Dua gelas ginger tea bertengger di atas meja.
Hening. Tidak ada yang memulai percakapan.
Baik Matteo atau pun Rossy sibuk dengan pikiran masing-masing.
Rossy mengalihkan pandangannya dari minuman ke wajah Matteo, turun ke dadanya, dan pandangannya terus menuju ke bawah.
Tiba-tiba ia bangkit. Mengambil selimut, lalu membungkus tubuh Matteo dengan selimut itu.
Matteo memandanginya dengan aneh.
"Kenapa? Kamu takut aku masuk angin?"
Rossy menggeleng.
"Terus apa? Kamu takut tergoda dengan tubuhku?" Candanya.
Wajah Rossy merona. Perlahan ia mengangguk.
Melihat wajah Rossy, Matteo terdiam. Ingin sekali ia memagut bibir mungil Rossy, tapi ia tidak mau terjadi hal yang lebih jauh lagi. Tadi itu sudah cukup. Tidak perlu lagi. Kini ia sudah mendapatkan hati Rossy, tidak seharusnya ia meminta lebih dari itu.
"Kak."
"Hmm?"
"Bisakah kita melanjutkan yang tadi?"
Matteo terkejut dengan pertanyaan Rossy.
"Bukankah sudah kukatakan tadi? Kamu terlalu berharga untuk itu."
"Tapi kakak tidak memperkosaku. Aku yang menyerahkan tubuhku."
Matteo tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Mati-matian ia menyembunyikan hasratnya, tapi wanita di depannya justru berkata demikian.
"Aku ingin merasakannya. Teman-teman sering bercerita tentang hal ini."
"Kamu ingin melakukan ini hanya karena cerita teman-temanmu?"
"Tidak hanya itu. Aku, aku pesimis apakah kak Teo bisa meninggalkan kak Vina. Aku ingin, setidaknya kita memiliki kenangan."
"Ini akan menjadi tidak adil bagimu."
"Nggak apa-apa"
"Kamu serius?"
Rossy mengangguk mantap.
"Tidak akan menyesal?"
"Nggak kak."
"Tapi ada resiko yang harus kamu tanggung. jika kita melakukannya, kamu tidak lagi perawan."
"Biarkan itu menjadi urusanku. Aku sudah memikirkannya matang-matang kak."
Matteo membuka selimut yang membalut tubuhnya.
Ia beranjak dan menggendong Rossy.
Matteo menurunkan Rossy di ranjang. Ia menindihnya.Matteo masih tidak mengerti, apa yang dipikirkan gadis yang sedang bersamanya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Tea
RomanceRossy adalah calon adik ipar Matteo. Tapi ia merasa, hal itu tidak seharusnya menjadi kenyataan