Surya, sinar, menyinari, disinari olehmu, sesaat bangga membuai lamunan, getarkan tubuhmu, sang pujangga hadir hiasi mimpi, senyuman indah terpancar ke bumi, pengorbanan dilalui, menggetarkan hati, bahkan lumbung padi gagal menari, dibalik isak tangis bahagiamu pagi hari.
Siang menjelang, di balik desa nun jauh disana, sang raja menganga menyaksikan jeritan tangis seorang ibu, ibuku, ya ibuku, kau pelita, kau cinta semesta, kau yang melahirkanku, menjaga, membuai, menyayangi, sampai aku seperti ini.
Ibu... Tuhan turunkan kasih sayangnya kepadamu, menjagaku,,, membesarkanku,,,
Yaa... Aku... Akuuu anak kecilmu ibu, dan sampai saat ini, semesta memberi waktu, agar aku dewasa bahagiakanmu, tapi raga ternganga, melihat dunia penuh bencana, ingin jiwa berontak, agar tercapai bahagiamu kelak.Malam berontak, haturkan sesak, bercumbu dengan impian, impian keagungan, kau arungi getirnya kehidupan, seolah tak ingin perjuangan ditelan oleh angan, kau tumpahkan segala harapan, niscaya kelak berkahnya kehidupan.
Ibu menangis dikala aku tak menemuinya. Aku... Sang muda meraja, penuh ambisi arungi bumi, berjuang sendiri, tegak berdiri, seolah rintangin tak pernah dilalui.
Aku... Seolah lupa akan jasamu wahai ibu... Lupa akan doamu ibu... Sampai aku termangu, bahwa benar engkau yang memberi bekal kehidupan, engkau yang memberi harapan impian, dan impian tak lepas dari apa yang engkau inginkan, Bahagia ibu, aku bahagia berkatmu...Arviansyah
22 Desember 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantika Sejarah
PoetryMungkin seseorang pernah merasa dirinya tak berdaya, mengisi ruang sejarah kehidupannya manusia niscaya tak selalu bertemu dengan bahagia, ada hal yang membuat mereka kecewa, tapi malam membuat dirinya bertanya, "siapa yg membuat aku terluka?", tapi...