"Maafkan aku karena tidak bisa menjadi ayah yang dapat diandalkan bagi Hyunsoo. Ginjal kami tidak memiliki kecocokan. Aku tidak bisa mendonorkannya."
"Semua ini memang terlalu nyata untukku," Sihyun tersenyum getir. Tubuhnya bergetar. Tanpa sadar, tangannya meremas kuat lengan Namjoon yang saat ini merengkuhnya. Dengan sekuat tenaga, menahan tangis karena rasa kecewanya.
Harapan yang sudah melambung tinggi, dengan terpaksa harus ia hempaskan sejauh mungkin. Ternyata, Tuhan memiliki kehendak lain. Wanita itu sudah terlanjur senang karena sebentar lagi putranya akan sembuh. Ia amat sangat berharap jika ginjal Namjoon cocok dengan Hyunsoo.
Ingin sekali marah. Namun, Sihyun sendiri sadar, ia tidak bisa melakukan apa-apa selain bersabar. Menunggu Tuhan mengirimkan malaikat Hyunsoo sedikit lebih lama lagi.
"Maafkan eomma, Hyunsoo-ya. Maaf karena eomma tidak bisa menjaga Hyunsoo." Hancur sudah pertahanan Sihyun. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya menetes dengan derasnya, tak bisa lagi ia menahan gejolak dalam hatinya.
"Hei, apa yang kau katakan, Sihyun-ah? Semua ini bukan salahmu. Jika ada yang patut disalahkan di sini, orangnya adalah aku. Kumohon, tenanglah, jangan menyalahkan dirimu sendiri," ujar pria itu mencoba menenangkan.
Detik berikutnya, Sihyun malah mendorong tubuh Namjoon, mencoba melepaskan pelukan pria tersebut. "Kau pikir, aku bisa tenang? Putraku sedang terbaring lemah, menahan rasa sakitnya. Dan, kau, dengan mudahnya, menyuruhku untuk tenang?" rapal Sihyun geram.
Bagai kehilangan akal, wanita itu terus saja berteriak, memaki Namjoon dan menyalahkan dirinya sendiri, seraya melayangkan pukulan pada dada Namjoon.
Pria itu terkejut dan tak berdaya karena perlakuan Sihyun padanya. Detik berikutnya, ia menangkap kedua tangan Sihyun, menghentikan pukulan yang dilayangkan padanya. Wanita itu menghentikan pukulannya. Tapi, tidak dengan isakannya. Masih terdengar dengan jelas dari bibir Sihyun. Pilu.
Setelah cukup kondusif, Namjoon membawa tangannya menyentuh kedua pipi Sihyun, mengarahkan wajah wanita itu agar balas menatapnya. "Apa kau tidak melihatku di sini? Apa aku hanya bayangan bagimu? Aku juga ayahnya, Sihyun-ah, hatiku juga hancur saat melihat Hyunsoo kesakitan. Hatiku juga hancur melihatmu seperti ini. Apakah dengan menyalahkan dirimu sendiri akan membuat keadaan membaik?"
Wajah serius Namjoon membuat Sihyun tersadar, dengan isak yang tak berhenti. Kesedihan seolah telah membutakannya sampai melupakan jika Namjoon juga orang tua Hyunsoo, ayah dari putranya. Benar yang pria itu katakan, tidak ada gunanya menyalahkan diri sendiri, itu tidak akan merubah keadaan menjadi lebih baik.
Pria itu kembali merengkuh Sihyun dengan lembut, bahkan semakin erat. Berharap wanita itu tak lagi berpikiran jika semua ini adalah kesalahannya. Sihyun kini balas memeluknya, lantas menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Namjoon, meredam suara tangisnya agar tak terdengar.
Namjoon tidak mencegahnya. Ia membiarkan Sihyun melakukan apa yang saat ini ia inginkan. Tangannya pun terulur untuk menepuk-nepuk pelan punggung Sihyun seperti yang biasanya ia lakukan saat mereka masih berstatus sebagai suami istri.
"Baiklah, menangislah sesukamu. Namun, berjanjilah, kau tidak akan menyalahkan dirimu lagi, Choi Sihyun."
...
Namjoon menengadah menatap langit malam. Tumben sekali, bintang bertaburan seakan menertawakannya saat ini. Air mata kian deras membasahi pipinya, tak peduli jika orang-orang yang melihat akan menjulukinya pria lemah.
Pria itu benar-benar sedang kacau. Tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya terhadap dirinya sendiri. Padahal, Namjoon sudah berekspektasi tinggi jika ia bisa menjadi pendonor bagi putranya. Namun, kesempatan itu hancur dalam sekejap saat dokter memvonis ginjalnya tidak cocok untuk didonorkan pada Hyunsoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Decision ✓
FanfictionSquel of Our Marriage - So please read Our Marriage first Semenjak memiliki Hyunsoo di hidupnya, Sihyun tak pernah sekalipun terpuruk. Bahkan setelah perceraiannya dengan Kim Namjoon 5 tahun yang lalu, sama sekali tak ada penyesalan di hatinya. Keha...