..
.
"Anna."
Panggil Ray yang sadar kalau Anna sejak tadi diam di bus, apa dia kesal? Karena apa? Apa karena ia nyaris jadi korban Ray yang mengacuhkan keluarga nya? Ia jelas anak baik-baik, wajar juga kalau ia diam seperti ini.
Selain itu, bukankah gadis ini merubah raut wajah nya jadi sedikit wajah kesal sekarang?
Suasana lembut masih terasa, tapi bukankah ini terlalu kesal untuk di pandang ?!
"Anna,"
Panggil Ray sekali lagi, duduk berdua di dekat pintu bukanlah hal yang bagus untuk dijadikan suasana meminta maaf Ray, tapi kalau sudah begini..
"Maaf,"
Tuturnya lirih, entah apa yang mendorongnya mengatakan hal bodoh semacam itu, tapi rasanya Anna merasakan separuh wajahnya menguap panas ketika mendengarnya dengan suara lirih Ray.
"Kenapa kau minta maaf?"
Anna memilih kembali menatapnya atau keduanya akan seperti ini selamanya.
"Entahlah, kau kelihatan kesal."
Apa Ray menyadarinya sedalam itu? Ia bahkan tak mengangkat wajahnya begitu keduanya keluar dari apartemen.
Harusnya ia tak melakukan ini, tapi rasanya hanya..kesal ketika melihat orang mengabaikan orang tuanya."Jangan bercanda, kau tak perlu minta maaf seperti itu, jangan sampai kau mengulangi nya."
Anna membuang muka nya lagi, ia benar-benar tak tahan ketika menatap wajah Ray yang mengatakan seolah 'ayolah, maafkan aku'
Beda lain dipikiran Ray, pria itu malah menghela nafas menekuk senyum parau, memangnya dia anak kecil sampai harus di beri tau jangan ulangi ini dan itu.
"Kau memaafkan ku?"
Anna spontan mengangkat kepala, apa dia bodoh?! Maksudnya, jangan mengatakan dengan suara lirih seperti itu lagi!!
"Apa maksudmu?!"
"Nggak pakai nada tinggi bisa kan? Aku kan meminta maaf."
Ia bahkan tak berharap Ray merasa bersalah, apa maksudnya?!
"Berhenti mengatakan hal konyol, kau tak seharusnya merasa bersalah!"
Astaga, apa barusan Anna memperlihatkan sisi bodohnya di hadapan Ray?
"Baiklah, baiklah aku mengerti, jangan meninggikan. Suara mu lagi lain kali."
Anna menutup mulutnya menahan malu, ia baru sadar orang orang memperhatikan nya, ini terasa aneh,
"Terima kasih,"
Ucap Ray tiba-tiba, matanya tak berpaling, tak pula menatap Anna seperti tadi, gadis itu terlihat masih kesal dengan tingkahnya barusan.
Anna menoleh, menatap Ray seakan bertanya apa yang membuatmu berterima kasih?
"Tidak, terima kasih mau menemani ku."
"Apa kau selalu sendiri?"
Ray terdiam, bukan ia yang selalu sendiri, ia yang dari awal memang ingin sendiri, orang tuanya punya kesibukan yang membuatnya muak dengan kasih sayang palsu dimatanya, dan itu jelas.
"Tak apa, aku tak memak-"
"Aku memang ingin sendiri,"
Sela Ray ditengah ucapan Anna, retina biru nya mengerjap, ia masih tak mengerti, harusnya juga, ia tak bicara tentang ini dengan Ray, ia tau rasanya, ketika kehadiran malah hilang dari kehidupan.
"Aku membenci orang tuaku, aturan yang mereka berikan, seolah mereka merasa sudah memberikan segalanya, kalau aku bisa bilang, aku akan bilang, 'kalian pikir aku ini alat? Aku punya caraku sendiri' begitu."
Anna termenung, ia tak akan mau menjawab kalau seperti ini caranya, Ray sendiri jelas tak baik-baik saja.
"Aku sendiri tak begitu mengerti, ayahku selalu mengatakan, aku bebas memilih jalanku, tapi itu sebabnya ia juga membenciku, itu membuatku semakin sama seperti ibuku."
Mata birunya menunduk, ia tak yakin benar-benar mengatakan ini pada Ray, maksudnya bukankah mereka baru mengenal? Atau, harusnya ia sadar, waktunya banyak terlewat bersama Ray.
"Harusnya dia senang kau bisa sama seperti ibumu."
"Aku tak terlihat sama, ibuku meninggal, ketika aku lahir. Apa itu membuat kami terdengar sama?"
Astaga harusnya Ray tak berkata seperti barusan, Anna tersenyum pahit menatapnya, ia punya derita, tapi ia memendam nya dalam dalam, apa itu terdengar serupa?
Ray ingin cerita ini berhenti sampai sini, Tapi ia bukan tipe yang mudah bicara seperti orang lain.
"Jadi, kau punya kesempatan, jujur saja, aku punya rasa kesal ku sendiri, maksudnya, kau punya orang tua, kau punya kesempatan bersama mereka, apa itu membuatmu harus membuat jalan mu sendiri? Hargai saja apa yang kau dapat dari kehidupan mu, dari situ kau bisa menorehkan jalan yang kau inginkan, Ray."
Mata Ray berbinar, ia pernah mendengar seseorang mengatakan hal yang sama dulu, melihat Anna yang menyilakkan rambut dan tersenyum lembut seperti biasanya membuat Ray tak benar-benar mendengarkan setiap kata yang ia ucapkan setelahnya.
Hargai saja apa yang ada di hidupmu!
Ia tak benar-benar ingin tau siapa gadis yang barusan hilang dari ingatannya, tapi melihat Anna, itu membuatnya mengapung kembali ke permukaan ingatan Ray.
Tangan Ray tergerak, ia tak begitu yakin apa yang sedang dilakukan nya ini tapi rasanya ketika ia tergerak Anna sedikit mundur memberi jarak,
"R-Ray?"
Mata Anna terbelalak ketika Ray mulai mendekat, ia ingin mundur ketika tau Ray akan melakukan sesuatu yang tak ia mengerti padanya.
Namun pergerakannya terhenti ketika punggungnya menabrak gagang dan tiang di ujung kursi bus, ia terpojok.Barusan, Anna hendak kembali angkat bicara, tapi rasanya semua tercekat ketika kedua tangan Ray menariknya ke dalam dekapan hangat tak terduga dari Anna.
Gadis itu menahan nafas, ia tak menyangka akan kedatangan kejutan dadakan kali ini, tak masalah sebenarnya, hanya saja ketika ia mendekap erat ke tubuh Ray, ia merasa memanas.
Bibirnya tak mampu berkutik, ia harus berkata ini bukan saat yang tepat, tapi degub tak beraturan dan gemetar di pelipisnya seolah mencobanya menahan tindakan yang ia inginkan.
Disamping itu, Ray mendekapnya makin erat, apa barusan Ray salah makan?"Kau pergi begitu cepat,"
Bisik Ray di sisi telinganya, untuk Anna yang bahkan tak bisa mengatur nafas dengan benar butuh waktu baginya untuk mencerna setiap kata yang ia dengar kan.
Tapi percuma!! Ia tak bisa berpikir kalau seperti ini!!!
"A-apa yang kau bicarakan? Lagi pu-pula, apa-apaan ini?.."
Suaranya gemetaran itu yang Ray rasakan, harusnya juga ia tak lakukan ini dengan dadakan, tapi ketika semua yang Anna katakan benar-benar sama dengan kalimat yang pertama kali membuat perasaannya bergerak.
Dari terakhir kali ia merasakan segalanya, hanya kata-kata itu yang bisa menggerakkan perasaan nya,
Baik sedatar apapun wajah yang ia tunjukkan, ia masih bisa merasakan perasaannya ketika ia tergerak.Sejak awal, ia tak pernah salah.
"Semuanya bergerak, sejak terakhir kali aku merasakannya."
Anna masih gelagapan, ia tak bisa merespon bicara Ray dengan benar kalau seperti ini caranya.
"Karena itu, jangan pernah pergi lagi."
"A-apa maksudmu? Aku tak mengerti, la-lagi pula, lepaskan Ray."
Anna benar-benar kehilangan arah bicaranya, ia berusaha mendorong Ray sebelum ia akhirnya sadar ia tak cukup kuat menjauhkannya.
Sedangkan Ray tak mengerti ketika ia harus melakukan ini, atau ketika ia harus yakin kenapa gadis ini telah hadir di hadapannya, kalau ia melepaskan dekapan ini, apa ia akan pergi seperti sebelumnya?
-to be continued-
![](https://img.wattpad.com/cover/209262361-288-k1777.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ray : shape of world - [ Promised Neverland. ]
Novela Juvenil"Ray.. menurut mu, seperti apa dunia ?" "entahlah" "apa yang paling kau inginkan di dunia ini ?" "tak ada." gadis itu terdiam, kembali duduk di kursinya, sepertinya ia terlalu banyak bicara dengan Ray tiap kali di perpustakaan. sambil memainkan tepi...