Kulihat matamu, benar juga, itu bukan matamu, itu wajahku.
.
.
Malam merundung sepi, Ray terlihat berjalan dengan tangan disaku nya seperti biasa, Anna sudah diantar ke apartemen nya, kalau dipikir, bukankah anak itu sedikit berlebihan ketika menanggapi pria besar tadi?
Langkah Ray terhenti di bawah sinar lampu, bukan..tentu saja bukan, tadi itu hanya karena ia pria dan Anna ada disampingnya sebagai wanita, ini wajar karena ia yang bertanggung jawab atas Anna ketika jalan jalan, keringat membasahi pelipisnya, sejujurnya ia agak kesal juga.
Bukan tentang kejadian tadi, tapi ini tentang Anna, ia agak kesal dengan nya, tentu saja, ini tak seperti bagaimana ia harus melihatnya di mata biru itu dengan tatapan polos, kalau Anna masih menyimpan apa yang mereka jaga satu sama lain bukankah ia juga mengingat bagaimana mereka bertemu?
Hanya satu foto yang diambil Ray dari kutipan buku di ruang santai apartemen Anna, gadis itu tak akan menyadari nya, tapi jika ia benar-benar menjaganya ketika Ray dan yang lain menginap, ia harusnya menyadari dan benar-benar ingat kalau ia adalah Ray yang ia tinggalkan 3 tahun lalu.
"Akh! Sial, merepotkan sekali."
Ray menggerutu ditengah langkah sambil mengacak rambut.
.
Meresahkan, ini liburan musim panas paling meresahkan, yang Emma bisa lakukan hanyalah mengerjakan tugas di bawah pengawasan ketat Anna, seriusan ia ingin masuk kuliah kedokteran?!
"Anna! Kau itu jenius!!"
Emma menggebrak meja diiringi pujian munafik bermakna, dengan itu pula Anna tak terkejut dan hanya tersenyum.
"Terimakasih."
"Tapi kenapa kau tak pernah menonjol di kelas?"
Itu pertanyaan paling konyol yang pernah ditanyakan Emma, maksudnya, semua pertanyaan gadis ini konyol hanya saja ini yang paling konyol diantara semuanya.
Anna mengangkat kepala, menatap langit langit apartemen nya sambil berpikir.
"Begini ya Emma, aku buruk soal sosial, lalu, aku hanya belajar tentang farmasi dan medis--"
"Tapi kau pintar!!"
Anna tersenyum getir, sebenarnya ia tau ini hanya untuk mengukur waktu Emma mengerjakan tugas.
"Terima kasih lagi, tapi Emma, ini seperti kau yang hanya suka dengan olahraga atau fisik, kau kuat meski itu tak sepadan dengan otakmu, apa kau mengerti?"
Emma terdiam, maksud Anna adalah, berhenti buang buang waktu dan tenaga mu lalu cepat kerjakan tugasmu.
Gadis itu tertunduk, meletakkan diri dengan sopan dan kembali menghitung angka diatas tatami, ini baru anak baik."Emma,"
Lirih Anna memanggil sayu nama Emma.
"Sejak kapan kau mengenal Ray?"
Hening.
Emma perlu beberapa saat hingga mulutnya bisa menjawab pertanyaan sepupu nya, kalau ia bisa menarik pembicaraan Ray, gadis itu mungkin punya kesempatan kabur dari tugas saat ini.
Butuh sejenak hingga Anna teringat dengan siapa ia bicara,
"Ah, lupakan, kembali kerjakan saja pekerjaan mu Emma."
Anna mengingatkan sebelum akhirnya Emma akan lari dari tanggung jawabnya lagi, gadis itu menghela nafas lemas sambil meletakkan kepala dan mencoret buku asal asalan, sungguhan, ia butuh waktu lain untuk menyimpan beberapa keping keripik di perutnya

KAMU SEDANG MEMBACA
Ray : shape of world - [ Promised Neverland. ]
Teen Fiction"Ray.. menurut mu, seperti apa dunia ?" "entahlah" "apa yang paling kau inginkan di dunia ini ?" "tak ada." gadis itu terdiam, kembali duduk di kursinya, sepertinya ia terlalu banyak bicara dengan Ray tiap kali di perpustakaan. sambil memainkan tepi...