12

40 17 21
                                    

12
-------

Hal yang biasa orang lakukan sebelum persentasi adalah datang lebih awal sebelum presentasi dimulai. Setelah itu mungkin mempersiapkan barang barang yang diperlukan seperti proyektor, mic, dll. Atau, mempersiapkan mental untuk menghadapi para audiens. Sekali lagi itu berlaku untuk orang biasa. Beda lagi buat Regita yang kata Vini mah jauh dari kata normal.

Kalau Regita? Boro boro mempersiapkan barang keperluan presentasi, lah dianya aja telat! Mempersiapkan diri? Halah kagak usah, orang datang langsung nyelonong masuk. Mana masang muka watados pula. Itu udah membuktikan mentalnya mental baja. Dipelototi kakak tingkat yang katanya serem mirip meong kebelet kawinpun enggak mempan. Padahalkan ini tuh presentasi penting untuk membahas konsep event besar yang diadakan oleh dua kampus besar, Unpad dan Itb.

"Ckckck!" decak Kakak tingkat Regita, Sabrina. Gadis itu berdiri sambil bersedekap di dada. Iris matanya menatap Regita dari bawah sampai ke atas. "Bagus yah, Gi! Udah mah telat salah kostum lagi!" ejeknya membuat Regita menyengir polos.

"Sejak kapan loe pindah haluan dari anak UNPAD jadi ITB?" tanya Diaz, junior sekaligus senior untuk Sabrina dan Regita. Dengan enteng Regita memberikan baju dan jas almamaternya pada Diaz. "Ngapain loe kasih-"

"Itu sebagai bukti, bahwa baju aku basah kena kuah bakso. Kalau aku bilang aja, kakak gak akan percaya ya, kan? Nanti aku dibilang cuma bikin alasan lagi." Regita tersenyum telah berhasil membungkam mulut salah satu seniornya.

Megan datang menghampiri mereka bertiga dengan membawa baju berwarna navy untuk Regita. "Jas almamaternya bagus, sih! Tapi sayangnya loe lebih baik ganti baju aja deh. Takut ada hal hal yang tidak mengenakan nanti."

"Gak apa apa kalau aku pake kaos? Kakak gak punya jas lain lagi, kah?" Aku gak enak sama yang lain pada pakai baju formal hehe,"

"Gue cuma bawa itu," kata Megan pada Regita. "Udah pakai aja yang ada."

"Tapi kan-"

"Aelah ribet banget sih, loe. Udah deh gak usah sok sok-an gak enakan. Loe datang kesini juga lempeng banget. Pake gak enakan segala!" Lagi lagi yang keluar dari mulut Sabrina kalimat sarkas. Untung aja yang digituin Regita, coba kalau yang lain? Pasti mulut Sabrina udah mingkem tuh dicocolin pake sambel satu kwintal, baru nyaho loe! "Buruan pake!"

Regita mendengus sebal sambil membuka kancing jasnya. Perlakuan Regita itu spontan dapat pelototan dari teman temannya. "Eh, eh, eh Loe mau ngapain?" semprot Sabrina.

"Ganti baju kak," jawab Regita polos. Megan refleks memukul bahu Regita pelan seraya berkata, "Gak disini juga kali, Gi."

"Kenapa?" Kini gantian Sabrina yang memukul Regita. "Aku pake kutang kok, kak!"

"Loe?!" geram Sabrina, saking greget dengan tingkah Regita meremas kedua tangannya didepan muka Regita. "Cepetan ke toilet sana. Enek gue lihat muka loe!"

"Ini apa apaan? Berisik banget dari tadi." tegur Eza menghampiri tiga cewe yang sedang berdiri dibelakang. "Eh? Regita udah datang? Kapan datangnya? Kakak kira kamu gak datang." Regita hanya menyengir untuk menjawab pertanyaan beruntun itu.

"Loh, kok, kamu pakai ini?"

"Jas dia sama bajunya ketumpahan kuah bakso, Za! Jadi dia minjem jas anak sini. Tapi Megan udah kasih dia baju ganti, kok." Diaz mewakilkan Regita menjawab pertanyaan Eza.

