7

83 46 53
                                    

07

-------------

"Regitaaaa...."

Dibalik kaca spion Regita melihat Vini  berlari mengejarnya. Dia terkekeh dan langsung memberhentikan motornya. Regita menunggu Vini menghampirinya.

"Sialan loe, Tante Koneng!" Umpat Vini yang tengah ngongosan. Untung Vini ini mantan atlet lari cepat. Coba kalau bukan. Dia mana bisa mengejar motor Regita. Vini masih mengatur nafasnya.

"Maaf saya duluan, dahhhh!" Regita hendak melakukan motornya lagi. Namun motornya tidak mau berjalan karena kuncinya sudah diambil Vini.
Dia tersenyum mengejek Regita.

"Loe ngapain ngajak ketemuan. Kalau loe ujung ujungnya pergi. Atau jangan jangan ini bagian dari modus loe yah?" Cerocos Vini.

"Loe bilang lagi nungguin gue, kak Eza kasian ngelihat loe. Terus dia temenin loe sampai gue datang." Gerutu Vini yang berhasil mendapatkan dua jempol. Dia berhasil menebak pola pikir Regita.

Regita menepuk nepuk pundak Vini, "gak usah skripsi, gak usah sidang. Kamu lulus Vi, jadi cenayang!" Regita menjabat tangan Vini. Sedangkan Vini hanya memutar bola matanya jengkel.

"Mana kunci motor?" Tanpa aba-aba Vini menaiki motor Regita. "Woyy, kenapa naik?"

"Gue udah jauh jauh nyamperin loe. Tanggung jawab, anterin gue pulang."

"Ihhhh... Vi gila yah? Rumah kamu kan jauh di negeri seberang."

"Aamiin Ya Allah."

"Kok Aamiin?" Regita berbalik minta penjelasan.

"Siapa tahu beneran nanti gue punya rumah di negeri seberang!" Regita mengangkat kedua bahunya. "Nihh.." sodor Vini.

"Buruan kuyy, anterin gue pulang."

Regita memandang sahabatnya itu dengan wajah melas. Dia tidak tahu bagaimana nasibnya kalau dia benar benar disuruh mengantar Vini kerumahnya.

Asal kalian tahu yah, bahwa rumah Vini itu berada di Cimahi. Kota kecil yang berada didekat Bandung. Kalau dari Jatinangor ke Bandung waktu yang ditempuh kurang lebih satu jam itupun kalau gak macet. Apalagi ke Cimahi?

Apabila motor kuning kesayangannya ini dipersilahkan memasuki jalan tol. Maka dia tidak akan keberatan mengantar Vini. Nyatanya apabila dia nekad, surat tilangan akan datang menghampiri.

"Loe anterin gue kedepan, terus tungguin gue sampai dapet bus."

Regita ber'o ria, lalu dia mengambil kunci motor nya dari tangan Vini. Selama ini Vini menjadi kupu-kupu. Alias kuliah pulang kuliah pulang. Sebenarnya di Unpad sudah disediakan asrama asrama untuk para pelajar yang rumah jauh.

Tapi Vini takut, jikalau dia mendapat teman sekamar yang tidak sreg. Kalau kos sendiri dia takut kesepian. Kos barang sahabatnya dia takut juga, takut kebawa gila.

Mungkin kalau mereka dilihat sendiri sendiri tidak nampak gilanya. Tapi kalau sudah bersatu kegilaan mereka tak terbendung. Vini pun menganggap bahwa dirinya lah orang yang paling normal diantara mereka.

Sekarang mereka sedang asik makan batagor yang letaknya tak jauh dengan gerbang UNPAD dan mini bus.  Mini bus merah itulah yang akan membawa Vini pulang dan pergi.

Mini bus itu akan berangkat sepuluh menit lagi. Daripada Vini diam menunggu bus itu berangkat. Vini lebih baik menemani Regita makan batagor di pinggir jalan.

"Gi?"

"Hmm.." sahut Regita tanpa berhenti mengunyah.

"Kenapa sih loe ingin dipanggil Regita?"

Regita mengeryitkan keningnya. Pertanyaan bodoh itu lagi lagi keluar dari mulut Vini. Tidak terhitung seberapa banyak Vini bertanya tentang itu. Dan sudah tak terhitung Regita menjawabnya.

"Emm.. maksud gue bukan Regita nya!" Vini beranjak dari tempat duduknya memberikan piring kepada Mang batagor dan duduk kembali ditempat semula.

Regita tau apa yang akan Vini katakan. Regita menunduk menatap batagor yang lima menit lalu menggugah seleranya. Kini dia tak nafsu lagi. Regita menghela nafasnya mengangkat kepalanya dan memejamkan mata untuk menguatkan hatinya.

"Gue tau dulu loe seneng banget kalau kita panggil dengan sebutan itu." Regita masih memejamkan matanya. Walaupun Vini tahu ini pasti menyakitkan. Tapi Vini ingin tahu sangat ingin tahu, tentang rahasia yang dikubur oleh Regita.

"Ada apa dengan panggilan..." Gantung Vini, dia ingin melihat reaksi Regita saat nama itu disebut. Tapi sebelum nama itu disebut Regita sudah bereaksi.

"GI..."

"GI..." Vini mengguncang guncang tubuh Regita yang sudah menjadi mayat hidup. Mukanya pucat, tatapan matanya kosong, tubuhnya bergemetar. Vini terus memanggil manggil nama Regita berharap dia cepat tersadar.

Tubuh Vini seketika menegang, saat dia melihat setetes air mata jatuh di pipi Regita.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Vini meruntuki dirinya sendiri. Jelas jelas Regita seperti ini karena dia. Vini memeluk tubuh mungil milik Regita. Berharap dengan pelukannya itu ada energi yang tersampaikan dan Regita lekas sadar.

"Regita..."

TBC

#wattys2019

Non InvitatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang