Sembilan

2.1K 88 1
                                    

"Gimana wawancara dengan Briptu Reihan?" tanya Fernanda ketika menjemput Anna di depan kontrakan.

Anna tersenyum dan mengeluarkan koran yang disembunyikannya. "Ini!"

Fernanda meraihnya dan melihat rubric tokoh minggu ini sudah memuat hasil wawancara Anna dengan Bribtu Reihan. Fernanda kemudian mengacak-acak rambut Anna. "Kamu emang paling hebat!" pujinya.

Anna teriak dan meraih tangan Fernanda yang terus mengacak-acak rambutnya. "Tapi nggak pake ngacak-ngacak rambut juga."

"Anna!!!!!" teriak Anggun dari dalam dan tak lama kemudian gadis itu sudah keluar dari rumah dengan koran di tangannya. "Lo penghianat besar, Na! Lo mewawancarai Briptu Reihan tanpa memberitahu gue? Penghianat lo, Na!" teriaknya dengan menunjukan berita yang ditulis Anna.

Anna meringis. "Peace!"

"Seharusnya gue yang wawancara Briptu Reihan, bukan lo, Na!" ucapnya dengan kecewa.

Anna tersenyum. "Sorry! Makanya lo itu kalo suka jangan malu-malu."

Fernanda yang berdiri di depan Anna ikut tertawa. "Jadi Anggun emang beneran suka sama Briptu Reihan?"

"Tanya aja sama orangnya!" sahut Anna.

"Lo kasih tahu Fernanda kalo gue suka sama Briptu Reihan ya, Na?"

"Lha, lo ngomongnya pake teriak-teriak gitu siapa juga yang nggak tahu? Palingan sekarang tetangga-tetangga sebelah juga pada tahu."

Anggun mendesah kecewa, kemudian membalikan badannya untuk kembali ke dalam rumah. "Apa yang harus gue lakukan dengan cinta gue ke Briptu Reihan?"

Fernanda dan Anna hanya geleng-geleng kepala melihat kelakukuan Anggun. Kemudian Fernanda kembali memandang Anna.

"Berangkat sekarang, yuk!" ajaknya.

"Mmm," sahut Anna. "Oh ya, soal traktiran kapan-kapanku, aku akan menepatinya siang ini, kamu bisa kan?"

"Tapi nggak ada pembatalan lagi, ya!"

"Iya, aku janji. Nggak ada pembatalan lagi."

***

"Kamu mau pesan apa?" tanya Anna kepada Fernanda yang ada di hadapannya. Di restoran yang berada tidak jauh dari kantor mereka, Anna menepati janjinya untuk mentraktir Fernanda.

Fernanda membaca daftar menu yang diberikan waiter.

"Saya pesan soto betawi dan minumannya es teh," ucap Fernanda kepada waiter dan langsung disambut tawa lirih dari Anna. "Kamu kenapa, Na?" tanya Fernanda.

"Kesukaanmu soto betawi."

Fernanda ikut tersenyum. "Iya, dong. Sebagai putra daerah harus mencintai makanan khas daerahnya dong."

Anna tersenyum dan mengangguk-anggukan kepalanya. "Saya sama dengan dia, Mas," kata Anna kepada waiter.

Seraya menunggu pesanan, Anna melayangkan pandangannya ke luar restoran yang dibatasi oleh kaca bening. Ia menompangkan dagunya dan membentuk sebuah khayalan indah di sana.

"Na," dan Fernanda tiba-tiba menghancurkan khayalan indah tersebut sebelum Anna menciptakannya.

Anna mengangkat wajahnya. "Mmm," gumamnya.

"Soal pengakuan cintaku tempo hari," Fernanda menarik napas. "Kamu nggak perlu jawab."

Anna menaikan alisnya dan menatap wajah Fernanda lekat-lekat. Kenapa begitu?

"Aku lebih nyaman dengan keadaan kita yang sekarang, dengan hubungan kita yang sekarang," jelasnya seolah bisa membaca pikiran Anna. "Orang-orang menyebutnya persahabatan. Dulu aku pikir aku tidak bisa bersahabat dengan orang yang kucintai, tapi setelah aku menjalani semua ini bersamamu, aku takut aku akan kehilangan kamu jika hubungan kita berubah. Mungkin awalnya kita akan lebih dekat, tapi kedepannya karena hubungan yang lebih spesial itu bisa membuat kita menjadi renggang. Dan aku nggak mau itu terjadi."

Antagonis (21+) (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang