkeliling terlebih dahulu untuk mengenali jalan‐jalannya, karena biasanya, hari‐hariku hanya kuhabiskan di butik dan di kondo saja. Aku jarang keluar rumah untuk berlibur.Setelah memarkirkan mobil, aku berjalan kaki mengelilingi setiap toko yang terlihat. Aku sempat bingung hendak membeli apa. Tidak mungkin jika aku membelikannya
pakaian. Daripada membeli pakaian, aku lebih tertarik untuk membuatkannya sendiri. Akan lebih berharga jika itu handmade dariku. Namun sayangnya, aku tidak punya banyak
waktu. Lagian, pakaian laki‐laki bukan keahlianku. Setelah beberapa menit berkeliling, kuputuskan untuk membelikannya sebuah jam tangan berwarna hitam bermerek Omega. Harapku agar dia lebih menghargai waktu. Dia harus selalu ingat, ada istri yang menunggunya di negeri orang.

Satu jam sudah waktu berselang. Karena sibuk berbelanja, aku melupakan ponselku yang ternyata sudah berdering sejak tadi. Aku baru tersadar ketika Cristie mengirim sebuah pesan di WA. Dia memintaku untuk tidak berlama‐lama karena ada pekerjaan yang tengah menanti.
Aku membalasnya dengan jawaban 'iya'. Segera aku keluar dari kawasan plaza ini dan menuju
parkiran mobil. Aku kemudikan mobilku menuju butik. Jarak antara butik dan plaza ini tidak jauh. Masih sama‐sama di kawasan Bukit Bintang. Namun saat aku keluar dari halaman
depan plaza, dari kejauhan aku melihat seseorang yang sangat tidak asing. Kembali kuamati wajahnya dengan teliti. Sungguh, wajahnya benar‐benar tidak asing. Wajah itu sangat
mirip dengan gadis yang sering kulihat di foto. Rania. Ya, aku yakin sekali, itu memang dia. Hanya sedikit berbeda karena kali ini dia memakai hijab.

Aku paksakan mobilku memutar haluan ke arah berlawanan. Namun karena berputar, jarak antara aku dan dia semakin jauh. Aku putuskan untuk memarkirkan mobilku di pinggir jalan, lalu berlari mengejarnya. Dia terlihat berjalan menuju sebuah restoran Thailand di sana. Keramaian lalu lintas mulai terlihat kala itu. Saat aku menyeberangi jalan untuk mengejarnya, sebuah mobil melaju cukup kencang ke arahku. Aku yang terfokus mengejar Rania, sungguh tidak menyadari laju mobil tersebut. Aku baru tersadar ketika klakson mobil itu menyapaku. Alhasil, tabrakan pun tak terelakkan. Mobil itu menyerempet sebagian tubuhku. Beberapa meter kurasakan tubuhku terbanting. Memang tak serta merta aku terlempar, karena aku sempat berusaha menghindar sebelum akan tertabrak. Namun benturan tetap tak terilakan pada bagian depan tubuhku.

Aku terpental di pinggir jalan. Rasa sakit mulai terasa di sekujur tubuhku. Beruntung aku masih sempat sadar beberapa menit setelah tertabrak. Orang‐orang segera berkumpul mengitariku. Aku merasakan luka pada bagian kepala dan lengan. Perihnya membuat aku merintih. Namun
betapa kagetnya aku ketika seseorang berteriak menunjuk ke arah kakiku.

"Ada darah di kakinya!" seru seorang ibu.

Aku menundukkan kepala menatap kangkangan kakiku. Seperti yang mereka katakan, darah segar mengalir dari kakiku. Darah itu terasa mengalir dari pangkal paha, menjalar ke paha, betis, hingga mata kaki. Tubuhku bergetar hebat.

"Aku berdarah. Darah apa ini?," teriakku.  

***

ENIGMA : Ketika Adil-Nya Kau PertanyakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang