..
.
Berubah.
Semua benar-benar berubah! Liburan musim panas masih belum berakhir, dan lagi lagi hari ini Ray belum bangkit dari ranjang nya sejak malam ia memejam mata.
Sebenarnya sejak tempo hari, ia menyesal, Anna tak lagi bicara dengannya setelah itu, berhenti berpikir tentang bicara, gadis itu bahkan mati Matian menghindarinya.
Yah, ia bukan tipe orang yang akan memaksa, meski pada kasus ini ia benar-benar memaksakan keadaannya, seperti bertanya tanya mengapa ia harus mendapat nasib seperti ini?
Ia ingin lenyap saja.
"Ray! Kau sudah bangun?"
Suara Isabella menginterupsi pikirannya bersama dengan ketukan beruntun dari balik pintu kamarnya, menggerakkan bibir sangat melelahkan setelah tidur panjang penuh kesendirian nya, lebih baik tak perlu dijawab atau ia akan lebih banyak membuang tenaga.
"Ray, aku tau kau sudah bangun!"
Nah, itu sebabnya ia malas menjawab.
"Ray, ada telepon dari Emma, katanya kau harus cepat datang ke stasiun Shibuya!"
Buat apa sebenarnya? Ini tak akan berguna untuknya.
"Jika kau bertanya kenapa, kenapa kau tak bangun dan bersiap untuk pergi mengetahui alasannya?! Cepat lipat selimut mu!"
Orang tua yang satu itu benar-benar tak bisa disangkal, ia memiliki seribu jawaban untuk setiap tindakan yang bahkan tak ia lakukan.
Sebenarnya jika bisa berkata ia lelah harus berurusan dengan gerombolan manusia, mereka hanya mondar mandir diperbudak pekerjaan dan bicara dengan suara yang memekik kan telinga.
Sampah, entah kenapa ia memikirkan itu ketika mendengar kan pujian dari orang yang kagum pada prestasinya sebagai si nomer dua.
Langkah beratnya membawa tubuhnya bangkit dan meraih handuk dari kursi disisi ranjangnya, malas sekali rasanya tapi ia harus keluar dari kamarnya hari ini.
"Oh! Sudah bangun?"
Mengejutkan, kedua tatapan ayah dan anak bertemu tepat di depan pintu layaknya takdir, gak, ini bukan takdir, Karena Ray berusaha menyangkal kenyataan ini.
"Kau..sampai kapan akan menganggur seperti ini?"
Ray akan kembali menutup pintu jika ia tak punya alasan hidup, suara Emma berdenging di kepalanya, menyebalkan jika ini bisa mengganggunya seharian.
"Tunggu, apa kau mengusirku?"
"Gak juga, kau terlihat seperti hama di rumah ini."
Ray melengos, berusaha mengabaikan sepanjang langkahnya menuruni tangga, Isabella di bawah, dengan celemek dan dua piring roti panggang dengan wasabi dilapisi mayonaise pedas.
"Kalian berdua, cepat makanlah, untuk Ray kau bisa mandi dulu,"
Oceh Isabella melepas ikatan celemek, disusul leslie yang duduk di kursi mulai mengeluh.
"Isabell, coba lihat kelakuan anak mu itu, aku tak menyangka generasi muda makin buruk sekarang,"
Katanya mulai menyesap kopi.
"Bukankah dia juga anakmu? Selain itu, sampai kapan kau akan di rumah?"
"Tunggu, apa kalian berdua ingin aku pergi?"
Leslie berusaha tenang menyambut pertanyaan keduanya, hingga Ray kembali dengan ungkapan lain.
"Nah, kalau itu aku, aku menginginkannya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Ray : shape of world - [ Promised Neverland. ]
Novela Juvenil"Ray.. menurut mu, seperti apa dunia ?" "entahlah" "apa yang paling kau inginkan di dunia ini ?" "tak ada." gadis itu terdiam, kembali duduk di kursinya, sepertinya ia terlalu banyak bicara dengan Ray tiap kali di perpustakaan. sambil memainkan tepi...