eks 4

19.8K 860 96
                                    

Bismillahirrahamanirrahim

Selamat membaca

Jangan lupa pencet ⭐ ya kakak

Kiya memandang heran pada beberapa orang yang sibuk berlalu lalang di dalam rumahnya, biasanya jam segini hanya ada dirinya dan si ibu di rumah, tapi sekarang malah ramai, terlebih oleh ibu-ibu yang sibuk di bagian dapur.

Matanya memicing melihat Dafa dan Bimo yang berniat membawa sofa kecil tempatnya biasa duduk jika sedang menonton Tv itu, perlahan dia mendekati kedua sahabat Ayahnya tersebut.

"Kulsi na Adek mu bawa ana ey? Ati adek uduk ana?"

Dafa dan Bimo kaget bukan main mendengar suara kecil itu, mereka berdua menunduk dan melihat makhluk kecil yang menatap penuh selidik, Bimo bahkan sampai beristigfar pelan sambil mengurut dadanya.

"Mau Om pindahin ke luar dulu ya Dek, biar ruangannya lapang, kan di sini mau diadain syukuran," terang Dafa sambil berjongkok menyamakan tingginya dengan badan Kiya.

Kiya menggeleng pelan tanda tak setuju. "Ndak oleh, ni kulsi na Adek, talok lual anti ambil olang, ati adek uduk ana? Yayah ndak oleh Mbu angku adek gi."

Afka memang membiasakan Kiya agar lebih mandiri sekarang, terlebih saat dia dan Ayana memutuskan untuk progam anak ke dua, walaupun kalau Afka sedang bekerja Ayana tetap memperlakukan Kiya seperti biasa, memangku, menggendong dan menyuapi anak gadisnya itu.

Dafa mengaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal, tadi Afka memintanya untuk melakukan ini, tapi sekarang anak Afka malah melarangnya.

"Kalau ngak dikeluarin nanti kakak-kakak yang mau datang ngak muat duduknya." Sekarang Bimo mencoba mengambil alih memberi pengertian, tapi sama saja Kiya masih menggeleng pelan dengan bibir monyongnya. "Noo, Adek biyang."

Anak si Afka keras kepala batin mereka,

"Adek kenapa?"

Kiya lansung menatap ke arah sang Ayah yang baru saja datang dan sekarang tengah berjongkok di sampingnya, tangannya menunjuk Dafa dan Bimo secara bergantian, "Om Pa Om Mo, mau kat kulsi adek lual, ndak oleh ya Yayah ya?" Adunya pada sang Ayah sambil cemberut, bibir mungil itu maju beberapa centi pertanda dia kesal.

"Ngak boleh nunjuk-nunjuk gitu Dek," Afka menasehati sambil menurunkan tangan anaknya sebelum jari mungil itu dimakan oleh Bimo yang raut wajahnya sekarang terlihat kesal, dia membawa tubuh gempal Kiya ke dalam gendongannya, "kan rumahnya mau di pakai buat syukuran jadi kursi sama mejanya kita taro di luar dulu," terang Afka.

"Ukulan apa Yah? Lus napa lumah kita lamai, Mbu duga ana? Adek ndak kasih cucu, ey." Jiwa ingin tahunya kembali keluar, dengan sabar Afka menjelaskan semuanya pada sang anak.

"Syukuran ulang tahun Adek sama Ayah, nanti ada kakak-kakak yang bakalan datang ke rumah kita, jadi kursinya diangkat keluar dulu ya Dek, ya."

"Akaknya ain ma Dek ya, Yah?" Oh ternyata masih berlanjut pertanyaannya, Afka pikir anaknya akan lansung mengangguk mengiyakan agar bisa lansung membawa Kiya ke kamar untuk mengganti baju.

"Iya, tapi nanti kakaknya ngaji dulu, Adek diem ya, kalau kakaknya ngaji."

"Anak lo bawel ka," dumel Bimo, yang lansung mendapat tatapan tajam oleh Afka.

"heheeh, sorry Ka, geli Gue kalau manggil kamu-kamu-an ama lo." Afka memang sudah memperingati ke dua sahabatnya agar berbicara lebih baik jika di depan anaknya tapi apa boleh buat, jangankan temannya terkadang dia juga geli memanggil mereka 'kamu'.

"Yacudah, Om Mo ma Om Pa, leh wa kulsi Adek lual, pi lau ilang danti ya." Titah Kiya pada kedua sahabat Ayahnya itu.

"Siap Tuan putri, kalau hilang minta Ayahmu ya Dek, duitnya ngak berseri itu, jangan sama Om yang masih nyicil modal nikah aja ngak kesampaian," curhat Bimo.

Cinta Luar Biasa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang