Happy Reading
BULAN menjatuhkan bokongnya pada sofa yang kosong, kemudian menatap temannya yang tengah sibuk memainkan ponsel genggamnya. "Lo lagi ada masalah?" tanya gadis itu sedikit ragu, namun dengan santainya tetap memasukan cemilan ke mulut. "Sini cerita sama gue, siapa tau gue bisa kasih lo solusi ya 'kan?" katanya melanjutkan.
"Kerasukan setan darimana lo, Lan, tumben banget." Anatasha terkekeh pelan, karena baru kali ini temannya bertanya hal seperti ini.
Dengan kesal Bulan melemparkan cemilan kearah temannya. "Gue serius, anjir!"
"Alhamdulillah, enggak ada. Padahal lo tau sendiri hidup gue damai-damai aja tanpa beban. Kenapa sih?" kata Anatasha menatap bingung.
Bulan memicingkan matanya curiga. "Yakin lo? Kok gue merasa ada yang lo sembunyiin dari kita ya," katanya membalas.
"Astaga, Lan, beneran deh gak ada," kata Anatasha.
"Terus kenapa tadi lo marah-marah, apalagi sampe ngomong kasar gitu. Mana segala pake bahas kelakuan berengsek Milo yang dulu lagi."
Anatasha menghembuskan nafasnya dengan kasar, lalu meletakan benda pipih miliknya di atas nakas. "Lan, gue marah pastinya bukan tanpa alasan yang jelas. Gue melakukan itu, karena kesabaran gue udah abis. Setiap kali kita kumpul yang dibahas Lea, itu lagi itu lagi. Yang gue mau Lea bersikap seperti biasanya, jangan seolah-olah Milo masih hidup."
"Gue paham perasaan lo, Na, tapi disaat-saat seperti ini yang dibutuhin Lea cuma dukungan dari kita," kata Bulan.
"Dan seharusnya sedikit demi sedikit Lea bisa lupain Milo," balas Anatasha.
Bulan menyunggingkan bibirnya sebelah. "Gak semudah yang lo pikirin, Na, karena kita gak tau seberapa hancurnya perasaan Lea. Dan seandainya gue ada diposisi Lea, mungkin gue akan bersikap kayak gitu," kata gadis itu.
Anatasha berdecak kesal. "Kenapa sih lo terus belain Lea? Apa istimewanya coba?"
"Gue semakin yakin ada yang lo sembunyiin, Na," batin Bulan mengingat-ingat perubahan sikap temannya semenjak liburan.
Lantas Bulan bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi. "Oh iya, gue harap kejadian di resto tadi gak terulang lagi. Gue yakin Lea tersinggung banget sama ucapan lo. Gue gak mau pertemanan kita hancur gitu aja karena masalah ini," katanya.
....
Sementara di tempat lain, Lea yang tengah asik menonton film kartun disalah satu channel youtube dengan amat terpaksa bergerak turun dari ranjang kala mendengar suara ketukan. Sebelum keluar, perempuan itu menyempatkan diri untuk mengintip kondisi di luar kamarnya melalui lubang yang terletak di tengah-tengah kamar seraya melepaskan ikatan pada rambutnya sehingga tergerai menutupi punggung.
"Kelvin," gumam Lea terheran-heran. "Tumben banget dia kesini malem-malem?" lanjutnya sambil menekan knop pintu.
Terdengar Kelvin menghela nafas leganya. "Aku kira kamu udah tidur," katanya.
"Hehe, belum. Ada apa?" tanya Lea to the point.
Bukannya menjawab pertanyaan yang diberikan Lea, pria itu justru terkekeh pelan. "Hm ... sepertinya kamu melupakan sesuatu deh," kata Kelvin.
Lea mengerutkan kening. "Tadi 'kan kamu sendiri yang minta aku buat beliin martabak. Dan sekarang aku udah dapet makanan yang kamu mau," kata Kelvin, lagi. Dia tidak tega melihat mantan pacarnya kebingungan.
"Oh iya," Lea menepuk dahinya. "Tapi kamu dapet darimana?" tanyanya menatap bingung pria yang ada di hadapannya ini. Pasalnya sekarang mereka sedang berada di negara orang, notabennya susah mendapatkan makanan yang sesuai dengan keinginan.
"Awalnya aku keliling kota ini. Karena gak membuahkan hasil, jadi aku minta tolong chef resto ini buat masakin. Sempat ada drama sih, tapi it's okay, akhirnya chef itu mau juga," kata Kelvin yang kembali teringat betapa bodohnya dia mencari martabak di Singapura.
