[11-END] Our Ending

10.8K 566 79
                                    

Tahun lalu kami merayakan ulang tahun Kim Seokjin dengan sederhana dan apa adanya. Saat itu Soodam baru berusia setahun, tengah dalam masa pertumbuhan gigi sehingga ia rewel setengah mati. Aku tidak bisa meninggalkannya barang satu detik saja, atau ia akan menangis kencang dan akan membuat penghuni rumah di samping terganggu.

Maka dari itu, aku terpaksa harus memesan kue via delivery untuk perayaan ulang tahun Kim Seokjin. Aku meminta kue itu untuk dibalur buttercream berwarna biru dan beberapa ornamen penghias yang edible,  serta tulisan 'Selamat ulang tahun, Papa'.

Tapi itu semua berujung sia-sia.

Si perusuh kecil itu menghancurkan kuenya dan membuat permukaan kue menjadi tidak beraturan. Aku ingin menangis. Kesabaranku benar-benar diuji kala itu.

Pada akhirnya, karena keterbatasan waktu, mau tidak mau aku tetap menancapkan lilin di atas kue yang hancur itu. Menyalakan api di ujung sumbunya dan memberikannya kepada Kim Seokjin untuk ditiup.

Kim Seokjin tidak marah. Bahkan pria itu tidak menyadari bahwa kue itu sudah rusak. Kemudian aku menjelaskan bahwa ini adalah ulah putrinya. Aku menceritakan sejelas-jelasnya bagaimana kronologi kue itu menjadi hancur. Tetapi Kim Seokjin malah tersenyum dan tertawa.

Oh, itu kenangan yang menyebalkan namun juga menyenangkan, kenangan yang tidak akan terlupakan.

Kuharap, perayaan ulang tahunnya kali ini juga akan menjadi kenangan yang berkesan.

Aku telah menyiapkan banyak hal. Mengesampingkan perutku yang mulas sejak pagi. Bahkan ibu mertua juga telah datang jauh-jauh dari Gwangju. Khusus untuk perayaan ulang tahun Kim Seokjin.

Seharian ini aku membersihkan rumah dan membuat kue. Aku bersyukur karena ibu mertua berada disini sehingga beliau bisa membantuku mengurus Soodan selama aku melakukan pekerjaan-pekerjaan ini.

"Selamat ulang tahun, Papa!"

Soodam menjadi yang paling semangat untuk mengucapkannya begitu Kim Seokjin pulang. Lantas Kim Seokjin meraih putrinya itu, membawanya dalan dekapan, lalu menghujaminya dengan ribuan ciuman. Soodam hanya terkikik kegelian.

Lalu Kim Seokjin beralih memeluk ibu mertua, masih dengan Soodam yang berada dalam gendongannya. Di tengah-tengah pelukan ibu dan anak yang mengharukan itu, tiba-tiba Soodam menunjuk pada kue yang tengah kubawa. "Tiup lilinnya, Papa."

"Tentu, kita tiup bersama-sama, ya..."

Soodam tertawa dan bertepuk tangan kala lilin yang menancap pada kue telah padam. Ia kemudian minta diturunkan, Kim Seokjin menurut dan melakukan apa yang putrinya minta.

"Halmoni, tadi dimana ya kado untuk Papa?"

"Oh, sepertinya tertinggal di kamar. Ayo kita ambil."

Ibu mertua membawa Soodam ke dalam kamar. Tersisa aku dan Kim Seokjin yang masih berdiri di ruang tamu. Kemudian, di kesempatan yang sempit ini, Kim Seokjin tiba-tiba memelukku. Sebelah tangannya terangkat untuk meletakkan kue yang sejak tadi kubawa. Lalu ia memelukku lebih erat serta mencium kening dan bibirku.

"Hei, tidak enak jika dilihat Eomanim."

"Sebentar saja."

Sebenarnya aku ingin duduk. Perutku terasa semakin mulas dan aku tidak kuat jika harus berdiri lama. Lantas yang kulakukan adalah menggantungkan tanganku di pundaknya, menjadikan pundak lebar itu sebagai tumpuan karena aku sudah merasa sangat lemah bahkan untuk menompang tubuhku sendiri.

UntouchableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang