12

338 69 8
                                    

"Kok gak sama Chiara keluarnya?" tanya Cakra heran saat melihat adiknya keluar gerbang sekolah sendirian.

"Udah pulang duluan sama Kak Justin." jawab Raisa cemberut.

"Justin temennya Haidar, ya?" tanya lelaki itu sambil memasangkan helm langsung ke kepala Raisa.

Raisa langsung melirik sekitarnya. Jangan tanyakan berapa banyak siswa yang melihat kejadian itu karena sekarang baru beberapa menit setelah bel pulang berbunyi.

"Ih, kak. Banyak yang ngeliatin." ucap perempuan itu risih. Padahal helm itu sudah terpasang di kepalanya.

Cakra tersenyum lebar sampai tiba-tiba seseorang menyapanya, "Bang." sapa Haidar yang baru saja keluar dari gerbang sekolah dengan motornya.

"Eh, Dar. Apa kabar?" tanya lelaki itu sambil tersenyum.

Raisa jadi kikuk sendiri karena merasa kejadian ini seperti dejavu. Raisa memegang bahu Cakra dan langsung naik ke atas motor lelaki itu.

"Baik, bang. Bang Cakra sendiri?" tanya Haidar yang juga sedang tersenyum.

Ah, manis sekali! Pikir Raisa.

"Baik. Main dong, Dar, kapan-kapan ke rumah." ajak Cakra.

Raisa mendelik, apa-apaan sekali kakaknya?

"Iya, bang. Nanti gue sempetin." balas Haidar.

Cakra tertawa ramah, "Yaudah, gue duluan, ya, Dar!" ujarnya.

"Iya. Hati-hati, bang." balas Haidar sebelum mengalihkan atensinya kepada Raisa.

Raisa yang menyadari itu langsung membalas tatapan Haidar, "Duluan, ya, Kak Angkasa." ucapnya.

Mendengar itu, Haidar tersenyum dan mengangguk sebagai balasan. Setelahnya motor Cakra melaju menjauh, begitu juga dengan motor Haidar.

Raisa menghela napas, pasti besok dirinya akan makin ramai dibicarakan. "Kamu besok-besok pulang sama Haidar aja, lah." ucap Cakra.

"Kak Haidar udah punya pacar. Kakak, mah, ngeyel." ujar Raisa.

"Oh iya, lupa." balasnya tanpa dosa.

Raisa gemas sendiri jadinya, "Kak Angkasa ganteng banget, ya, kak." ucap Raisa jujur.

Cakra tersenyum geli walau Raisa tidak bisa melihatnya. Adiknya ini benar-benar penggemar setia Haidar.

"Gantengan kakak, lah." ucap Cakra percaya diri.

Raisa memukul pelan pundak kakaknya. Walaupun terkesan suka bercanda, kakaknya benar-benar mengerti dirinya. Cakra tidak pernah meledeknya jika Raisa tengah memuji Haidar. Lelaki itu lebih suka menanggapinya dengan membanggakan dirinya sendiri dan Raisa bersyukur akan hal itu.

• • •

"Kamu mau bicara apa, Ga?" tanya Lia saat dirinya berjalan mendekati Saga yang duduk di sofa ruang tengah apartemen milik lelaki itu.

Saga sama sekali tidak mengalihkan atensinya dari televisi, "Gue sayang sama Raisa. Jadi, lo gak usah berharap apapun dari gue." ucapnya tenang.

Lia yang berdiri disamping Saga tersenyum getir, ternyata usahanya selama ini tidak menghasilkan apapun.

"Aku bakal tetep nunggu kamu, Ga." balas Lia akhirnya.

Saga menggertakkan rahangnya dan berdiri dari duduknya. Lelaki itu menoleh menatap Lia dengan tajam, "Lo cuma buang-buang waktu, Li. Sampe kapanpun, lo gak bakal lebih dari bayangan di mata gue." tegasnya.

Lia mencelos, hatinya terjun bebas setelah mendengar penuturan Saga. Hidungnya memerah bersamaan dengan matanya yang mulai berair.

Perempuan itu tersenyum dan memberanikan diri untuk membalas tatapan Saga, "Kamu cuma butuh waktu, Ga, buat nerima aku. Jadi,"

Saga mengangkat tangannya menyuruh Lia untuk tidak melanjutkan ucapannya, "Lo denger, kan, tadi gue ngomong apa? Gak ngerti juga? Perlu gue ulang?" tanya lelaki itu sarkas sambil tersenyum meremehkan.

Lia tidak kuat lagi. Perempuan itu langsung meloloskan cairan bening dari matanya. Kata-kata Saga begitu menyakitkan untuk diatasinya, "Bisa gak, Ga. Kamu liat aku sekali aja." ujarnya memohon.

Saga mendengus, ternyata perempuan dihadapannya belum mengerti juga. "Keluar, gue udah selesai sama lo." ucapnya sambil berjalan melewati Lia menuju kamarnya.

Lia mengejar langkah Saga, "Saga, please."

Lelaki itu tetap melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan Lia. Dengan keberanian penuh, Lia menggapai lengan Saga dan memaksa lelaki itu untuk berbalik menghadapnya.

Saga mengernyit tidak suka dan menjauhkan tangannya dari Lia, "Apa lagi, sih? Gue bilang keluar!" teriaknya marah.

Lia menghapus air matanya dan menatap mata tajam Saga, "Seyakin itu kamu, Ga? Raisa punya perasaan yang sama kayak kamu?"

Mendengar itu, Saga menggertak. "Lo gak berhak ikut campur urusan gue, Kalya!" tegasnya dan menarik Lia menuju pintu apartemennya dengan kasar.

Lia berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Saga, "Saga, lepas!" rintihnya.

Bagaimanapun juga lelaki itu lebih kuat dari Lia. Apalagi dengan emosinya sekarang, bisa-bisa lelaki itu melukainya lebih dari ini.

Sebelum mencapai pintu apartemen, "Lepas!" ucapnya lagi dan dengan sekuat tenaga Lia berhasil meloloskan tangannya dari Saga.

Perempuan itu langsung mengusap tangannya yang terasa perih sambil tetap menatap lelaki dihadapannya. "Dia sayang sama Haidar, Saga! Kamu buta?" teriak Lia akhirnya dan kembali mengeluarkan air matanya.

Seperti tamparan yang begitu keras, Saga terdiam mencerna ucapan Lia. Apa yang perempuan itu ucapkan memang masuk akal, mengingat Raisa terlihat cukup dekat dengan Haidar. Terbukti dari panggilannya yang berbeda kepada lelaki itu, juga Haidar yang selalu ikut campur dalam urusannya dengan Raisa beberapa hari terakhir.

Saga mencoba membuang jauh-jauh pikiran itu. Semuanya belum tentu seperti apa yang dia pikirkan. Lelaki itu tau, Raisa adalah perempuan yang baik. Sangat baik.

Saga menghela napas dan menunduk sebentar sebelum kembali menatap Lia dengan tatapannya yang sudah meredup, "Seenggaknya gue yakin, Raisa enggak kayak lo yang memanfaatkan seseorang demi perasaannya sendiri."






jadi yang paling jahat di sini ternyata...
ps. ini part paling panjang loh wkwkwk

Angkasa (hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang