🌹13🌹

41 4 5
                                    

Baik gue dan Darren langsung melongo.

"Woy! Jawab gue anjir!"

Gue berusaha menetralkan deru napas gue. Rasanya kayak ketemu mimpi buruk.

"Seriusan itu nama gue, yang di sebut? Nama orang lain, kali. Nggak mungkin lah dia nyari-nyari gue. Gue aja nggak kenal sama dia."

Gue bisa mendengar seruan frustasi dari Josh. "Percaya nggak percaya, ini kampus lagi rame nyariin elo."

Gue cengo untuk kesekian kalinya. "Sumpah, demi apa?"

"Iya! Seriusan gue nggak boong! Ini dari tadi tuh kedengeran nama elo terus ditambah kata-kata, 'ditunggu oleh Lucas Wong' gitu anjir!"

"Dan satu hal lagi, mungkin gue yang kege-eran atau nggak, tapi sekarang gue diliatin sama orang yang badannya gede banget, kayaknya ini bodyguard-nya si Lucas, deh. Jadi, elo mending cepetan mastiin kalau orang yang dicari Lucas Wong itu bukan elo!"

Mampuslah gue.

Gue mengalihkan pandangan gue ke Darren yang masih nyetir. Meskipun mukanya tenang, tapi gue yakin dia juga udah sweatdrop pas denger ini.

Gue menyenggol dia, "Dar, gimana ini?"

Darren menatap gue sekilas sebelum memfokuskan kembali pandangannya ke mobil. "Teman kamu sudah pernah ketemu Lucas?"

"Udah."

"Ketemunya sama kamu?"

Gue ngangguk.

"Kala begitu kamu harus cepat-cepat suruh dia buat pergi dari sana. Kalaupun cuma telat satu detik, dia tidak akan selamat dari Tuan Wong."

"Kenapa begi--oh."

Gue ngerti. Langsung buru-buru gue ngomong ke Josh lagi. "Josh, gue nggak peduli lo lagi ngapain sekarang, tapi gue minta secepatnya elo pergi dari kampus."

"Loh maksudnya apa--"

"Udah gece, anjing! Gue kasih alamat, terus kita ketemuan di sana. Dan jangan sampai lo ketahuan sama Lucas, ataupun sama bodyguard dia. Paham?"

"Tunggu, ini apaan sih gue nggak paham sama sekali--"

"Lo bakal tau alasannya nanti. Gue jelasin pas kita ketemu. See you. Hati-hati di jalan."

Gue langsung matiin sambungan, dan natep kesel ke Darren.

"Kenapa elo nggak sekalian bohong ke Lucas, kalau gue udah sembuh dan mau pergi kuliah, hah?"

"Kalaupun aku bilang, sepertinya Tuan Wong tidak akan mengizinkan kamu kuliah."

Gue berdecak, meskipun di dalem hati gue iyakan. Lucas pasti cerewet kalau gue kemana-mana pas lagi sakit. Dia pasti bakal kurung gue di kamar--dalam artian disuruh istirahat--dan nggak bolehin gue kemana-mana.

Gue dan Darren akhirnya sampai di alamat yang dikasih Jaxon.

Nggak usah kaget, emang kayaknya orang-orang di sekitar gue kekayaannya banyak banget.

Darren aja kagak gue kira bisa modif mobilnya kayak tadi.

Gue memasuki pelataran rumahnya--yang terliihat sedikit lebih minimalis dan modern daripada rumah Lucas. Kalimat pertama yang muncul di otak gue adalah 'hitam'. Karena memang rumah ini didominasi sama warna hitam, atau gelap. Sisanya kayak abu-abu dan putih.

Gue dan Darren memarkirkan mobil kita di depan rumah Jaxon.

"Bentar gue telepon dulu orangnya." Gue langsung nelpon lagi Jaxon. "Halo? Woy, gue udah ada di depan rumah lo."

Shouldn't Couldn't Wouldn't | ft. Lucas NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang