Untuk kehidupan rumah tangga yang lebih baik, kami membuat perjanjian untuk saling mengerti satu sama lain. Aku masih belajar dan berusaha untuk mengenalnya lebih dekat, sedangkan Jisoo mungkin sudah lebih dari paham segala hal tentang aku.
Aku hanya memberinya perhatian, tetapi Jisoo sudah senang bukan main. Jisoo benar-benar malaikat. Dia lebih dari sekedar ekspektasi. Betapa beruntungnya aku bisa menjadikannya istriku.
"Jika ada sesuatu, tolong jangan dipendam sendirian. Kamu bisa cerita kapan pun padaku, Jeon Jisoo."
Sebenarnya aku cemas, baik aku atau pun Jisoo sama sekali belum mempelajari ilmu tentang kehamilan ataupun ilmu sebagai calon orang tua. Jisoo bilang kami hanya perlu mengikuti insting. Tetapi bagiku jelas perlu memiliki pedoman agar tidak salah melangkah.
Perempuan itu memasang senyum manis. "Tentu. Terima kasih."
Selain itu, aku juga khawatir tentang mentalnya. Maksudku, Jisoo adalah tipikal orang yang selalu memendam perasaannya, itu sifat bawaannya sejak lahir. Dan lagi, terkadang ia mudah percaya dengan orang lain. Oh, satu lagi, dia sulit menolak permintaan orang lain. Bahasa singkatnya, dia orang yang tidak enakan.
Aku mengecup dahinya. Jisoo tersenyum dan ia membenarkan kerah kemeja yang kugunakan. "Aku akan berangkat. Hubungi aku jika perlu sesuatu ya."
Perempuan itu mengangguk. Kemudian mulutnya sedikit terbuka, nampaknya ia hendak mengatakan sesuatu. Aku belum melepas pelukanku serta usapan lembut di perutnya, aku menunggu kata apa yang akan ia ucapkan.
"Aku ingin menelpon Lalisa, boleh? Maksudku, hari itu kamu melarangku—ah, tidak, maksudku, kami hanya akan berbicara lewat telpon, tidak bertemu. Apa boleh?"
Ucapannya terdengar gelisah, aku tau dia mungkin tidak bermaksud untuk mengungkit kejadian itu. Aku masih merasa bersalah, namun sampai waktu yang belum ditentukan, aku masih tidak mengizinkannya jika hendak bertemu atau berpergian dengan teman-temannya itu.
"Silahkan."
Seutas senyum kembali ia berikan. "Terima kasih. Pergilah, hati-hati di jalan, okay!"
Aku meninggalkan rumah dan begitu hendak menaiki lift, aku sadar bahwa kunci mobil tidak ada dalam kantung bajuku. Lantas aku memutar arah, kembali ke rumah untuk mengambil kunci mobil ku yang barang kali tertinggal.
Nampaknya Jisoo tidak mendengar suara pintu, sehingga ketika aku masuk, tidak terdengar sahutan darinya. Usai mengambil kunci mobil di atas sofa, sebenarnya aku berniat langsung pergi. Tapi aku sedikit penasaran dengan hal yang dibicarakan Jisoo dengan Lalisa, sehingga aku berjalan ke arah kamar dan menguping pembicaraan mereka di balik pintu.
"Bukankah menurutmu dia akan tampan?"
Tidak terdengar sahutan yang Lalisa ucapkan lewat telpon. Nampaknya Jisoo me-non-aktifkan pengeras suara dalam panggilan itu.
"Dalam mimpiku, dia benar-benar tampan! Seperti seorang selebriti, hihi!"
Aku penasaran, sebenarnya siapa orang yang dimaksud Jisoo. Apakah aku? Aku merasa diriku tidak berupa buruk, jadi bisa saja orang itu adalah aku 'kan?
Jika itu sungguh aku, aku senang bisa berada dalam mimpinya. Sedikit narsis tidak apa-apa 'kan?
"Huh, aku mana bisa meminta padanya untuk mengecat rambutnya. Selama ini aku tidak pernah 'tuh melihatnya mewarnai rambut barang sehelai pun. Tapi, yah, meski begitu, kurasa dalam mimpi saja cukup melihat Kim Seokjin dengan rambut ungu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Untouchable
Romance🔞 TAMAT 1 #jinsoo ( 9 Oktober 2021 ) Status hanyalah status, dimana Jeon Jisoo dan Kim Seokjin bisa terlihat serasi hanya ketika berada di kerumunan banyak orang. Sedangkan ketika berada di rumah, itu akan menjadi hal yang berkebalikan. Sebuah din...