"Aku ngerepotin kamu banget ya," kata Lea tak enak hati.
Kelvin menarik sudut bibirnya ke atas. "Enggak sama sekali. Justru aku seneng banget bisa mengabulkan keinginanan anak kamu," balasnya.
"By the way, makasih ya. Maaf ngerepotin," kata Lea yang tanpa sadar menampilkan wajah menggemaskan.
"Iya sama-sama," Kelvin mengacak-acak rambut Lea. "Kalo gitu aku langsung balik ke kamar ya. Jangan lupa diabisin," katanya.
Lea mengangguk-anggukan kepala. Setelah Kelvin menghilang dari pandangannya, Lea menutup pintu kembali kamarnya dan mulai menyantap makanannya dengan semangat.
....
"Besok temani aku beli kue yang ada di persimpangan jalan ya." Dengan cekatan perempuan itu memasukan beberapa pakaian miliknya ke lemari. "Sekalian jenguk Frisiel di rumah sakit. Kemarin aku dapat kabar dari teman-teman kalo dia habis melahirkan bayi perempuan."
"Kalo bisa sih, kita berangkatnya jangan terlalu kesiangan. Kamu tau sendiri 'kan cuaca akhir-akhir ini lagi panas." Jefri mengabaikan perkataan istrinya, bahkan sekadar menolehkan kepala pun tidak dilakukannya. Pandangan pria itu terlalu fokus menatap layar laptop yang berada di pangkuannya.
"Jef, kamu dengerin aku gak sih?" kata Karin dengan kesal karena perkataannya tidak diberi tanggapan apapun oleh lawan bicaranya. Kemudian dia melangkahkan kakinya mendekati sofa panjang dan berusaha melihat aktivitas yang sedang dilakukan suaminya.
"Eh, kenapa?" tanya Jefri yang berusaha untuk mengalihkan pandangan istrinya dari benda kesayangannya itu, laptop.
Karin memicingkan matanya curiga. "Kenapa kamu ketakutan gitu? Apa jangan-jangan ... kamu lagi nonton film porno ya!" katanya.
"Saya bukan orang seperti itu, Karin," kata Jefri membalas.
"Ya terus kamu lagi ngapain?" Karin merebut laptop milik suaminya, sehingga benda mati tersebut berada di tangannya
Jefri langsung menunjukan ekspresi tidak suka. "Kamu apa-apaan sih, Rin?" katanya mulai tersulut emosi karena kelakuan istrinya.
"Kamu yang apa-apaan!" bentak Karin. "Kan aku udah pernah bilang sama kamu. Gak usah kerja! Tabungan aku masih cukup buat biayain hidup kita. Lagian aku juga masih kerja."
Pria itu memejamkan matanya sejenak. "Kamu tau tugas seorang suami itu apa? Menafkahi istrinya, bukan istri yang menafkahi suaminya," kata Jefri.
"Terus?" kata Karin dengan polos.
"Rin, saya itu suami kamu. Udah jadi kewajiban saya untuk menafkahi kamu. Gak mungkin saya bergantung hidup sama kamu terus. Saya juga ingin seperti pria diluaran sana yang memiliki kegiatan lain," kata Jefri.
"Tapi aku mau kamu tetap di rumah aja," balas Karin keras kepala.
"Saya gak bisa, Rin. Tolong mengerti!"
"Kamu melakukan ini karena omongan teman-teman aku 'kan?" tanya Karin.
Jefri diam mengiyakan.
"Ck, kamu gak usah peduliin itu!"
"Sampai kapan saya akan tetap seperti ini?" lirih Jefri.
"Sampai orang-orang itu berhenti mencari kamu," kata Karin tanpa sadar.
"Maksudnya?" Bingung Jefri dengan perkataan istrinya.
Karin kelabakan. "Ah, lupain aja. Gak penting juga. Intinya besok kamu harus temani aku dan gak boleh kerja!" katanya.
"Tapi-"
"Aku gak mau berdebat lagi mengenai masalah ini. Lebih baik kita tidur sekarang karena udah malam," kata Karin menyela perkataan suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHOSPHENES
RomanceSebuah kabar menggembirakan datang dari Lea, namun disaat itu pula ada kabar tidak mengenakan. ... Start: 2019 End: 2020 Publish ulang: 2021