PART 27 : BERBINAR

5.1K 1K 356
                                    

(SEBELUM BACA KELANJUTAN CERITA GEMAYA, AKU MAU KALIAN BACA DAN RESAPI INI BAIK BAIK YA)
***

Dirimu adalah yang terbaik,

meski terkadang ada saat di mana rasanya benar-benar patah dan ingin menyerah.

Dirimu adalah yang terbaik,

dengan senyum yang sedikit dipaksakan, tapi akhirnya kamu mampu melawan dan mengatasi segalanya dengan hati lapang.

Dirimu adalah yang terbaik,

Walau seringkali merasa sendiri dan ditinggalkan, nyatanya saat ini kamu masih bisa berdiri tegak untuk melanjutkan perjuangan.

Terimakasih untuk kita semua, para pejuang mimpi.

                               ***

Mobil Jekson terparkir di pinggir jalan yang tidak jauh dari kos-kosan Rose. Maklum, halamannya tidak seluas kos milik Gemaya -yang mungkin saja, sepuluh mobil pun muat diparkir bersamaan.

Kos milik Rose lebih sederhana. Ada dua lantai, sekitar sepuluh kamar. Tapi area parkirnya sangat sempit. Bahkan ketika motor milik anak-anak kos hendak ke luar dari area parkir, mereka harus melakukannya secara bergantian.

"Rose, lo di dalem nggak?" Gemaya memanggilnya dari teras. Ia dan Jekson duduk di pagar tembok pembatas teras dan halaman. "Rose, ini gue sama Jekson!"

"Masuk sana, Gem." Jekson menyenggol lengan Gemaya. "Biasanya lo juga langsung nyelonong ke kamarnya, kan?"

Tatapan Gemaya turun. Ia terdiam sejenak lalu kembali menatap Jekson. "Males nyopot heels," tukasnya sembari mengamati heels mahalnya yang tampak mengkilat.

"Bilang aja lo niat pamer ke gue." Jekson melengos. "Paham gue, paham.. itu heels baru, kan."

Gemaya meringis. Ia hendak mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Rose, sebelum pintu di depannya tiba-tiba terbuka.

"Kenapa nggak langsung masuk aja, sih?" Rose berdiri di ambang pintu sembari sesekali merapikan dandanannya. "Lagian gue bisa berangkat sendiri ke RS, ngapain kalian repot-repot mau nganterin gue?"

Gemaya tersenyum manis. Namun Rose sudah hafal betul, di balik senyuman manis itu pasti tersimpan maksud lain.

"Heee, Dewangga, gimana? Aman, kan?" Gemaya berbasa-basi. Ia merangkul pundak Rose sembari sesekali menggodanya. "Nggak kebongkar, kan?"

Rose mendecak. "Oh, jadi lo ke sini niatnya mau nanyain itu? Huuu, alibi doang nawarin nganter gue ke RS. Ternyata..."

"Eh, tapi abis ini beneran kita anter ke RS, dong." Gemaya menyikut lengan Jekson. "Iya kan, Jek?"

Jekson mengangguk-angguk lemah. Tentu sebenarnya ia merasa tak nyaman jika harus terus menuruti kemauan Gemaya. Tapi di sisi lain, hati kecilnya sulit menolak. Saat melihat Gemaya tersenyum dan bahagia, Jekson merasa hidupnya sangat berarti.

"Hmm," Jekson menggumam lalu melirik Rose dengan sorot prihatin, "tapi lo jangan terus-terusan ngrepotin dia, dong. Cepat atau lambat, semuanya bakal kebongkar, Gem."

Mendengar ucapan Jekson yang sarkas, Gemaya memukul kencang lengannya. "Ya, lo jangan pake acara nyumpahin gue segala, lah!" tukas Gemaya sebal.

Sudut bibir Rose tertarik. Membentuk lengkungan senyuman kaku yang tak disadari kedua sahabatnya. Sejak awal menginjakkan kaki di Universitas Garuda, hanya Jekson dan Gemaya yang selalu mengisi hari-harinya. Kalau tidak ada mereka, mungkin orang-orang akan melabeli Rose dengan sebutan "ansos".

GEMAYA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang