5

90 53 49
                                    

05

   ––––––––––

Giiiaaaa...

Giiiaaaa...

Giiaaaaa...

Nama itu seolah olah mengema ditelinga Regita. Bukan nama yang dia takuti, tapi suara orang yang sudah lama terkubur. Dia takut, pemilik suara itu datang lagi. Dia takut, hatinya belum siap. Dia takut, rahasianya terkuak. Dengan segala ketakutan yang Regita rasakan, dia memejamkan matanya.

Giiaaaaa...

"Regita!?"

Regita membuka matanya dan sekarang dia sudah mendapatkan comelan nyata dari kawannya.

"Turun!" titahnya yang langsung dituruti Regita. Setelah Regita turun, Bundo menstandarkan motor kuning itu. Dia menatap  Regita yang masih setia menundukan kepala."Kenapa loe?"

Regita yang sejak tadi menunduk kini mengangkat kepalanya dan tersenyum isyarat bahwa dia baik baik saja.

"Di dunia ini banyak nama yang sama, kaya l..."

"Aku Regita!"

Bundo memutarkan kedua bola matanya, "gue tahu!"

"Terus, kenapa loe harus pusing mikirin itu nama? Kenapa loe harus jadi kaya mayat hidup? Ada apa sih sama nama itu?" tanya Bundo bertubi-tubi.

"Terus kalau aku melihat Pak Hendrawan jalan ke gedung dokter gigi. Bundo bakal tetep diem disini?" cerocos Regita.

Bundo mengikuti arah pandang Regita. Dia membulatkan mata saat Pak Hendrawan dosennya sudah masuk kedalam gedung.  Tanpa menunggu jawaban dari Regita, Bundo melompat turun dari motor langsung berlari menyusul Pak Hendrawan. Di tengah tengah larinya, dia membalikan badan.

"Jangan lupa panasin makanan gue!" teriak Bundo sambil menunjuk keresek yang menggantung di stang motor. Regita mengangkat tangannya dan jari jarinya membentuk huruf 'o' dan melambaikan tangannya.

Regita menghembuskan nafasnya kasar. Dia menaiki motor kuning kesayangannya, menaiki standarnya. Lagi lagi dia menghembuskan nafas kasar.

"Regita?"

Merasa dipanggil Regita melirik kesamping nya, "hai!"

"Ngapain disini?" tanyanya lembut.

"Ahh.. abis anterin Bundo." Sesuai pribahasa habis hujan turun pelangi. Setelah suara mencekam itu terdengar, sekarang suara bass tapi terkesan lembut menghampiri.

Eza, kakak tingkat Regita. Mereka sangat akrab, tapi sayang karena beda jurusan mereka jarang bertemu. Mungkin kalau Regita setiap hari ketemu, dia akan memasukan Eza ke daftar calon suaminya.

"Bundo?"

Regita berteriak dalam hati saat Eza menaikan sebelah alisnya. "Ganteng ganteng ganteng!" gumamnya.

"Apa?" Tanya Eza yang memasang raut kaget.

Regita menatap matanya sambil tersenyum malu, "ahhh..." Dia menarik poni yang menutupi matanya kebelakang telinga. "Kamelda, maksudnya."

"Melda kamu panggil Bundo?" Regita mengangguk dan masih tersenyum. Entah kenapa saat bersama Eza, dia tidak mau berhenti tersenyum. Mukanya adem kali yah, pikir Regita.

Eza memang sangat manis tapi dia tidak bisa membuka obrolan bahkan yang ringan.  Sehingga keheningan melanda mereka berdua.

"Kak Eza mau ke fakultas MIPA?" Eza mengangguk. Regita tersenyum senang karena dia dapat incaran baru. "Kalau gitu bareng sama aku aja, yuk!"

"..."

"Aku juga mau kesana kak, mau cari Vini. Anak jurusan ak.. aqua?"

"Aktuaria!" Eza membenarkan. "Yaudah, maaf yah kalau ngeropotin."

Regita menggeleng, lalu turun dari motornya, "kakak yang bawa!?" Regita memberikan kunci motornya yang terdapat gantungan Spongebob.

"Enggak apa-apa kan?" Tanya Regita hati hati.

Eza mengambil kunci tersebut dan langsung menaiki motor. "Gak papa kali-kali bonceng cewe cantik."

Eza melihat semburat merah muncul di pipi Regita. Saking gemasnya, Eza mengacak acak rambut Regita.

I'm flying, ucapnya dalam hati.

"Yuk!!"

TBC

#wattys2019

Non InvitatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang