[10] Once Upon a November

10K 614 79
                                    

Semenjak menikah dengan Kim Seokjin, aku yang dulu telah lenyap, hancur lebur bersama ikatan pernikahan yang ia ucapkan. Jeon Jisoo yang ramah dan ceria hanya ada di masa lalu. Kini aku telah hidup menjadi pribadi yang baru yang lebih suka menyendiri dan menyiksa diri sendiri dengan berbagai pemikiran yang seharusnya memang tidak aku pikirkan.

Semua itu bermula dari masa awal-awal pernikahan yang suram. Kim Seokjin yang mengurung aku di rumah dan membatasi pertemananku, membuatku pada akhirnya terbiasa menyendiri. Kim Seokjin dan segala aturannya yang ketat yang terkadang membuatku sesak, tetapi aku menikmati itu sampai tidak sadar bahwa ternyata Kim Seokjin tengah membunuhku secara perlahan.

Aku menikmati penyiksaan itu. Dan hanya menganggap bahwa ini bentuk perlindungan Kim Seokjin sebagai seorang suami untuk istrinya, yaitu aku.

Tetapi ingat, itu hanya terjadi di masa awal-awal pernikahan saja. Kini semuanya berubah, tak ada lagi kekangan dan tak ada lagi rasa sakit. Kim Seokjin telah berubah menjadi pria idaman dan ia memperlakukanku dengan sangat baik.

Hanya saja, aku tidak tau bagaimana caranya untuk aku bisa kembali menjadi Jeon Jisoo yang ramah dan ceria seperti dulu. Meski dimulai dengan hal-hal menyakitkan, nyatanya aku merasa lebih nyaman hidup sebagai Jeon Jisoo yang suka menyendiri.

Aku sadar bahwa aku tidak bisa hidup sesantai dulu. Aku terus berpikir keras tentang hal yang sebenarnya tak perlu kupikirkan, dan itu akan berakhir dengan kepalaku yang menjadi sakit. Tak masalah, aku sudah terbiasa dengan itu.

Tetapi masyarakat tidak bisa menerima sosok Jeon Jisoo yang baru. Berkata bahwa mereka lebih menyukai sosok Jeon Jisoo yang dulu. Begitu juga dengan Kim Seokjin. Pria itu mengungkit kisah masa lalu dimana ia berkata bahwa aku sangat ramah dan ceria. Seolah tidak tau saja bahwa aku yang sekarang adalah akibat dari perbuatannya.

Kemudian, menyadari bahwa aku menjadi sering tidak terkendali-seperti berubah-ubah mood, dan aku akan menangis atau tertawa di saat yang tidak terduga. Pria itu menyarankan aku untuk mendatangi psikiater.

Aku tertawa miris. Bahkan pria itu telah menyadarinya, bahwa ia memiliki seorang istri yang gila.

Suatu hari, aku terbangun dari pingsan setelah berdebat dengan Kim Seokjin. Isi dari perdebatan itu adalah aku yang mengaku gila namun enggan pergi ke psikiater. Kim Seokjin yang tersenyum adalah pemandangan yang pertamakali kulihat ketika aku membuka mata.

"Kamu hamil." Ujarnya senang.

Aku terdiam beribu bahasa. Tidak merasakan senang atau pun sedih. Di masa lalu, aku juga pernah hamil dan berakhir dengan keguguran. Jujur saja, aku takut. Aku merasa bahwa aku belum siap. Aku takut melakukan kesalahan lagi dan itu akan berakhir sama seperti di kehamilan sebelumnya.

Aku takut aku tidak bisa mempertahankannya lagi.

Ketika keluarga dan sanak saudara mengetahui tentang kehamilanku, mereka berbondong-bondong mendatangiku dan mengucapkan selamat. Namun dalam pendengaranku, ucapan selamat itu bagai ejekan dengan maksud bahwa mereka menantikan apakah di masa depan bayi ini akan selamat atau ikut lenyap bersama bayi yang dulu.

Gara-gara itu, aku jadi sering emosi dan melampiaskannya pada Kim Seokjin. Aku akan memarahi Kim Seokjin bahkan jika aku tau bahwa itu bukan kesalahannya. Sedangkan Kim Seokjin hanya mampu menerima, dan ia akan mulai membujukku kemudian menasihati aku setelah sekiranya aku merasa tenang. Berkat itu, Kim Seokjin sukses menjadi pria paling sabar di dunia.

Mood swing, begitu yang dikatakan Dokter Moon ketika aku berkonsultasi bahwa semenjak hamil aku menjadi sangat sensitif. Ia berkata bahwa itu adalah hal yang normal untuk ibu hamil seperti aku. Namun, begitu aku menceritakan bahwa aku memiliki ketakutan tentang kehamilan ini yang mungkin akan berakhir seperti kehamilan yang lalu, dokter cantik itu turut merekomendasikan aku untuk mendatangi psikiater.

UntouchableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang