PART 7 : TEGAR

8.1K 1.6K 404
                                    

Tangan kanannya menenteng sekantong plastik ayam potong dari supermarket. Sedangkan tangannya yang lain, sibuk mengusap-usap perutnya karena kekenyangan.

Usai membeli bahan-bahan untuk mukbangnya besok malam, Gemaya mampir ke salah satu food court.
Dua porsi nasi goreng seafood habis dalam waktu tidak lebih dari setengah jam. Ditambah segelas jus alpukat, sesaklah perutlah di sore itu.

"Duh, begah banget, yak."

Sebelum melangkah lagi, dikendurkan ikat pinggangnya. Karena pakaian-pakaiannya masih ada di tempat laundry, Gemaya tak punya pilihan lain. Tersisa dress milik Mamanya yang terbawa sampai kosan.

Dress bercorak vintage itu dipadukan dengan ikat pinggang berwarna putih tulang. Walau lengannya kelonggaran, tetap terlihat cocok-cocok saja di tubuh ramping Gemaya.

Gadis itu berhenti di seberang supermarket, berniat memesan taksi online. Tak lama setelah menekan menu pesan, ponsel Gemaya berdering.

"Iya, Pak. Saya di -"

Ucapan Gemaya terpotong. Suaranya tertelan lagi, berganti dengan sendawa yang terdengar sangat memalukan.

"Eh, maaf Pak," ucap Gemaya buru-buru, merasa tidak sopan. "Kalo gitu saya tunggu -"

Gemaya terlambat menyadari. Kakinya sudah terasa berat. Ia cepat-cepat menutup teleponnya lalu menekan tombol cancel.

"Ya, Tuhan...."

Gadis itu berusaha lari sekencang mungkin. Tanpa tahu arah, ditubruk beberapa pengunjung supermarket.

"Gudang?"
Sepasang mata Gemaya memicing, mengeja tulisan di depan pintu sebuah ruangan..

Aman..

Saat Gemaya hendak menyelinap menuju sudut yang lengang, tangannya tanpa sengaja menyenggol kardus paling atas di salah satu tumpukan.

"Siapa itu?" Seruan terdengar dari sisi kanannya.

Sepasang kaki Gemaya berhenti melangkah. Ditengok perlahan sosok asing yang menangkap basah dirinya.

"Kamu siapa? Kenapa bisa masuk ke sini?" tanya laki-laki berkumis tipis itu, meneliti penampilan Gemaya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Turut mengekori tatapan laki-laki itu, Gemaya mengamati bagian tubuhnya sendiri.

Oh, gue udah jadi Gembulan. Untung aja tadi gue pake dress jumbo punya Mama yang kebawa ke kosan.

"Heh, lain kali jangan sembarangan masuk ke ruang khusus pekerja," tukas lagi-lagi itu ketus. Sorot matanya menatap tajam ke arah Gemaya, seolah merendahkan gadis itu.

"Maaf, Pak. Tadi saya sebenernya mau ke toilet, tapi buru-buru jadi malah nyasar ke sini," ucap Gemaya tak enak. Walau hanya ditanggapi dengan wajah jutek, ia tetap tulus meminta maaf.

"Yaudah, sana ke luar," kata laki-laki itu sembari mengangkat telunjuknya ke salah satu sudut. "Lewat pintu belakang saja."

Gemaya menunduk berulang kali, tampak seperti orang bodoh. Di tubuhnya yang asli, belum pernah ia merasa sekecil ini. Seakan tidak berguna, selalu dipandang sebelah mata dan dipojokan.

"Ya Tuhan, kenapa tadi gue makan banyak, sih? Harusnya gue bisa ngontrol diri. Dasar bego, ah!"

Ia melangkah ke luar dari gudang, mengamati keadaan di sekeliling lalu berjalan menjauh dengan posisi bungkuk. Lelah. Rasanya benar-benar tidak enak.

Ia ingin kembali ke tubuh aslinya. Ke postur Gemaya yang sempurna, yang dipuja banyak orang.

"Copet!" Gemaya memekik. Kaget bukan kepalang menyadari dompet yang dicepit di lengannya raib begitu saja.

GEMAYA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang