10

59 38 35
                                    

10
---------

Sensasi yang dirasakan pria ini saat kaki lebarnya menginjak ubin adalah merinding. Ini bukan ubin biaya yang selalu dia tapaki yang begitu tenang dan damai. Ini ubin yang terasa asing dan yaaaah cukup panas.

Ahhhh maksudnya bukan ubin nya yang terasa panas. Kalau ubin ini panas maka sepatu yang dia pakai harusnya meleleh terbakar tak bersisa. Tapi yang membakar dia ialah hawa disekitarnya lengkap dengan lantunan musik keras yang semakin membuat tempat ini terasa panas dan liar.

Iqbal berdecak tak sengaja melihat adegan panas di sofa pojok sana. Sayangnya bukan hanya satu pasangan saja yang melakukan kegiatan senonoh itu. Tapi banyak, hampir dimana mana. Seketika Iqbal menyesali keputusannya untuk hadir di acara yang dibuat sahabatnya.

Semakin dalam Iqbal memasuki tempur club tersebut. Semakin banyak adegan yang membuatnya jengah. Dia bukan anak alim yang akan menceramahi orang orang gila tersebut. Dia juga bukan anak nakal yang terbiasa melihat adegan tersebut. Lalu apa yang harus dia lakukan sekarang?

Gue pulang aja ahhhh, Iqbal membatin. Dia khendak membalikan badannya menuju pintu luar. Tapi sebelum itu terjadi ada tangan besar yang melingkar di lehernya.

"Ayo ahhh." Pria berbadan dua kali lebih besar dari Iqbal menuntut jalannya. Iqbal masih dia ditempat. "Ayo buruan!"

"Lo aja Jal, gue ogah! Bilangin sama Maul gue gak bisa dateng." Pahrijal mengeryitkan kening tak lama dari itu dia tertawa kecil. "Aelah loe cupu banget Bal! Baru segini aja udah panas dingin minta pulang, bayi loe?!"

Iqbal mendengus menerima ejekan itu. "Terserah! Gue mau pulang."

Pahrijal tidak tinggal diam. Dia kembali melingkar dileher Iqbal yang tadi sempat dilepaskan berjaga jaga agar Iqbal tidak kabur dari tempat ini. "Di atas aman! Ntar loe bisa cek sendiri. Kalau loe masih gak betah baru pulang," bujuk Pahrijal.

Iqbal memikirkan bujukkan dari temen sekampusnya itu. "Lama loe ahhh! Si Maul udah nungguin." Dengan tubuhnya yang dua kali lebih besar Pahrijal sangat mudah untuk menyeret Iqbal paksa.

Sedangkan yang diseret hanya menghembuskan nafas kasar tak berniat untuk melawan. Percuma dia tidak punya tenaga yang besar.

Sial!, rutuk Iqbal dalam hati.

------

Senyuman lebar sukses bertengger manis di wajahnya. Pria bernama lengkap Maulo Qelvin atau yang kerap disapa Maul atau Qelvin ini menyambut kedatangan kedua sahabatnya itu. Mereka bertiga secara bergantian berpelukan ala cowok cowok kebanyakan.

"Sehat bro?" tanya Maul sekedar basa basi.

"Baik gue! Apalagi setelah ngelihat penampakan di bawah seger nih mata!" Maul tertawa mengerti apa yang dimaksud oleh Pahrijal. "Napa dah lu gak ngomong dari dulu kalau punya tempat sebagus ini?"

"Setelah ini loe mau kesini kapan aja  gue kasih diskon, gimana?"

Pahrijal tersenyum lebar. "Jangan dong! Lu kan lagi usaha," tolak dia secara halus. Dia melangkah mendekati Maul seraya berbisik, "Lima puluh persen yah bro!"

Maul menepuk nepuk pundak Pahrijal. "Santuy! Itu bisa di atur," balas Maul dengan senyum tipis menggoda.

"Napa loe?!" tanya Maulo melihat Iqbal memasang muka lempeng alih alih sumringah seperti yang dilakukan Pahrijal. "Sehat?!"

Dengan gaya sok alim Iqbal menjawab, "Alhamdulillah sehat!"

"Jal?! Salah gue, harusnya gak ngundang ustad kesini. Otw disemprot nih."

Non InvitatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang