PART 15 : TERKAPAR

6.5K 1.2K 254
                                    

Tak peduli berapa kali pun aku mencoba terlihat sempurna, dia akan selalu memiliki celah untuk mencaciku. Mungkin itu definisi lain dari sebuah pepatah ; cinta memang tidak bisa dipaksakan.

***

Gembulan mendengkus geli. Bahkan tubuhnya tidak bergeser satu inchi pun. Sebaliknya, cowok yang punya tampang belagu itu terlihat gusar karena sedikit terpental.

"Apa? Mau nyalahin gue?" Gembulan mendelik.

Bulu kuduk Marcel seketika meremang begitu melihat Gembulan geram. "Eh..eh.. nggak gitu. Sorry, sorry." Ia tiba-tiba mendekati Gembulan, lantas berbisik. "Please, gue duluan ya yang main."

Gembulan masih tak bereaksi. Ia hanya menatap Marcel sembari melipat kedua tangannya di depan dada, tampak terganggu dengan kehadiran cowok itu.

"Lo liat cewek yang duduk di sana?" Marcel mengacungkan telunjuknya ke sosok gadis yang duduk di salah satu sudut sembari bermain ponsel. "Nah, dia pacar gue."

"Siapa?" tanya Gembulan penasaran. Matanya menyipit.

"Pacar gue." Marcel mengulangi ucapannya dengan suara lebih jelas.

"SIAPA YANG NANYA BAMBANG? HAHAHA!" Gembulan terbahak. Kapan lagi bisa tertawa kencang seperti ini? Kalau di badan Gemaya, ia harus menjaga sikap, anggun dan berattitude.

Marcel mengangkat kepalan tangannya. Gemas ingin menjitak Gembulan.

"Asal lo tahu ya, gue pdkt sama dia hampir tiga tahun. Ya masa gue baru jadian tiga hari, udah putus gara-gara gue nggak berhasil nurutin dia buat dapetin boneka di box ini." Marcel melempar senyum jauh ke arah pacarnya, lantas kembali fokus pada Gembulan. "Gue duluan, ya?"

Gembulan berdecak sebal. "Yaudah lo duluan. Tapi kalo lo gagal sekali, gantian gue yang main, ya. Kalo gue gagal juga, balik lagi ke lo.  Bergiliran aja," tukasnya santai.

Marcel mengamit tangan gadis itu, menjabatnya erat lalu digoyang-goyangkan secara berlebihan.

"Makasih, makasih banget. Kebaikan lo benar-benar berjasa untuk keberlangsungan hubungan gue sama pacar gue. Kelak kalo nanti gue -"

"Banyak omong dah lo! Jadi main nggak, sih?" Gembulan ngegas. Pening mendengar kalimat-kalimat hiperbola yang diucapkan cowok itu.

Marcel langsung menciut. Mulutnya dikunci rapat. Cepat-cepat digesek kartu membernya ke kotak yang menempel di box kaca berisi bermacam-macam boneka. Kini fokusnya terpusat ke pencapit yang sedang bergerak mendekati boneka incarannya.

"Ayo dapet, dapet..." gumam Marcel. Tatapannya mengikuti arah pencapit yang mulai turun perlahan ke gundukan boneka di dasar box.

"Buahahaha siyaaan deh, lo." Gembulan menunjuk-nunjuk boneka yang diincar Marcel, baru saja menggelinding lagi ke tempat semula. "Sekarang giliran gue," tukas Gembulan girang.

Dilepas kacamatanya sejenak kemudian dilegantungkan di atas topi.

"Gue ngincer boneka penguin di pojokan itu." Gemaya memberi instruksi dengan serius. Meminta Marcel turut memperhatikan cara gadis itu bermain.

Tangan Gembulan menggenggam erat alat pengendali yang ada di luar box. Diarahkan ke samping kiri dulu sampai dirasa pas dengan letak boneka incarannya.
Gadis itu terdiam sejenak, menimbang-nimbang berhasil atau tidaknya ia di percobaan pertama. Setelah menarik napas panjang, ditekan tombol lingkaran merah di depannya dengan penuh keyakinan.

"Nggak mungkin bisa, posisi bonekanya aja susah banget. Harusnya lo itu ngincer boneka yang paling deket sama lo. Bukannya -"

Marcel merapatkan bibirnya. Ia tak bisa lagi berkata-kata. Tubuhnya juga mematung. Hanya bulu mata cowok itu yang mengerjap berulang kali seolah tak mempercayai penglihatannya sendiri.

GEMAYA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang