6

17 5 0
                                    

Reymond melangkahkan kakinya dengan malas menuju pintu utama rumahnya, yang membuatnya semakin malas adalah karena ia melihat sebuah mobil yang sudah tidak asing terparkir rapi digarasi rumahnya, membuatnya berdecak kesal.

Reymond mendorong kenop pintu masuk utama. Pertama yang ia lihat adalah seorang pria paruh baya yang sedang menyeruput secangkir kopi dan membaca berkas-berkas yang berada ditangannya.

Dengan tidak sopannya Reymond terus berjalan tanpa menyapa bahkan melirik pria itu. Ia berjalan lurus menuju tangga dan naik ke kamarnya yang berada dilantai atas, namun langkahnya terhenti ketika suara bariton bergema.

"Reymond kamu sudah makan?" ucap Hendra. Ayah Reymond. Penuh perhatian.

"Selera makan saya hilang karena keberadaan anda" ucap Reymond dingin dan kembali melangkah hingga sampai tujuan. Ia memutar kenop pintu kamarnya dan mendorongnya untuk masuk, lalu menutupnya dengan hentakan keras.

Hendra menggeleng pelan melihat tingkah anaknya yang berubah drastis. Dulu Reymond sangat sopan terhadapnya dan dia juga sangat patuh, tapi sekarang sungguh bukan Reymond yang ia kenal, Reymond yang ini sangat dingin dan tidak sopan dan itu terjadi sejak Ibundanya meninggal dunia.

Siswa XII IPA 3 sedang duduk bergerombol dibawah rimbunnya pohon, ditepi lapangan. Mereka sekarang sedang menerima materi olahraga.

"Sekarang silahkan lakukan seperti yang ibu jelaskan" ucap Bu Tuti selaku guru dibidang olahraga.

"Iya Bu ..." Ucap siswa serempak.

Mereka mulai mengatur barisan dan melakukan pamanasan, hari ini mereka akan praktek permainan bola basket.

Rani pov.

Aku sekarang sedang melakukan pemanasan bersama teman-teman kelasku. Aku berada dibarisan dekat Lia dan Rere. Tentu saja mereka sahabatku sejak MOS.

"Kalian pasti sudah paham penjelasan Bu Tuti, sekarang buat lingkaran masing-masing beranggotakan lima orang" jelas Reymond.

Aku segera membentuk lingkaranku, anggotanya sudah jelas aku, Lia, Rere. Tapi kami kekurangan dua orang lagi, dan yang lain sudah lengkap anggotanya.

"Ran gimana nih? Kita kurang dua orang lagi" ucap Lia.

"Panikan banget sih lo" ucap Rere menoyor kepala Lia pelan.

"Hmm... Lo nggak liat sana" ucapku menunjuk kearah seorang siswa yang berdiri sendiri. Sontak Lia dan Rere mengikuti arah telunjukku.

"Ran emang nggak ada yang lain?" Ucap Rere dengan wajah cemasnya.

"Emang ada apa dengan dia?" Tanyaku bingung. Jujur aku belum pernah melihatnya karena dia bukan sekelasku sewaktu kelas X atau XI. bahkan aku baru tau kalau dia sekolah disini.

"Lo beneran gak tau Ran?" Tanya Lia padaku. Aku hanya mengangguk polos, karena aku benar-benar tidak tahu tentang dia.

"Dia itu Leon! Entahlah gue gak tau jelas posisinya apa, tapi dia selalu dibarisan depan kalau ada tawuran" jelas Rere.

"Dia juga sering berantem dan namanya menjadi pemecah rekor di BP" ucap Lia berlebihan.

"Kalau gitu kenapa dia gak dikeluarin dari sekolah saja?" Ucapku datar.

" Ya ampun Rani, lo kudet banget sih. Leon itu anak pemilik yayasan sekolah kita, lo tau gedung sekolah yang direnovasi? Itu orang tuanya yang biayai" jelas Rere frustasi.

"Terus?" Ucapku tak pusing dengan masalahnya, siapa namanya? Leon? Singa? Entahlah bodo amat.

"Terserah lo deh, gue cuma ngingetin lo jangan sampe dapat masalah gara-gara dia" ucap Rere memperingatiku.

RAMONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang