Sorot itu menatap tajam Ray dekat dekat.
Tangan dan kaki kanannya bahkan naik ke atas meja Ray, membiarkan matanya berpapas dengan jarank 5 cm dihadapan Ray."Apa yang kau lakukan ?, dasar aneh,"
Hardik Ray yang berusaha menjauh di bangkunya, wajah sok serius itu jujur saja baginya agak menyebalkan.
Emma mendengus mulai menjauh dari wajah Ray."Kau ini aneh hari ini."
"Itu karena masakanmu Emma,"
Sela Norman dadakan dari belakang Emma, karisma Surai putih itu tersenyum lebar sambil mengacak acak rambut Emma seperti biasa.
"No,Norman?"
Kepala Emma terangkat keatas berusaha melihat wajah Norman dengan rupa polosnya, sedang Ray hanya berdecih sambil mengumpat betapa bodohnya temannya yang satu ini.
Ia bisa menoleh ke belakang, bukannya malah mengangkat kepala layaknya orang bodoh."Tapi Emma ada benarnya, kenapa mendadak kau langsung lari ke perpustakaan begitu meletakkan tas?"
Alis Ray terangkat, ia tak peduli.
Tadi pagi itu hanya dianggapnya kesalahan pahaman antar otak dan lubus frontalnya, dengan kata lain.Ia menganggap ini hanya lah bagian dari masalah otak yang jarang ia hadapi.
Tangan Ray tergerak, pria itu meraih buku tebal di dalam tasnya, membuat Norman makin merasa ia tak diperhatikan.
"Ada sesuatu? Kau bisa cerita.
Rautmu juga berubah drastis makin rata pagi ini,"Cibir Norman dengan sederet gigi putih nya mengulas ramah pada Ray.
"Hm!! Don saja sadar kalau wajahmu itu-"
"Aku lihat Don ke kantin dengan Gilda barusan."
Ray mulai angkat bicara, membuat Mata Emma berbinar, ia sontak menolehkan wajahnya menyapu seisi kelas, mana? Pikir nya.
Tidak, tidak ada?"Kau berbohong."
"Mereka sejak tadi pergi, kalau kau ingin cepat tau cepat lah menyusul pergi sana."
"Bohong !!"
"Sudah ku bilang aku-"
"Bohong !! Mereka pacaran ! Harusnya aku tau ini lebih dulu!!! Mereka bohong!!!"
.
.
.
.
"Kau jahat sekali menipu gadis bodoh seperti dia."
Mata Norman menatap punggung Emma yang tak lagi nampak melangkah keluar.
Ray mengangkat bahu sambil berusaha bangkit, wajahnya tak terlihat peduli sedikit pun dengan yang barusan."Dia langsung lari juga, jadi semuanya akan lebih mudah diantara kita."
Mata biru itu mengernyit, menatap Ray tak mengerti.
"Diantara kita ?"
Dipalingkannya mata hijau safir itu dari tatapan heran Norman, ia tak begitu yakin bisa bicara ini dengan Emma, tapi kalau Norman, setidaknya, ia bisa sedikit percaya kalau ia bisa membantu.
"Kau kenal Anna? "
Lapis retina biru itu mengernyit, apa si Ray ini bercanda?
"Tentu saja, dia sekelas kita, Ray,"
Ujarnya dengan senyum miring
Menatap Ray,"Ada apa? Kau ada sesuatu dengannya?"
Ray terdiam, apa barusan. Ia hampir mengatakan apa yang ia pikirkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ray : shape of world - [ Promised Neverland. ]
Dla nastolatków"Ray.. menurut mu, seperti apa dunia ?" "entahlah" "apa yang paling kau inginkan di dunia ini ?" "tak ada." gadis itu terdiam, kembali duduk di kursinya, sepertinya ia terlalu banyak bicara dengan Ray tiap kali di perpustakaan. sambil memainkan tepi...