"Hari ini aku mau ke Bandung menemani Fern mengambil data dan mewawancarai ibu korban kasus yang diliputnya," ucap Anna ketika Reihan menelpon dan mengajaknya makan siang.
"Yah," desisnya kecewa. "Berarti aku nggak bisa lunch bareng kamu."
"Bisa lain kali," sahut Anna.
"Jadi kamu mau lain kali lunch bareng aku?" Reihan langsung menyahut dengan nada suara bersemangat.
Anna tersenyum tipis. "Asalkan kamu yang traktir."
"Oke."
"Tiap hari juga boleh. Lumayan buat pengiritan."
"Oke."
Anna menaikan alisnya mendengar Reihan yang hanya menjawab oke dan oke. Anna iseng meminta hal lainnya, apakah Reihan juga akan menjawab oke. "Ditraktir nonton aku juga mau kok. Kayaknya ada film bagus, deh."
"Oke. Kapan?"
Anna melongo mendengarnya. "Setiap ada film bagus. Aku suka film action."
"Kebetulan aku juga suka film action."
Anna tersenyum tipis. Ia ingin meminta yang lain. "Aku juga suka nonton konser, aku denger Taylor Swift mau konser di sini lagi. Tahun lalu aku nggak kebagian tiketnya," ujar Anna.
"Aku lagi yang traktir?" kali ini Reihan bertanya.
"Iya."
Anna mendengar Reihan bergumam, lalu menjawab, "oke." Tak lama kemudian ia melanjutkan. "Tapi dengan satu syarat."
"Apa?"
"Kamu harus jadi istriku."
Anna langsung terbatuk mendengarnya. Ia rela menjadi istri seseorang hanya karena tiket konset Taylor Swift?
"Kamu nggak mau?"
"Masa' dilamar hanya dengan tiket konser," jawabnya.
"Berarti kamu mau," Reihan menyimpulkan. "Selamat bekerja dan sampai jumpa di lunch romantis kita," tambahnya dengan menutup sambungan telepon tanpa menunggu jawaban dari Anna. Anna hanya tersenyum dengan tingkah laku Reihan. Untuk tingkah Reihan yang satu ini, ia tidak banyak berubah. Ia masih sama seperti yang sering ia lakukan kepada Anna saat mereka masih berstatus sebagai kekasih.
Baru beberapa menit Reihan memutuskan sambungan telepon, ponsel Anna berdering kembali. Kali ini dari Fernanda. "Iya, Fern. Aku lagi siap-siap. Aku segera ke sana. Maaf ya membuat kamu menunggu."
***
"Kamu nggak keberatan kan kita naik kereta?" tanya Fern ketika mereka sudah ada di dalam kereta api tujuan Bandung.
Anna yang duduk di depan Fern menggeleng pelan. "Nggak kok. Aku juga sudah lama nggak naik kereta."
Fern tersenyum dan memandangi Anna yang ada di hadapannya dengan lekat-lekat, seolah esok ia tidak dapat melihat Anna lagi. "Fern, kalo kamu pandangi aku kayak gitu terus, lama-lama aku bisa jadi maneken," ucap Anna dengan bergaya seperti maneken.
Fern terkekeh. "Kayaknya kamu cantikan jadi maneken lho," katanya.
Anna membulatkan matanya. "Kamu nggak serius kan?"
Fern tertawa semakin lebar dan ia kembali mengacak-acak rambut Anna. Anna mendengus kesal dengan merapikan rambutnya kembali. "Beberapa hari ini kamu nggak pake kaca mata, Na," ujar Fern.
Anna mengangguk. "Lagi males, jadi aku pake softlens."
"Ooohh," Fern menyahut dengan gumaman. "Gimana kamu sama Anggun, udah baikan?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis (21+) (SELESAI)
RomanceZivanna Nadia terjebak nostalgia. Ia masih mencintai Reihan, mantannya saat SMA yang membencinya karena Anna pergi begitu saja. Lalu seetelah 7 tahun berlalu, Anna kembali bertemu dengan Reihan dan ia ingin menjelaskan ke Reihan bahwa ia bukan tokoh...