01 - Jari Kelingking | Revised

1.3K 85 23
                                    

"Nadine, kayak Luna dong, dia udah bisa beliin Mama barang branded nih," ucap Elina seraya menunjukan tas dengan merk Chanel.

"Padahal umurnya tuaan kamu, kalo sekolah juga dia baru kelas dua SMA, tapi udah pinter cari uang tuh anak Tante. Gak kayak kamu! Mikirin kuliah terus, egois," timpal Kaye—tantenya.

Nadine yang tengah sibuk dengan tugas kuliah, hanya diam mendengarkan kata demi kata yang keluar dari mulut dua orang wanita paruh baya di depannya ini. Egois, ya? Tantenya itu tak sadar apa, yang dia ucapkan tadi juga terdengar egois bagi Nadine.

Sementara, objek yang sedang di bicarakan—Luna—tampak memamerkan senyum sinisnya pada Nadine, bersombong diri dengan pujian yang dilayangkan untuknya.

"Aku kuliah juga buat masa depan kalian," balas Nadine, sebab rasa sesak di dadanya sudah tidak bisa di tahan lagi.

Elina sendiri tampak mendecih. "Halah! Kamu ini sok banget sih, buat masa depan apanya coba? Sekarang aja kamu belum bisa kayak Luna beliin Mama barang mewah gini," hardiknya.

Wajah Nadine seketika memanas, sorot matanya tajam menatap layar laptop di pangkuan. "Tahu, Nad! Kamu gak kasian apa sama Mama kamu? Udah mulai tua lho, kapan kamu bisa bahagiain dia? Keburu mati!"

"Tante! Jaga ya bicara Tante!" bentak Nadine seraya bangkit dari duduk dengan tatapan nyalang.

Luna yang tak terima Kaye dibentak pun langsung berdiri dan mendorong bahu Nadine dengan kencang. "Ada juga lo yang harus jaga bicara! Inget, lo lagi ngomong sama orang tua brengsek!"

"Lo yang brengsek!" balas Nadine, yang membuat Luna kesal dan langsung menamparnya.

Nadine jelas tak tinggal diam, dia membalas tamparan itu, hingga akhirnya membuat mereka berdua saling jambak, hingga Kaye dan Elina langsung sigap menengahi.

"Nadine, cukup, ya! Kamu kalau iri sama Luna jangan kayak gini dong!" sergah Kaye.

Nadine mengusap pipi bekas tamparan tadi, lalu menatap sengit pada sepupunya itu. Dia lantas mengambil laptop di atas meja, dan menatap ketiga orang di depannya. "Gak sudi gue iri sama pelacur!" hardiknya.

Luna yang mendengar itu langsung geram dan hendak menghampiri Nadine, tapi urung karena Elina menahan lengannya. "Udah, Lun! Tante minta maaf, ya, nanti biar Tante marahin si Nadine. Kamu jangan marah, nanti cantiknya ilang lho," ucapnya membujuk dan berhasil, Luna tak jadi marah.

Sementara itu, Nadine ternyata belum benar-benar pergi dan tampak bersembunyi di tembok pembatas. Hatinya sakit mendengar mamanya lebih menyayangi Luna ketimbang anak kandung sendiri. Rasa sakit dan panas dari tamparan yang Luna berika tak sebanding dengan rasa sakit yang ada di hatinya.

Apa aku harus kaya dulu biar Mama sayang aku?

🕊️🕊️🕊️

"Nad!" panggil Calandra.

Nadine yang fokus berjalan dengan setumpuk kertas di tangan, tak menghiraukan panggilan dari gadis keturunan Jerman itu, apalagi telinganya tersumpal earphone.

"Nadine!"

Calandra yang berada di seberang Nadine—hanya terpisah tanaman hias—mendecak sebal saat sang objek tak menghiraukan panggilannya.

"Nadi—"

"Awh!"

Calandra yang panik langsung menghampiri Nadine, tubuh kecil Nadine ditabrak oleh badan besar milik seorang pria yang sepertinya tak memperhatikan jalan. Kertas-kertas yang dipegang Nadine pun beterbangan ke mana-mana, sedangkan gadis itu terduduk di tanah sambil memegangi tangan kirinya.

My Happy Ending - End 2019 | Proses Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang