Waktu telah menunjukkan pukul setengah satu siang. Para murid terlihat berhamburan keluar dari ruang kelas mereka masing-masing. Di antara mereka, ada yang langsung pulang karena orang tua mereka telah datang menjemput. Ada pula yang masih asyik bermain, meskipun, orang tua mereka sudah berkali-kali mengajak pulang. Di sudut lain, ada yang sedang bercerita dengan teman-temannya sembari menunggu kedatangan orang tuanya.
"Kau tahu tidak, ibuku bisa membuat baju bagus untuk pengantin, lho! Kalau ayahku, ia bisa mengemudikan pesawat. Orang tuaku sangat keren, kan?"
Bocah laki-laki berambut rapi hitam pekat itu mendengarkan temannya dengan saksama.
"Ayahku masih lebih hebat, tangannya bisa menyembuhkan orang yang sakit. Ayahku juga sangat tampan." Sahut bocah lain dengan mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Hyunsoo-ya!"
Bocah berusia lima tahun yang tadinya sedang mendengarkan cerita temannya itu menoleh saat mendengar seseorang meneriakkan namanya. Ia pun melambaikan tangan begitu mengetahui siapa yang memanggil. "Eoh, Noona."
Nami terlihat bersusah payah mengatur napasnya setelah berlari tunggang-langgang. "Kenapa kau meninggalkanku?" omelnya dengan memasang wajah garang, berharap hal tersebut akan membuat adik tirinya itu takut. Namun, gagal. Hyunsoo malah tertawa geli melihat wajah menggemaskan Nami.
"Maafkan aku, Noona, tadi aku terburu-buru ke toilet. Lalu, aku lupa padamu," jawab Hyunsoo dengan cengiran menggemaskan yang bisa membuat siapa saja ingin mencubit pipinya. Nami dan Hyunsoo sama-sama menggemaskan. Putri Jaein itu tumbuh dengan baik dan sangat cantik, rambutnya sebahu dan pipinya tembam. Persis seperti ayah kandungnya, Kim Seokjin.
Entah takdir apa yang direncanakan oleh Tuhan, kedua bocah tersebut dipertemukan di sekolah yang sama. Meskipun berbeda kelas, Nami dan Hyunsoo terlihat cukup akrab. Mungkin, karena didikan Namjoon, Nami menjadi sangat perhatian dengan adik tirinya itu. Begitu pula dengan Hyunsoo, bocah itu tidak pernah membeda-bedakan siapa yang boleh berteman dengannya. Hal itu membuatnya memiliki banyak teman.
"Ayah belum datang, ya?" tanya Nami yang kini sudah mendudukkan dirinya di sebelah Hyunsoo. Hyunsoo hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Nami. "Wah, ayah semakin sering terlambat akhir-akhir ini, aku sebal kalau harus menunggu sendirian," gerutu Nami.
"Mungkin, ayah sedang sibuk, Noona. Lagi pula, ada aku yang menemani Noona, kan?" Si kecil Hyunsoo pun menanggapi.
"Em, ucapanmu ada benarnya juga."
...
Namjoon menambah kecepatan mobilnya saat menyadari keterlambatannya. Bukan tanpa alasan, ia sempat terjebak macet di tengah perjalanan menuju sekolah putrinya. Namjoon bisa menebak jika bocah kecilnya itu akan merajuk saat ia datang nanti. Nami akan meminta untuk dibelikan es krim dan bermain di taman dekat rumah, seperti yang biasa ia lakukan. Tentu saja, Namjoon akan selalu menurutinya sebagai permintaan maaf.
Begitu memasuki area sekolah, ia bisa melihat gadis kecilnya sedang duduk bersebelahan dengan Hyunsoo. Dengan spontan, senyum Namjoon tersungging penuh arti di bibirnya. Mungkin, Tuhan sedikit memberi kebahagiaan untuknya karena Nami dan Hyunsoo bersekolah di tempat yang sama. Dengan begitu, ia bisa melihat putranya setiap hari.
Sihyun memang mengizinkan Namjoon untuk bertemu dengan Hyunsoo. Namjoon bebas bertemu dengan Hyunsoo. Namun, hanya dua kali dalam seminggu. Dan menurutnya, itu tidak cukup untuk melepas rindu serta menyenangkan pangeran kecilnya. Maka dari itu, ia sangat bersyukur dapat bertemu Hyunsoo setiap hari. Meskipun, hanya sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Decision ✓
FanficSquel of Our Marriage - So please read Our Marriage first Semenjak memiliki Hyunsoo di hidupnya, Sihyun tak pernah sekalipun terpuruk. Bahkan setelah perceraiannya dengan Kim Namjoon 5 tahun yang lalu, sama sekali tak ada penyesalan di hatinya. Keha...