"Ini aku mau antar dia ketoilet buat ganti baju." Regita mendelik tak suka dengan ujaran Diaz yang dibuat semanis mungkin.

"Gak usah repot repot antar aku, kak!" Regita menolak tawaran Diaz untuk mengantarnya. Ahhh kayanya itu bukan tawaran deh, melainkan Diaz lagi caper, alias cari perhatian sama Eza. Kelihatan banget tuh dari matanya Diaz yang emang kesemsem sama Eza sampai air liur netes netes lagi.

Regita gak heran sih kalau Diaz bisa segitunya sama Eza. Orang si masnya hot abis. Itu loh otot-ototnya nonjol minta dipeluk uhuy anget banget kayanya.

"Eh gak papa kali. Santuy aja gak perlu sungkan gitu. Udah yuk buruan loe mau presentasi kan habis ini?" Kalau diperbolehkan Regita ingin muntah didepan muka Diaz. Geli banget Regita gara gara dia. Sok manis banget jadi orang! Coba kalau gak ada Eza, kerjaannya cuma melotot melotot sambil nyinyirin Regita.

"Pokoknya aku gak mau diantar. Ganti baju disini juga aku bisa, kan aku pakai kut-emhhhhhh," suara Regita terendam tangan Sabrina membuat Regita meronta-ronta.

"Adik tingkat gue yang paling polos," sok polos lebih tepatnya. "Mau yah diantar sama Diaz ke toilet ya, ya, ya?" cerca Sabrina sambil memainkan muka Regita kiri kanan tanpa melepas bekapan.

"Emmhhh...... Mmmhh.... Mmmm," Regita terus saja meronta-ronta membuat Sabrina sedikit kewalahan. "Diaz cepat antar dia!" Diaz mengangguk menuruti perintah gadis itu. Tangannya terulur untuk menyeret Regita ke toilet. Tapi sayangnya tangan Eza lebih dahulu menarik Regita.

"Eh, Za! Biar gue aja yang antar."

"Emang loe tahu toiletnya dimana?"

Diaz menggeleng. "Gue kan bisa nanya orang, atau loe kasih tahu aja tempatnya dimana?!"

"Iya tuh bener,"

Megan turut mengiyakan. "Lagian kalau loe yang ngater rasanya aneh aja. Udah biarin Regita sama Diaz aja."

"Emang siapa yang mau anter Regita ke toilet?!" Para cewek-cewek saling memandangi satu sama lain. "Bakal lama lagi kalau kaum kalian udah disuguhi yang namanya toilet. Sedangkan giliran kita udah mau mulai. Emangnya ada yang mau gantiin dia?" tanya Eza pada ketiga perempuan itu. Mereka sama-sama menggelengkan kepala, tak mau menjadi pengganti Regita.

"Yaudah sekarang Regita tunggu didepan. Dari tadi udah banyak yang nyariin loe!" Eza menuntun Regita untuk berjalan kedepan bersamanya.

Tapi Regita enggan berjalan membuat Eza kembali menatap Regita sambil menaikan sebelah alisnya. Regita melihat wajah Eza seakan akan bertanya 'kenapa?' kepadanya. "Bajunya kak?"

"Udah gak apa apa," jawab Eza mencoba menenangkan Regita. Sayangnya Regita bersikukuh untuk diam ditempat. Dalam sekali hentakan Eza menarik Regita kearahnya. Lalu membisikan sesuatu tepat di telinga Regita.

Bisikan itu entah kenapa membuat Regita tersipu malu. Lalu menggangguk kecil menyetujui ajakan Eza. Sedangkan diposisi yang sama Diaz mendengus kesal, Sabrina mencibir, Megan tersenyum kecil.

"Ahhhh gemes deh mereka," ujar Megan yang masih setia memandangi punggung rekannya.

"Gemes dari Hongkong!" sungut Diaz sambil menghentakkan kakinya menyusul Eza.

Non InvitatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang