pendahuluan.

3.4K 257 87
                                    

Silir angin bergeming, menerpa sejuk bebatangan yang membeku di hamparan salju tebal.

'kau tau Ray ? Dunia kita itu luass! Kita bisa melakukan apapun disini!'

Ray terdiam,sedetik kemudian, ia menjawab.

'Yah,'

Tangannya menggigil, ia memasukkan keduanya ke saku celana, berharap dengan itu ia bisa menghangatkan nya.

Rambut pirang itu kembali terhempas, beberapa helai rambutnya berbalut butiran salju dingin, ia terlihat menikmati dinginnya udara hari ini.

Berbeda dengan Ray, ia lebih memilih melihat gadis itu menari nari di bawah dinginnya salju, dimana ia bisa mengembuskan nafas dingin lewat bibir yang ia tutupi dengan syal birunya.

'Hei,Ray..'

Ray terdiam,hanya menoleh menatap gadis itu yang mulai berhenti,matanya menghadap pada Ray dan tersenyum lebar.

'Ray, kau tau ? Kau itu tak perlu harus berubah,'

Ray menaikkan sebelah alisnya.

'Benar!, Kau yang dingin itu seperti salju, meski kau dingin,kau itu lembut!dan banyak orang yang menyukaimu !'

Ray hanya menatapnya seolah tak ada yang ia katakan,
Ia tak tau harus menjawab apa, atau berkata apa.
Ia tak terbiasa menanggapi orang tentang masalah seperti ini.

'Ray..'

'hm?'

'Ray,'

'R.A.Y !!'

.

.

.

.

.

"R.A.Y..."

"Haah ?!"

Mata Ray membelalak, menatap siapa yang ada di hadapannya,

Emma.

Gadis itu terlihat menepuk nepuk wajah Ray, berusaha membangunkannya dari tidur malam yang ia jalani,

"R.A.Y!"

"_ah...iya aku bangun!"

Katanya,sambil berusaha bangkit,kebiasaan.
Pikirnya kesal, melihat Emma dengan wajah tak bersalahnya,
Gadis itu terlihat berkacak pinggang sambil menarik selimut Ray dan melipatnya.

pagi-pagi begini,ia biasanya hanya akan datang,membangunkan Ray dengan seragam rapinya, membuatkannya sarapan dan mengajaknya ke sekolah dengan alasan,

'Ray..bisa kau ajari aku soal yang ini ?, Hehe..'

Begitulah.
Meski begitu, Emma adalah orang yang berusaha keras dalam meraih sesuatu, dan ia menghargainya.

"Ray, cepat bangun Lalu mandi dan cepat sarapan!"

Teriak Emma sambil menarik narik lengan Ray supaya pria itu cepat bangkit dari tidurnya,

"Ah, memang kau sudah buatkan aku sarapan?"

Ray menutup kepalanya dengan bantal dan mulai menarik kembali selimut yang dilipat Emma.

"Bukan aku, Norman yang akan membuatnya,"

"Norman?"

Emma mengangguk lantas menggenggam tangan Ray,

"Jadi cepatlah mandi dan biarkan aku melipat selimut mu!"

Brakk!

Ray terjatuh dari kasurnya, Emma menarik kuat kedua tangan Ray dan membantingnya ke lantai, hingga sempat ia mendecih kesakitan.

"Tch! Tidak bisakah kau menggunakan cara yang lebih baik ?"

"Tidak."

Singkat Emma sambil tetap melipat selimut Ray,
bagi Ray tadi itu bantingan yang keras, meski Emma hanya mengayunkan tangannya hingga Ray jatuh.

"Apa yang kau lakukan disini ?,cepat mandi !"

"Iya-iya! Aku mandi!"

Mengesalkan, meski Ray tau, tadi itu dilakukan untuknya,

Omong-omong,Emma unggul dalam bidang olahraga lebih dari siapapun, meski ia bodoh dalam pengerjaan soal ilmiah, ia selalu bagus dalam satu mata pelajaran itu,
Bahkan, krone-sensei pun mengakui nya.

"Ray? Kau sudah bangun?"

Sapa Norman yang tengah menyajikan makanan diatas piring,
Ray menoleh.

"Yo! Apa yang kau masak ?"

Tanyanya mendekati Norman,

"Yakisoba."

"Apa?"

"Kukira kau hanya punya bahan kecil untuk membuat yakisoba di kulkas,"

Kata Norman sambil mengambil salah satu roti dari teflon yang ia genggam.

"Yah, sepertinya aku harus membeli bahan makanan sore nanti."

"Bagaimana dengan mama mu ?"

Ray terdiam, seperti biasanya.

"Maksudmu Isabella-sensei ?"

Jelas Ray mengalihkan pandangan untuk mengambil piring lagi.

"Yah, karena kita dirumahmu,tak masalah kan? Kalau aku memanggilnya 'mama-mu'?"

Norman tertawa kecil,menganggap itu tadi hanyalah kata-kata yang biasa ia ucapkan.

Sedang Ray merasa sepotong kalimat Norman mirip angin tipis yang menepis lengannya,
Rasanya sedikit... perih.

"Hei, apa kau sudah makan ?"

Tanya Ray yang hanya melihat 2 Yakisoba, Norman tersenyum menggeleng,

"Belum,"

"Lalu kenapa kau hanya buat dua? Kau tau Emma itu pemakan segalanya 'kan?"

Mendengar kata-kata itu, Norman terkekeh kecil,

"Tentu,aku akan 'berdua' dengannya."

"Maksudmu 'berbagi'?"

"Yah,memang kenapa?"

"Tidak, itu terdengar menyakitkan bagi Emma."

Kata Ray tanpa ekspresi,itu hal biasa, Norman pun menanggapinya dengan tawa lebar layaknya candaan,
Ia tak akan bilang Ray itu kaku,dingin,muka datar atau sebagainya,
Karena itulah yang jadi bagian dari Ray,dan itulah yang membuat sosok Ray jadi Ray.

"Ray,?!"

Suara itu..
Ray menoleh ragu-ragu, melihat siapa yang terkejut ia masih menyiapkan makanan dengan Norman,
Kalau ditebak tebak, sosok yang ada di ambang pintu bisa ngomel unfaedah lagi kalau ia belum mandi.

"Norman, aku mandi dulu."

Katanya,sambil berbalik membelakangi Emma yang melipat tangan di dadanya.
Norman terkekeh, melihat tingkah Ray yang telinganya mulai panas mendengar suara Emma.

"Dari tadi dia belum mandi?"

Tanya Emma, Norman hanya tersenyum mengangguk.

"Hei,kau tak membuatkan ku Yakisoba?"

"Tidak."

Jawab Norman singkat, ia tau, Emma masih lapar,padahal barusan ia makan di rumah Norman,
Gadis itu terlihat kecewa,menatap Norman penuh harap ia bisa makan.
Norman yang melihat tampang melas Emma terkekeh kecil,lantas mengacak acak ujung rambut Emma, ia hanya bercanda.

"Untuk sekarang,kita berbagi,"

"Heh?! Kenapa?"

"Kau makan dua porsi udon tadi di rumahku."

Mata Emma mengerenyit,ia menarik narik lengan baju Norman, meminta alasan.

"Lalu kenapa?"

Sejenak Norman terlihat berpikir mencari alasan yang kalau didengar terkesan masuk akal, matanya melirik  pendek ke  arah Emma, barulah ia menjawab singkat

"Nanti kau gendut."

.

-to be continued-

Ray : shape of world - [ Promised Neverland. ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang