8

1.1K 8 0
                                    

Ingatan demi ingatan muncul dalam benakku. Aku tidak mau kehilangan dirinya untuk kedua kalinya. Ini satu-satunya kesempatanku untuk kembali bersamanya. Meski Bang Theo mengakui perasaannya dihadapan kak Vina, kak Vina tidak akan begitu saja melepaskan Bang Theo untukku.

Maafkan aku Bang.

-Sissy-

-----------------------------------------------------------

Keesokan harinya aku dan Rossy terbangun dengan rasa puas. Seandainya ini mimpi, aku tak ingin bangun lagi.

Masih terbaring dengan kepala Rossy berada di lenganku, kami saling berpandangan.

"I love you Bang." Ucap Rossy.

"I love you too, tapi sejak kapan kamu mencintaiku?"
Tanyaku penasaran. Sungguh aneh mengetahui ia mencintaiku padahal sikapnya dulu sama sekali tidak ramah padaku.

"Sejak dulu, dulu sekali. Kenapa Abang mencintaiku? Apa karena teringat pada seseorang di masa lalu?"

"Nggak. Mungkin iya. Tapi.." Aku gelagapan.

"Nggak tau." Lanjutku.

"Aku nggak kenal kamu, tapi aku ngerasa udah kenal lama sama kamu. Dan untuk teringat seseorang di masa lalu, kayaknya enggak deh, nggak ada wanita yang mirip sama kamu."

"Yakin?"

Aku berpikir.

"Jangan-jangan.. Kita pernah kenal sebelumnya?"

"Ya, begitulah."

"Kapan? Dimana?"

"Saat aku masih kecil, di taman kompleks."

"Kamu.. Sissy?"

Rossy tersenyum.

Ingatanku kembali pada saat ibu mengajakku pergi dan tidak ada kesempatan untuk sekedar berpamitan pada Sissy.

"Maafkan aku. Saat itu, saat aku pulang dari taman, aku melihat barang-barangku sudah ada di dalam truk. Ibuku mengatakan bahwa kami akan pindah karena ayah dimutasi ke luar kota. Semuanya sudah disiapkan. Kami berangkat sore itu juga. Aku ingin menemuimu. Tapi bodohnya aku, aku tidak tahu letak rumahmu."

Rossy mengecup lembut bibirku.

"Aku sudah memafkanmu Bang."

"Terima kasih , sayang." Aku tersenyum.

Jadi itu alasannya selalu memanggilku abang. Karena sejak dulu begitulah cara dirinya memanggilku.

"Tapi bagaimana kamu tahu bahwa aku adalah 'Bang Theo'-mu?"

Rossy memasang raut sedih. Aku rasa ingatan itu bukanlah ingatan yang baik.

"Saat Abang melamar kak Vina. Aku mengenali ibu Abang. Ibu Kak Matteo yang tengah melamar kakakku adalah seorang yang sama dengan ibu yang mengantar Bang Theo-ku ke taman saat pertemuan terakhir kami."

Aku baru ingat, setelah menerima rapor, aku minta langsung ke taman. Pastilah Rossy mengenali wajah ibu.

"Sekali lagi maafkan aku Sayang. Aku tidak mengenalimu walaupun hatiku sudah memberi tahuku. Aku mencintaimu."

Masih dengan posisi berbaring diatas ranjang, kami berpelukan erat. Tak mau lagi rasanya melepas wanita yang ada dipelukanku. Ya, ia adalah cinta pertama dan cinta keduaku sekaligus.

Dengan posisi berpelukan yang seperti ini, aku kembali bergairah. Kami melakukannya sekali lagi.

Setelah memuaskan hasrat kami dan melepas kerinduan yang terpendam sekian tahun lamanya, kami pun pulang, tidak ada gunanya menyusul saudara-saudara Rossy. Mungkin saat ini mereka pun tengah bersiap untuk pulang.

Sepanjang perjalanan Rossy memelukku erat, seakan tak mau melepasnya lagi.

Aku pun tak ingin perjalanan ini berakhir.

Saat sampai nanti, aku harus menghadapi kenyataan bahwa aku masih tunangan Vina. Tak tahu harus memulai dari mana, bagaimana pun juga aku harus memperjuangkan perasaanku.

Rose TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang