9

9 2 0
                                    

Paparan terik matahari seperti mencabik-cabik kulit Reymond dan Rani. mereka mulai kelelahan, keringat bercucuran mengalir menjelajahi tubuh yang masih berdiri tegap, meski hanya dengan satu kaki.

"Gara-gara lo, kita jadi begini" gerutu Reymond menyalahkan Rani.

"Salahin aja terus gue" ketus Rani.

"Kan, emang salah lo" ucap Reymond sambil menoleh melihat keadaan dan mengganti posisi kakinya.

"Nyebelin banget sih!" Ucap Rani seraya mendorong Reymond hingga tersungkur kebawah.

Reymond terkejut dan menatap nyalang pada Rani, bokongnya terasa sakit, tambah lagi tangannya yang berdenyut nyeri akibat menahan tubuhnya tadi.

"Lo gila?!" Umpat Reymond.

"Iya! Gue gila karena berteman sama orang gila kayak lo!" Bentak Rani dengan emosi yang menggebu-gebu.

Reymond bergeming, ini sudah kesekian kalinya ia melihat Rani marah, namun kali ini Rani benar-benar marah hingga wajahnya berubah merah padam, matanya berkaca-kaca yang siap  meluapkan air mata dan tangannya terkepal kuat menampakkan garis-garis uratnya.

Hal ini membuat Reymond merasa sangat bersalah, menurutnya membuat Rani marah itu lucu, karena ia bisa melihat pipi Rani yang menggembung dan memerah, itu memiliki kesenangan tersendiri bagi Reymond. Tapi jika marahnya seperti ini, Reymond merasa sangat bersalah.

"Ra–Ran, Maafin gue" untuk kesekian kalianya Reymond meminta maaf pada Rani, dia akan minta maaf jika itu sudah membuatnya benar-benar terasa tersakiti.

Yang membuat Reymond merasa sakit adalah ketika melihat Rani menangis dan diam. Dan semua itu karena ulahnya.

Hanya pada Reymond, Rani menampakkan pribadinya yang selalu ia sembunyikan.

Rani memalingkan wajahnya menghadap kembali pada tiang bendera, ia melakukan itu karena menyembunyikan air matanya dari Reymond, ia tidak mau terus-terusan menangis didepan Reymond.

"KALIAN!"

Suara gertakan tersebut membuat Rani dan Reymond terperanjat kemudian segera pada posisi semula, bagaimana tidak orang yang menggertak itu adalah Pak Didu.

Pak Didu berjalan mendekati Reymond dan Rani, berdiri dihadapannya dengan berkacak pinggang.

"Bagus, jadi selama bapak tidak ada, kalian santai-santai?" Ucap Pak Didu.

"Tidak Pak!" Ucap Rani dan Reymond serempak.

"Jadi mata bapak yang salah?" Tanya Pak Didu meninggikan sebelah alisnya.

"Iya Pak, pasti tadi bapak lupa pake kacamatanya, jadi salah lihat kan Pak" ucap Reymond.

"Kalian terlalu pintar, tapi mata saya masih jernih walau tidak pake kacamata. Sekarang  Bapak punya hadiah untuk kalian" ucap Pak Didu tersenyum ramah.

Kok perasaan gue ngga enak ya? Batin Rani.

"Wow... Bapak baik banget mau kasi kita hadiah" ucap Reymond antusias.

"Iya dong, Sekarang hadiahnya... Kalian lari keliling lapangan lima putaran" ucap Pak Didu enteng. Lalu kembali masuk ke Kelas.

Udah ku tebak, Batin Rani.

Reymond melongo, sedangkan Rani nampak biasa-biasa saja. Rani pun segera menyelesaikan hukumannya agar bisa beristirahat. Dari belakang Reymond sudah mengekor, Mereka berlari beriringan.

"Ini sih bukan Sekolah namanya, tapi tempat pelatihan kemiliteran" gerutu Reymond dengan terengah-engah.

"Ngeluh mulu lo" ketus Rani.

RAMONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang