🌹03🌹

47 5 0
                                    

Mata gue masih nggak melepaskan ingatan tentang cowok tadi. Sepanjang perjalanan gue cuma bisa mikirin, siapa sih cowok itu?

Kayak pernah liat, seriusan.

Gue menatap jalanan yang mulai dijatuhi dedaunan cokelat. Iya, sekarang udah musim gugur. Dari semua musim yang ada di dunia, gue paling suka sama musim gugur. Warna cokelat, udara yang nggak terlalu panas tapi nggak dingin juga, terus musim gugur itu cocok buat minum teh sambil baca buku. Atau ngerajut sweater.

Gue turun tepat di gerbang komplek mewah dari rumahnya Lucas. Jujur aja, sebenernya ini cuma satu di antara rumah-rumah yang Lucas punya. Gue dikasih kesempatan buat tinggal di rumahnya ini. Sementara rumahnya yang lain--yang paling gede dan paling mewah--itu nggak pernah gue masuki. Untuk mengurangi keberadaan dan identitas gue ketahuan, makanya gue ditempatkan di sini.

Gue menyapa beberapa orang yang menjaga komplek mewah ini. Mereka mengenal gue sebagai salah satu sepupu jauh Lucas. Padahal mah bukan ya.

Rumah Lucas cukup jauh dari gerbang. Bayangin aja gue harus pulang, jalan kaki pula. Tapi gue seneng jalan-jalan kok.

Selepas berjalan dan menekan bel pintu, gue disambut sama satu orang cowok--bukan cowok sih, lebih tepatnya pria umur 30 tahun--yang ngebukain pintu buat gue.

"Miss Wilde? You already home?"

Gue tersenyum dan mengangguk, sambil nenteng roti gue masuk ke dalam rumah besar milik Lucas, sementara pria tadi menutup pintu dan ikut berjalan di belakang gue.

"Dimana Lucas?" tanya gue sesaat menemukan ruang makan yang kosong. Biasanya kalau hari Jumat dia ngambil semacam day-off, buat istirahat gitu.

"Tuan Wong sedang mengikuti rapat dadakan di kantornya. Sepertinya ia akan pulang nanti malam."

Iya, pria yang jadi pelayan rumah ini memang penjaga rumahnya Lucas. Biasanya dia dateng hari Jumat juga. Buat bantuin Lucas tentang kerjaannya, atau kebutuhannya, biasanya sih begitu.

Namanya Darren. Tapi mukanya masih mantap jiwa gantengnya. Terus juga dia lebih tua dari Lucas. Kalau pertama kali ngeliat ya, dia kayak orang rehab. Seriusan, mukanya sakaw banget. Tapi ternyata emang begitu mukanya. Dan dia ganteng banget.

Tapi masih gantengan Lucas sih hehe.

Darren juga bisa ngomong bahasa indonesia. Jago kan? Muka bule gitu juga bisa ngomong gue-elo.

Gue membuka kotak roti tadi dan mulai ngambil piring. Darren ngebantuin gue dengan ngambil teko dan masak air panas buat teh. "Miss, i just want to say, happy birthday."

Gue diem. Ulang tahun?

"Ulang tahun? Aku?" Gue mengerutkan dahi. "Ulang tahun aku mah masih lama."

Darren langsung nunjuk ke roti-roti yang lagi gue keluarin. "Ini, untuk ulang tahun bukan?"

Gue cengo, terus ketawa. "Aduh demi apapun aku ngakak banget. Bukan Darren, ini bukan buat aku doang."

"Lalu, untuk apa ini?" Darren menjawab dengan kakunya. Gue membantu menyusun beberapa roti dan menatanya di meja. "Ini? Buat makan-makan aja," gue jawab sambil berjalan ke laci buat ambil gula dan krimer.

Darren nggak menjawab, cuma mengangguk dan nungguin air tekonya mendidih.

"Darren, kamu nggak berencana buat keluar dari sini?"

Darren diem sebentar. Lalu dia geleng-geleng kepala.

"Lah kenapa? Kamu bisa jadi model, atau penyanyi... kamu kan keren banget nyanyinya. Kamu juga bisa jadi aktor, soalnya muka kamu ganteng banget."

Darren ketawa aja, terus naruh tabletnya yang ada di tangan, lantas duduk di salah satu bangku sambil senyum ke gue.

"Kata-kata Miss sangat lucu. Saya bahkan rela melepas pekerjaan saya yang lama untuk bekerja dengan Tuan Wong."

Darren ngomong begitu, terus matiin kompor, ngangkat teko dan nuangin air panas di mug punya gue dan dia. Gue nyelupin kantong teh, didiemin beberapa detik sampai berwarna gitu airnya.

"Emangnya dulu kamu kerjanya apa?"

"Saya bekerja sebagai financial analyst di perusahaan besar. Namun saat saya bertemu Tuan Wong, ia mengubah pandangan hidup saya."

"Kayak gimana sih, Ren? Kedengarannya seru banget deh, aku penasaran."

Darren menyesap teh milik dia, lalu mengulum senyum. "Yaa, seperti itulah. Saya harus merahasiakannya dari Miss. Nanti saya yang akan dimarahi Tuan Wong."

Gue cuma merengut aja. Darren ketawa sambil melirik ke roti yang ada di piring. "Roti yang ini, boleh saya makan?"

"Nggak boleh. Soalnya Darren nggak mau bocorin tentang yang tadi."

Darren makin ketawa aja, gue pun nyodorin itu piring ke depannya, lalu ngambil satu buat gue makan. "Makan aja. Gue beli buat dimakan. Cobain aja."

Darren pun ngambil satu, malu-malu gitu, terus dia suwir gitu rotinya, sebelum masuk ke mulut.

"Enak?"

Darren ngeliat gue, terus ngeliat ke roti. "Enak, bahkan ketika saya menatap Miss, roti ini terasa semakin enak."

Pipi gue langsung merah. Gue menahan diri untuk nggak berlaku cringe atau malu-maluin.

"Darren, kalau kamu godain aku lagi, aku yang melayang loh."

Darren senyum, ngeliatin gue yang masih makan roti. "Sebenarnya, saya mau memberitahu sesuatu."

"Apaan tuh?"

Sesaat sebelum Darren buka mulut, ada yang neken bel rumah.

Gue berjalan, menapaki lantai dingin rumah Lucas sebelum membuka pintu masuk rumah ini.

"Siapa--"

Gue terhenti ketika melihat siapa yang ada di depan gue saat ini.

"Luna?"

Tepat di depan gue, sosok cewek berwajah masam menatap gue tajam dan mengatupkan bibirnya, keliatan marah banget.

"Disini lo ternyata."

🌹🌹🌹

Namanya Darren Jonah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namanya Darren Jonah. Pelayannya Lucas. Keliatan kayak orang siwer kan ya, padahal mah kagak. Ganteng, wangi, dan selalu ada buat Lucas.

Udah ya gais itu aja. Lagi males hehehe.

I'll see you in the next chap! Bubyeee!!

Shouldn't Couldn't Wouldn't | ft. Lucas NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang