8

65 36 27
                                    

08

---------------


Jingga kombinasi warna merah dan kuning yang memberi kesan hangat dan semangat. Warna itu terlihat jelas saat matahari terbenam disebut senja.

Regita memandangi senja dibalik jendela mencoba menyerap semua energi yang ada. Dia sangat berharap kehangatan dan semangatnya akan kembali setelah melihat senja.

Bukan hanya Regita yang berharap tapi sahabat sahabatnya pun sama. Mereka hanya bisa menemani Regita dibalik punggung. Menatapnya tanpa bersuara.

Setelah puas melihat senja, Regita bangkit dari duduknya. Kedua kakinya melangkah lunglai. Beberapa mata melirik kepergiannya.

"Git?!" panggil Vini.

Regita berbalik.

"Mau kemana?" tanyanya lagi.

"Kamar mandi," jawab Regita singkat.
Setelah menjawab pertanyaan Vini, Regita kembali melangkahkan kaki lunglai.

"Mau ngapain?"

"Yaah mau boker lah," Bundo memukul kepala Vini pelan. "Pake nanya lagi."

"Biasa aja dong Bund," sungut Vini.

Makci sebagai salah satu sesepuh disana hanya menggeleng geleng kan kepala melihat tingkah kedua sahabatnya. Makci membuka mulutnya bukan untuk melerai, "Itu gimana ceritanya si Koneng bisa ngambang gak jelas kaya gitu."

"Mungkin pas ada dilubang dia keras, seret gitu, susah dikeluarin, jadi aja kaya batu." sahut Bundo sambil terkekeh.

Mamih mengangguk ngangguk lalu meraih bantal didekatnya. Bantalnya diletakkan dipahami setelah itu tangannya dipakai untuk menopang dagu. "Kalau kayak gitu harusnya dia gak ngambang dong, harusnya tenggelam" celetuk Mamih.

Vini membuka setengah mulutnya sambil mengacungkan jari telunjuk. "Gak dia gak seret Bund, kalau seretkan warnanya hitam hitam gimana gitu. Nah kan ini mah kuning penuh nutrisi,"

"Iya yang dikeluarkan sooooor gitu aja," timpal Mamih.

Bundo ber'o ria, "ohhhh sekali ngejen yah?"

"Sebentar, sebentar," Makci mengintruksi. Kedua tangannya terulur kedepan."Ini ngomongin apa sih? Tuh kan bener! Ukur cinta weh nu paling bohay."

Buuukk

Mamih menggunakan bantalnya untuk menampar pipi Makcin. "Gak nyambung Ta, gak nyambung."

"Sirik aja loe, Maemunah!"

Bola mata Mamih terputar. Dia mendengus kesal sebagai tanggapan perkataan sahabatnya. "Ini serius yah, si Regita kenapa?"

"Tau tah si Eceu yang terakhir!" tuduh Bundo.

"Ihhhh kok gue yang di salahin sih, Bund?" dengus Vini tak terima. "Si Tanteu nya aja yang baperan!"

Serempak mereka bertiga memandang Vini dengan intens. Vini kembali mendengus. "Apa sih?! Biasa aja kali ngelihatnya. Tuh mata mau pada dicolok yahh? Sini, sini gue colokin satu satu."

"Loe ngomong apa Vin?"

"Gak ngomong yang aneh aneh kan?" Makcin menyambung ucapan Mamih.

Vini mengeryitkan keningnya. Dia merasa beberapa jam lalu tidak berbicara yang aneh pada Regita. Hanya bertanya sesuatu yang memang dia ingin pertanyakan dari dulu namun iya tahan.

Sebenarnya dia bukan orang yang kepoan dengan urusan atau masalah orang lain. Tapi Regita kan bukan orang lain baginya. Ahhh bukan hanya Regita saja Makci, Mamih, dan Bundo mereka semua sudah dia anggap saudara.

Non InvitatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang