eks 6

24.6K 769 44
                                    

Bismillahirrahanirrahim

Ada yang rindu Kiya ?

Jangan lupa baca note di bawah nanti ya.

Selamat membaca

"Harta yang paling berharga adalah keluarga"

Baru dua hari dirawat di rumah sakit, Afka sudah mendengar rengekan istrinya meminta pulang, alasannya tentu saja karna beberapa hari ini sang anak sangat sedih dan takut apabila berhadapan dengan sang ibu.

Putrinya itu, Azkiya akan memandang sendu dan berujung menangis bila lama-lama berhadapan dengan ibunya. Apalagi kalau melihat dan mendengar Ayana muntah, maka, bukan hanya suara muntahan Ayana yang menjadi pengisi suara ruangan melain tantrum sang putri yang ketakutan.

Setelah berkonsultasi dengan dokter, akhirnya Ayana diperbolehkan pulang, dengan syarat tidak boleh kecapekan, dan telat makan. Satu lagi yang paling penting, Ayana tidak boleh stres. Jadi, sebelum pulang Afka sudah mewanti-wanti istrinya itu agar tidak melakukan tiga hal tadi, yang di jawab si Nyonya dengan anggukan kepala.

Setelah membereskan semua barang-barang mereka dengan sebelah tangan karna tangan satunya lagi menggendong Kiya, Afka menghampiri Ayana yang masih duduk di atas brangkar.

"Adek gendong sama Nenek dulu, ya. Ayah mau bantuin ibu dulu," pujuk Afka karna anaknya sedari tadi tak mau lepas.

Dua hari di rumah sakit mambuat Kiya lebih manja, dia tidak mau duduk di kasur bersama ibunya karna sedih dan takut. Takut karna mendengar suara muntahan ibunya yang terus terjadi hingga hari ini walaupun tidak seintens kemaren.

"Ndak au," cicitnya di ceruk leher Afka. Kiya masih takut karna baru melihat ibunya muntah kembali beberapa saat yang lalu.

Ayana hanya bisa menatap anaknya sendu. Setelah kemaren Kiya mencium dan mengajak adiknya berbicara, si adek yang sebentar lagi menjadi kakak itu seperti menjaga jarak dengannya. Hati ibu mana yang tak sedih. Walaupun kata Afka, anaknya itu hanya sedih melihat keadaan Ayana sekarang.

"Jangan sedih gitu, namanya anak-anak. Kiya itu sekarang lagi mau manja-manja sama Ayahnya soalnya dia sadar sebentar lagi mau punya adik," nasehat sang mama berusaha menghibur Ayana.

Ayana hanya bisa mengangguk pelan sambil tersenyum kecil, dia menatap kembali anaknya yang masih setia nemplok di dada sang ayah, sesekali bayi bontotnya itu akan mengintip ke arahnya.

"Nanti kalau Ibu udah ngak sakit lagi, Adek jangan sama Ayah terus ya. Ibu juga mau main sama Adek, Ibu rindu, Adik bayinya juga," kata Ayana sambil mengusap lembut perutnya yang masih rata.

Gerakan itu sukses membuat Kiya mengangkat kepalanya dari leher sang ayah, di tatapnya wajah dan perut sang ibu berantian. "ya, pi Mbu pat sembuh ya Mbu ya, dangan uek-uek agi."

Entah kenapa Ayana bisa mendengar nada sumbang di suara anaknya. Ayana tahu bukan dirinya saja yang rindu bermain dan bercanda gurau dengan Kiya, tapi sang anak juga.

Dengan masih menggendong Kiya, Afka membawa satu tas barang-barang mereka keluar, sang istri dibantu sang mama berjalan di depannya, jaga-jaga jika tiba-tiba saja Ayana oleng, Afka bisa dengan cepat menolongnya.

"Jalannya pelan-pelan aja, Bu, nanti kesandung," ucap Afka karna khawatir dengan kondisi Ayana. Tadi saat di tawari pakai kursi roda istrinya itu tidak mau, mengatakan kalau dia hanya hamil bukan lumpuh. Afka yang tak mau berdebat dan membuat istrinya kesal hanya bisa menurut.

Cinta Luar Biasa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang