Bab 22

428 50 43
                                    

Bab nya gak spesial spesial banget kok..
.

.

.

"Kau ini kenapa?"

Gumam Ray melilitkan kain seusai membasuh tangan Anna, gadis itu hanya diam, suaranya tiba tiba menjadi suram didengar.

"Sudah cukup, Kupikir kau terlalu banyak membantuku,"

Desisnya menarik tangan dari genggaman Ray, cukup mengganggu jika Anna terus bersikap seperti ini, Ray kembali menarik tangan Anna sepelan mungkin agar rasa sakit nya tak kembali terasa.

"Apa aku terdengar seperti itu?"

"Kupikir"

Itu pemikiran bodoh untuk Anna, gadis itu terlalu banyak diam dengan kata lain memendam semua rasa muak atas hidupnya selama ini, jika Ray ada dihadapannya sebagai Ray yang ia temui dulu, apa ia bisa mengatakan nya?

Ray sendiri ia selalu memikirkannya, bagaimana Anna bisa tertawa dengan semua kisah yang Emma ceritakan padanya.

'ayah Anna, dia membencinya, bibi Dina meninggal dua Minggu setelah kelahiran Anna, beberapa mungkin menjadi sebabnya, disisi lain juga, ia mencintainya, karena sekarang, hanya Anna yang paman yuugo miliki'

'kenapa ia tak pernah bilang dari awal?'

'kau tau? Beberapa tak akan bisa dipahami, mungkin, itu seperti kita yang tak pernah bicara tentang keluarga ketika aku ada'

Yang Ray tak bisa pahami, hanya mengapa ia tak bisa memberi tau Anna semua yang ia pikirkan, langkahnya memicu dekat, memaksa Anna mundur sampai menatap ujung meja, sampai itu terjadi, semuanya terasa cepat dia dadanya.

Ada suara ramai yang terdengar dari jantungnya, Anna berusaha melepas salah satu tangannya yang Ray genggam, sia sia, Ray menahannya, iris kelam itu menatap paksa Anna, membawa ke intensitas berat Dimana hanya ada keduanya di kamar dengan kotak obat yang terjatuh di lantai.

Ada kegelisahan dari tatapannya, seperti penyesalan yang bahkan belum ia lakukan, sepatah keraguan menghancurkan keyakinan Ray, sejak awal, bahkan sejak dulu, ia selalu bertanya tanya tanpa berusaha mencari jawaban nya.

Ada banyak jawaban, seluas dunia ini berada, akan membuat banyak pertimbangan di pikirannya kelak, namun, hingga saat ini, ia selalu berpikir, tak mungkin jawabannya ada di hadapannya selama ini.

"Aku, aku selalu memikirkannya, mengapa aku ada disini, mengapa aku bisa bicara denganmu.."

Retina kelam itu mulai menunduk, menaruh sendu dalam mimik berat suaranya,

"Aku menikmati semua yang terjadi, meski hanya sesaat, jadi, kupikir aku bisa memahami orang begitu berteman dengannya,"

Katanya memutus suara, salah tangannya terlepas, beralih memegang kedua pundak Anna, membuatnya cukup tersentak dengan itu, wajah Ray masih menunduk, ia tak begitu yakin ia bisa mengatakan semua dengan jelas pada Anna untuk sekarang,

Benar juga, untuk sekarang, ia tak akan pernah tau apa yang akan terjadi kedepannya jika ia terus mengatakan ini sampai selesai, setidaknya, ia menumpahkan semua yang ia rasakan, mau sekeras apapun pikiran logisnya menyangkal, ia tak akan tau apa ia bisa mengatakannya di waktu depan nanti.

"Jadi..tak ada yang kupahami darimu! Sama sekali, tak ada!"

Anna tersentak, suara Ray benar-benar gemetaran kali ini.

"Ray, bukan, maksudku-"

"Kau tak perlu mendengarkan orang lain, jika itu membuatmu sesak, kau hanya perlu menutup telingamu, lalu, jika kau tak bisa beralih dari suara orang, bicaralah denganku.."

Ray : shape of world - [ Promised Neverland. ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang