"Na, kamu sudah menyelesaikan artikel kamu kan?" tanya Fern setelah menghampiri meja Anna.
Anna mengiyakan. "Kenapa?"
"Kirain aja belum," jawabnya. "Jangan lupa dikirim ya!"
"Abis ini aku kirim."
Fern berjalan meninggalkan meja Anna. Anna baru saja membuka email menggunakan computer kantor, namun ponselnya berdering. Pasti dari Reihan, akhir-akhir ini Reihan sangat intens menghubungi Anna.
Namun ketika Anna melihat layar ponsel, bukan nama Reihan yang menghiasinya, namun nama Anggun.
"Iya, Nggun. Ada apa?"
"Lo lembur ya?" tanya Anggun.
"Iya. Tapi bentar lagi gue pulang." Anna memandang layar ponsel dengan heran, kenapa tiba-tiba Anggun menelpon? "Ada apa, Nggun?"
"Cepat pulang. Ada yang ingin gue omongin sama lo."
"Iya. Bentar lagi gue pulang kok."
"Sampai ketemu di rumah."
Tut... Tut... Anggun memutuskan sambungan telepon. Anna memandang ponselnya dengan desahan pendek, kemudian ia kembali fokuskan dirinya ke pekerjaannya yang sebentar lagi selesai. Ia memandang jarum-jarum yang berdetak pada jam dinding yang tergantung di dinding ruangan kerjanya, jarum pendeknya menunjuk angka 7 dan jarum panjangnya menunjuk angka 6. Ia menarik napas lega karena email sudah berhasil ia kirim. Anna meraih tas jinjingnya dan pamitan kepada Fern.
"Aku pulang ya, Fern."
Fern mengangkat kepalanya. "Iya. Hati-hati ya, Na!"
Anna mengangguk. Anna memanggil tukang ojek yang ada tak jauh dari kantor dan menyebutkan alaman kontrakannya. Sejak Anggun menelpon, sampai Anna tiba di depan kontrakan, Anna masih penasaran dengan apa yang ingin Anggun bicarakan dengannya. Sejak Anggun mengetahui Reihan mantan Anna, dia belum pernah menelpon Anna. Baru hari ini. Firasat Anna mengatakan Anggun memiliki sesuatu yang penting.
"Aku pulang," salam Anna.
Begitu Anna masuk, Anggun sudah ada di ruang tamu. Ia memandangi Anna dengan tatapan yang Anna sendiri tidak bisa menjelaskan. Bukan lagi kesal atau marah, tapi iba. Kenapa Anggun memandangnya seperti itu?
"Duduk, Na!" pinta Anggun.
Anna mengernyitkan dahi. "Ada apa ya?" tanyanya dengan duduk di samping Anna.
Anggun mengeluarkan ponselnya dan mencari sesuatu di sana. Kemudian ia berikan ponsel tersebut kepada Anna. "Maaf kalo selama ini gue musuhin lo. Alasan pertama, emang gue kesel karena lo nggak terbuka sama gue. Kedua, gue patah hati karena ternyata Briptu Reihan itu mantan lo. Gue ikhlas kalo lo dan Briptu Reihan bahagia, tapi kalo kenyataannya begitu, gue nggak rela," ucapnya dengan menunjukan foto Reihan dengan seorang gadis berkebaya.
Anna memandang foto itu dengan seksama. Ia melihat Reihan mengenakan jas dan di sampingnya seorang gadis cantik berkebaya merah jambu tengah merangkul pinggang Reihan. Mereka berpose dengan senyuman yang mengembang. Setelah Anna melihat foto itu, ia kembali memandang Anggun.
"Satu minggu yang lalu saat gue meliput di kantor polisi, gue denger cerita dari Bripda Angel kalo Briptu Reihan sudah bertunangan sekitar satu tahun yang lalu. Tunangannya seorang dokter dan menetap di Bandung. Kata Bripda Angel, Reihan dan tunangannya akan menikah akhir tahun ini," Anggun menjelaskan.
Anna menatap Anggun dengan tidak percaya. Apa yang dikatakan Anggun barusan seperti kilatan petir yang tiba-tiba saja menggelegarkan jantung Anna. Anggun mengotak-atik ponselnya kembali dan menunjukan foto keluarga saat Reihan dan gadis itu bertunangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis (21+) (SELESAI)
Любовные романыZivanna Nadia terjebak nostalgia. Ia masih mencintai Reihan, mantannya saat SMA yang membencinya karena Anna pergi begitu saja. Lalu seetelah 7 tahun berlalu, Anna kembali bertemu dengan Reihan dan ia ingin menjelaskan ke Reihan bahwa ia bukan tokoh...