"Pacar? Si Gembulan punya pacar?" tanya Dewangga sangsi. Tatapan tak percaya dari sorot matanya yang memancar, membuat Gembulan salah paham.
"Emang kenapa? Nggak boleh?" balas Gembulan sembari berkacak pinggang. "Cewek gendut kayak gue, nggak boleh punya pacar ganteng?"
Dewangga mendengkus kesal. Ganteng? Errr, badan doang yang gede, kalo soal tampang masih gantengan guelah.
"Gue nggak maksud gitu, Gem." Dewangga jadi tak enak hati. "Soalnya dari pertama kita ketemu, lo nggak bilang kalo udah punya pacar."
Bukannya merasa lebih baik, Gembulan malah makin kesal. "Lah, lo kan nggak nanya."
Dewangga meneguk ludah. Keringat dingin membasahi dahinya. Baru kali pertama ia merasa begitu gugup hanya karena dipojokkan oleh seorang gadis.
Padahal sebelum-sebelumnya, Dewangga tidak pernah ambil pusing ketika gadis-gadis yang ia tolak beralih memusuhinya. Dewangga tak perlu merasa bersalah saat berpapasan karena toh, ia tidak bisa mengingat betul wajah satu per satu dari mereka.
Tapi bagaimana kalo Gembulan benar-benar marah? Wajah gadis itu, sorot mata gadis itu yang menatapnya kecewa, dan bagaimana suara parau Gembulan saat marah, pasti akan terbayang-bayang di kepalanya.
"Sorry, gue nggak maksud bikin lo tersinggung. Gue tadi mau lewat jalan tikus di belakang gudang ini. Tembusnya langsung ke lapangan fakultas gue. Eh gue malah denger ada suara berisik dari arah sini. Sorry kalo gue ganggu."
Dewangga menundukkan tatapannya kemudian mengentak pergi tanpa berkata-kata.
Sesama lelaki, Jekson tahu betul gelagat aneh yang ditunjukan Dewangga mengacu pada satu hal ; laki-laki itu jatuh cinta pada Gembulan, bukan Gemaya.
"Ayo, Gem." Jekson menarik Gembulan yang masih mematung di tempatnya.
Di detik yang sama, Dewangga teringat jaketnya yang masih dibawa Gembulan. Ia berbalik, memutar arah jalannya dan berniat kembali ke tempat semula. Namun langkahnya tiba-tiba tertahan.
Dari jarak pandangan sekarang, ia mendapati Gembulan dan Jekson yang baru saja melintas ke luar gudang. Jaket miliknya digunakan Gembulan untuk menutupi bagian wajah. Entah sebab apa, gadis itu terlihat was-was. Seperti tidak ingin tertangkap basah...oleh siapa dan karena apa? Dewangga jadi bertanya-tanya.
***
"Sekarang kita kemana, Gem? Makan?" Jekson mencoba menghibur Gembulan, namun ia malah salah bicara. "Eh, sorry sorry. Lo nggak boleh makan dulu, ya."
Tatapan Gembulan terlempar ke luar jendela. Tangannya meremas-remas jaket milik Dewangga yang berada di pangkuannya.
"Kenapa tadi jaketnya nggak lo balikin sekalian?" Jekson mengernyit. "Tapi aneh, loh. Dia kayaknya nggak sadar, kalo Gemaya sama Gembulan itu orang yang sama. Bukannya dia malah lebih dulu ketemu Gemaya daripada Gembulan?"
Gembulan mengangguk setuju. Akhirnya, ada topik pembicaraan yang menarik perhatiannya setelah beberapa menit di dalam mobil Jekson mengajaknya berbincang.
"Malah gue ngerasa kalo Dewangga kayak nggak kenal sama Gemaya. Tadi gue kan sempet ketemu dia juga pas di badan Gemaya," terang gadis itu dengan alis berkerut.
"Hmm, menurut lo... Dia kemungkinan suka Gembulan nggak, sih?" Jekson menerka-nerka.
"Hahahaha, ngaco lo!" Gembulan mengibas-ngibaskan tangannya ke arah leher, mendadak merasa gerah. Padahal ia sedang berada di dalam mobil mewah Jekson dengan dua AC yang mengarah ke wajahnya.
Bola mata Jekson tiba-tiba menyipit. "Lo juga suka dia, ya?"
Serta merta Gembulan menonyor kepala sahabatnya itu. "Kebanyakan nonton drama lo! Emangnya bakal segampang itu, apa? Cowok yang gantengnya sampe bikin mata silau itu, jatuh cinta sama cewek gembrot kayak gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMAYA (SUDAH TERBIT)
FantasiaJADWAL UPDATE MINGGU Namanya Gemaya Gembulan, biasa dipanggil Gemaya. Punya tubuh semampai, dengan tinggi 170 cm dan berat badan 52 kilogram. Sebanyak apa pun ia makan, berat badannya tetap stabil. Terbukti dengan video-video mukbang yang sering d...