"ah, tentu,"
Tukas Anna terlihat santai, iris biru langitnya menatap Ray seolah baik baik saja
Lain beda dengan Norman, berada diantara kedua orang ini merasa jadi penghalang pembicaraan mereka, mungkin saja yang ingin Ray katakan bukan itu, jelas-jelas tadi Anna bicara seolah mereka sudah sering bicara sebelumnya."Kalau begitu, Ray. Aku pergi, ada banyak hal yang ingin ku kerjakan, aku juga bukan tipe orang yang betah di perpustakaan,"
Tuturnya berlalu dengan menepuk pundak Ray yang tak peduli, sejenak pula ia menunduk memberi isyarat pamit pada Anna,lantas pergi.
Lengang.
Anna masih berdiri di tempat, membawa setumpuk buku di tangannya,Ray sendiri sibuk memilah judul buku apa yang akan ia baca setelah ini,
"Kupikir kau sibuk."
"Aku tak menjawab nya tadi,"
Timpal Anna tak terima dengan pria itu, ia berusaha membuang pandang dari tatapan Ray yang dingin, pria itu menghela nafas pendek untuk sejenak.
"Bagimu, apa arti kata 'sampai jumpa' ?"
Anna terdiam, ia tak mengerti, berusaha sok sibuk, ia meletakkan tumpukan buku di meja terdekat lantas memilah satu diantara nya seolah ia sedang bekerja.
"Yah, mungkin kau mengatakannya kalau kau yakin dengan pertemuan akan hari esok, kurang lebih begitu, mungkin."
Mata biru nya tak berpaling dari buku buku di meja, Ray juga tak yakin kalau itu jawaban yang salah, selama ini juga ia menganggapnya begitu.
Anna gadis yang tak pernah terlihat menonjol di kelas, ia hidup seakan mengabdi pada perpustakaan,
Dalam hal ini mungkin Ray merasa keduanya memiliki persamaan.Melihatnya mondar mandir di perpustakaan dengan setumpuk buku berantakan saja sudah menunjukkan ia pola orang yang tak ingin peduli dengan sosialisme.
Mungkin itu yang membuat Ray kadang memperhatikannya.
"Begitu kah.."
Gumamnya lirih, Anna tentu sontak mengangguk yakin.
..
.
"Ray, kau orang yang dingin ya.. "
Mata Anna menatapnya yang tengah membaca buku hidrologi dalam sayur.
"Entahlah, aku tak begitu peduli."
Singkat tak memenuhi jawaban, Anna hanya bisa tersenyum parau mengiyakan seadanya.
Gadis itu pun bangkit, membawa beberapa buku yang akan ia kembalikan."Kau sudah mau pergi?"
Tanya Ray mendogak ke arah lawan bicara.
Anna tersentak untuk beberapa saat,"Oh, tentu. Aku punya janji dengan violet."
"Begitu, aku juga akan pergi,"
Tukas Ray ikut bangkit membawa buku di lengannya dan tangan yang ia masukkan ke sakunya,
"Cepat sekali, kau hanya baca itu?"
Mata Ray menoleh, ikut berjalan menyusuri lorong perpustakaan disisi Anna.
Pria itu mengangguk.
"Kau sendiri?"
"Aku? Yah, hari ini saja aku tak membaca satupun buku, menata ulang buku yang di catat violet mungkin jadi pengalaman baruku."
"Rumit sekali."
Tidak, itu tak serumit tatapannya pada Anna, ia tak pernah tau bisa bicara dengan gadis ini sekarang,
Entah apa yang mendorongnya.
Tapi ia yakin betul, ia ingin pertemuan yang lebih dari ini.Anna sendiri sering mondar mandir di perpustakaan layaknya petugas yang sebenarnya, ia banyak menyusun buku dengan baik, membantu seseorang menemukan buku dan memberikan kehadiran hangat di lembaran buku yang Ray balik.
Ia banyak memperhatikan lebih dari ini tanpa ia sadari.
Mungkin, ia juga ingin mengajaknya bicara seperti Norman dan Emma.
Bicara layaknya teman."Kau sudah selesai, Anna?"
Mata malas itu menatapnya, rambut pirang pendek petugas perpustakaan itu tengah duduk di meja jaga sambil memangku tangannya.
