Phosphenes ~ 3

5.9K 254 37
                                    

Happy Reading

DISINILAH Lea berada, di sebuah taman yang akhir-akhir ini sering dikunjunginya. Untuk tiba di tempat ini dia hanya perlu berjalan kaki karena jarak dari rumahnya tidak terlalu jauh dan memakan waktu banyak. Selain suasananya membuat orang-orang merasa nyaman, tempat ini juga memberikan fasilitas yang cukup memadai. Oleh karena itu, saat menjelang sore hari satu per satu orang mulai berdatangan terutama anak-anak.

Jika ada yang bertanya padanya, hal apakah yang membuatnya senang dan tak bosan karena terus mendatangi tempat yang satu ini, maka dia akan menjawab melihat anak-anak tertawa. Setiap kali dia memperhatikan mereka yang tengah bermain dengan ceria, Lea merasa seperti seorang ibu yang sedang mengawasi anak-anaknya. Terkadang mereka terjatuh kala bermain lari-larian, namun tak lama kemudian bangkit kembali tanpa menangis.

Lea tidak bisa membayangkan sebesar apa rasa bahagianya bila anak yang dikandungnya lahir dan beranjak dewasa. Sepertinya akan sangat menyenangkan karena dia mengikuti tumbuh kembang anaknya. Namun, disamping itu Lea juga merasa khawatir sekaligus takut bila mana dia gagal menjadi seorang ibu sebab tak becus mendidik anaknya. Apalagi dia membesarkan anaknya seorang diri tanpa bantuannya suaminya, pasti itu sangat sulit dari apa yang dia pikirkan.

From: Babang Tamvan, Evano

Adek gue paling bego, lagi apa?

Jangan lupa nafas ya!

Maaf gue gak bisa nemenin lo besok, gak bisa nurutin kemauan bayi lo untuk beberapa hari ke depan. Mendadak hari ini gue pergi ke Bali sama Bos karena disana ada proyek besar-besaran. Jangan berkecil hati, gue bakal bawain lo oleh-oleh yang banyak. Doain abang lo ini semoga disana dapet jodoh yang cantik, yang baik kayak lo. Doain juga semoga semuanya berjalan lancar, okey

Oh iya, jangan makan es krim lebih dari dua nanti bayi lo beku

Lea tersenyum samar saat membaca pesan yang dikirimkan temannya. Disaat Lea tengah membalas pesan singkat tersebut, tiba-tiba dia dikejutkan oleh sesuatu yang mengenai kaki sehingga mengharuskannya menundukkan kepala untuk melihat benda tersebut yang ternyata adalah bola sepak. Lea tidak tahu dari mana bola ini berasal, tapi dia mengedarkan pandangan ke segala arah untuk mencari siapakah pemilik dari bola yang ada ditangannya.

Setelah lima menit menunggu, tak ada satupun dari sekian banyak orang yang datang dan menghampirinya. Pada akhirnya, Lea pun memilih bangkit dari duduknya, berniat untuk menanyakan langsung pada anak-anak yang tengah berkumpul. Barang kali saja bola sepak ini milik salah satu dari mereka yang malu mengambilnya dan memilih diam.

"Tante," panggil seseorang, "tolong kembalikan bolanya! Itu milikku."

Mendengar permintaan itu membuat Lea dengan spontan menolehkan kepala ke sumber suara dan menemukan seorang anak laki-laki yang berusia sekitar lima sampai enam tahun. Wajah anak itu terlihat menggemaskan dengan pipi chubby, bola mata berwarna cokelat, dan bulu mata yang lentik. Terlebih lagi, pakaian yang dikenakan anak itu begitu rapi dan terlihat sangat cocok di tubuhnya.

Lea membungkukkan sedikit tubuhnya supaya memudahkannya dalam berbicara dengan anak kecil itu. " Jadi, bola ini punya kamu ya? Kenapa gak dari tadi diambilnya?" Lea menampilkan senyumnya seperti biasanya. "Nama kamu siapa? Aku baru liat kamu main disini deh," tanyanya.

"Iya, tante itu punya aku. Tadi gak sengaja ada orang yang menendangnya lumayan jauh dari tempat aku main. Dan ... tante bisa panggil aku Vino."

Seketika terbesit dalam pikirannya untuk mengenalkan Vino pada Agatha. Sepertinya mereka akan cocok satu sama lain dalam perihal pertemanan. Lea berjanji pada dirinya sendiri jika dia bertemu dengan Vino untuk kedua kalinya, dia akan mengajak Vino untuk ke rumah mama mertuanya, Resa.

PHOSPHENESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang