Penghujung Tahun 2014,
SelatanKepulauan Karimata.
SULTAN AMINUDDIN dan Pangeran Badar menjelmakan diri di hadapan sebuah pondok kecil yang terletak di dalam belantara dalam Kenyalang, Kepulauan Karimata. Kenderaan canggih mereka ditinggalkan jauh di pinggir hutan belantara kerana penghuni pondok ini tidak gemar jika mereka membawa kecanggihan Estodania menghampiri pondoknya.
Pondok itu dikelilingi oleh pohon-pohon buluh berwarna kuning keperang-perangan. Manakala halaman rumahnya dihiasi dengan bermacam jenis bunga yang beraneka warna. Seekor ayam berwarna perang belang merah sedang bertenggek di pagar pondok memandang tepat ke arah mereka. Sultan Aminuddin mengulum senyuman.
"Nampaknya Nenda sudah mengetahui kedatangan kita," ujar Sultan Aminuddin.
"Nenda yang mana satu, tuanku?" tanya Pangeran Badar.
Belum sempat Sultan Aminuddin menjawab persoalan Pangeran Badar, pintu pondok terkuak sendiri. Perlahan-lahan terbuka diiringi bunyi kuakan pintu. Dari dalam pondok, muncullah seorang nenek tua yang sedikit bongkok sehingga terpaksa menggunakan tongkat putih. Sehelai selendang putih menutupi rambut-rambutnya yang berwarna putih. Nenek tua itu hanya memakai kain batik Insulendia yang dipadankan dengan baju kurung pendek berwarna putih.
"Ada apa kamu ke mari, wahai Aminuddin?" tanya nenek tua itu. Sultan Aminuddin tidak segera dipersilakan masuk.
"Assalamualaikum Nenda. Maaf mengganggu permukiman tenang Nenda. Ada kemusykilan perlu bantu Nenda," jawab Sultan Aminuddin. Kakinya masih dipasakkan di luar pondok itu.
"Musykil apa?" tanya nenek tua itu, pendek.
"Perihal Mandalika," jawab Sultan Aminuddin.
Wajah tua Nenda sedikit terkejut mendengar nama yang disebutkan oleh Sultan Aminuddin. Sudah terlalu lama rasanya dia tidak pernah mendengar nama susur galur keturunannya itu diujarkan. Selepas memutuskan untuk tidak campur tangan dalam kesatuan manusia dan jin, dia memilih untuk berdiam dalam belantara Kenyalang ini. Jauh dari peradaban manusia dan jin yang lain. Bahkan jauh dari tanah leluhurnya. Dia memilih untuk bersendiri. Menghabiskan sisa-sisa umurnya mengabdikan diri kepada Allah. Segala teknologi dan kemajuan Estodania dia tolak sama sekali walaupun Sultan Aminuddin sudah banyak kali menawarkan kecanggihan teknologi itu.
"Apa kami tidak ingin dipersilakan masuk?" tanya Sultan Aminuddin apabila dia melihat nenek tua di hadapannya itu termenung jauh.
"Masuklah," ujar nenek tua itu akhirnya. Dia segera menghilang ke dalam pondok kecilnya. Langkahnya disusuli oleh Sultan Aminuddin dan Pangeran Badar.
Apabila melangkah masuk ke dalam pondok itu, terlopong Pangeran Badar melihat keajaiban yang dimiliki pondok itu. Tetapi tidak bagi Sultan Aminuddin yang sudah sering kali datang berkunjung ke permukiman terpencil itu.
YOU ARE READING
ESTODANIA : HIKAYAT ADIWANGSA
FantasíaSelamat datang ke Estodania. Kota manusia dan jin hidup bersama, menyembah Allah, menjaga kesucian Islam, dan membina ketamadunan bersama. Dengan kecanggihan teknologi yang setinggi imaginasi, kota ini mampu merealisasikan semua mimpi yang ada. Im...