Terkejut juga tau Anna berjalan berdampingan dengan pria aspal yang cukup di kesalinya."Aku mengecek stample yang kepala sekolah berikan bulan lalu, catatan peminjamannya juga tak melebihi batas selama ini."
"Hm..yah..baguslah kalau begitu,"
Gadis itu..
Pikir Ray menatapnya sayu tak peduli, ia gadis kelas yang sering meremehkan, sikapnya cuek tak peduli, memang dalam segi bahasa ia dan Ray sama, hanya saja ia lebih menyebalkan darinya."Kau temannya violet?"
Tanya Ray menyenggol Anna, gadis itu mengangguk sembari meletakkan tumpukan buku di atas meja violet,
"Aku membantunya di perpustakaan, dia gadis yang baik."
"Oh, begitu."
Singkat Ray mulai berlalu dari kedua gadis itu, Violet memangku tangan malas melihatnya, sejenak sebelum mencapai ambang pintu, Ray menghentikan langkah kecilnya,
"Aku pinjam buku ini empat hari, Anna akan mengurusnya untukku,"
Ucapnya tanpa menoleh, meninggalkan Anna dan Violet ditengah ketidak peduliannya.
.
"Kalian berdua cukup dekat kah?"
Lirih violet sambil menyusun buku di keranjang dorong, mata juteknya melirik Anna yang membaca buku kedokteran didekatnya.
Pecahnya konsentrasi Anna membuatnya tak kontras menjawab pertanyaan Violet."Entahlah, tak pernah begitu mungkin."
"Seriusan? Aku melihat kalian berdua membaca buku disini."
"Yah..bukankah itu sering?"
"Bukan begitu, kalian duduk di meja yang sama saat itu, kau tak merasa aneh? Banyak yang memperhatikan Ray, Lo"
Anna terdiam, benar juga, gadis itu ada benarnya, Ray juga pasti tak pernah ingat kapan mereka berdua membaca buku bersama.
"Apa bahkan tak ada satupun diantara kalian yang menyadarinya?"
Tanya violet sekali lagi membuyarkan lamunan Anna, gadis itu menunduk, menenggelamkan pandangannya dalam dalam ke hamparan pikiran.
"Biar saja, hanya aku yang akan menyadarinya.
Biar aku yang menyadari dunianya Ray sendiri.".
Anna tak ingin tau banyak hal, ia hanya ingin tau sekarang Ray ada di sekitar nya, Ray memang bukan Dunia nya, tapi baginya dunianya adalah Ray.
"Sampai jumpa, Anna!"
Pekik banyak orang ketika Anna melangkah di jalanan yang cukup sepi dengan kendaraan, yakusoku gakkuen ada di pinggir kota, setidaknya kondisi ini buat Anna bisa hidup lebih damai.
Tak banyak orang lewat di jalanan,
Langkahnya mendesir, menapak trotoar putih yang suram layaknya hidupnya,
Jauh dibayangan Anna, terngiang masa ketika ibunya meninggal saat melahirkannya,Kematian yang ia saksikan dihadapannya secara tidak langsung.
Ia tau seberapa cinta ayahnya pada belahan jiwa nya hangus digantikan olehnya, tapi apa yang bisa ia lakukan,?
Ia bahkan tak pernah melihat seperti apa wajah seorang ibu.Suram.
Ia tak bisa menggambarkan seperti apa hidupnya sekarang, melihat Ray yang sejak dulu memiliki hidup yang sempurna, Anna merasa pria itu lebih beruntung dari siapapun di dunia ini.
Sejak dulu..
Benar juga, Ray lama melupakan masa 'sejak dulu' nya itu.
Pipi gadis itu merona, entah kenapa, mata birunya berkilau menatap jalanan beton di depannya,
Yang benar saja.
-to be continued-

KAMU SEDANG MEMBACA
Ray : shape of world - [ Promised Neverland. ]
Novela Juvenil"Ray.. menurut mu, seperti apa dunia ?" "entahlah" "apa yang paling kau inginkan di dunia ini ?" "tak ada." gadis itu terdiam, kembali duduk di kursinya, sepertinya ia terlalu banyak bicara dengan Ray tiap kali di perpustakaan. sambil memainkan tepi...